tag:blogger.com,1999:blog-21204682997034921112024-02-06T21:50:27.403-08:00free download kisah mesum MelayuUnknownnoreply@blogger.comBlogger115125tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-61785292191134508882011-12-20T10:03:00.000-08:002011-12-20T10:03:14.030-08:00Murid dan Guru 1: Nakalnya Lidah Debby - 3<div style="text-align: justify;">Celana dalam mini gadis itu semakin basah. Belahan bibir vaginanya semakin jelas terlihat. Lendir semakin banyak bermuara di vaginanya. Lendir itu bercampur dengan air liur. Karena tak tahan lagi menerima kenikmatan yang mendera vaginanya, sebelah tangannya menjambak rambut Theo, dan yang sebelah lagi menekan bagian belakang kepala.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">"Theoo, aarrgghh! Debby seperti ingin pipis..!" kata gadis itu di sela-sela rintihannya. Theo menghentikan jilatan lidahnya. Ia menengadah dan melihat mata gadis itu sedang terpejam.</div><div style="text-align: justify;">"Debby ingin pipis, Sayang?" tanyanya sambil menyisipkan jari telunjuk ke balik celana dalam yang menutupi bibir vagina gadis itu, lalu ditariknya ke samping.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terpampanglah di hadapannya vagina seorang gadis remaja yang sedang dilanda birahi. Masih kuncup tetapi menebarkan janji untuk segera merekah dihisap serangga yang menghinggapinya. Dengan jari telunjuk, dibukanya sedikit bibir luar vagina berlendir itu. Lipatan yang sedikit terbuka hingga memperlihatkan vagina yang bersih, segar dan berwarna pink. Melihat hal itu, ia memutuskan untuk memberikan cumbuan terbaik. Cumbuan yang sulit untuk dilupakan, yang akan membuat gadis itu menjadi jinak. Ia merasa mampu untuk melakukan hal itu. Dan sebagai balasannya, mungkin ia akan mendapatkan perlakuan yang sama. Mempertimbangkan hal itu, ia menenggelamkan dan menggosok-gosokkan hidungnya ke belahan bibir vagina gadis itu. Semakin ditekan hidungnya, semakin semerbak aroma yang memenuhi rongga paru-parunya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby membuka kelopak matanya. Bola matanya seolah ditutupi kabut basah dan terlihat mengkilat ketika ia menunduk menatap wajah gurunya yang terselip di pangkal pahanya. Ia tak dapat mengucapkan kata-kata. Bibirnya terasa kelu. Kaku. Nafasnya terengah-engah. Mulutnya setengah terbuka megap-megap menghirup udara. Ia terpaksa menggeliatkan pinggulnya untuk menahan cairan yang terasa ingin mengalir keluar dari vaginanya. Ia tidak tega 'mem-pipisi' mulut guru matematikanya itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dicobanya mendorong kepala itu agar terlepas dari vaginanya. Tapi kepala itu malah sengaja semakin ditekan ke pangkal pahanya. Dicobanya untuk menarik pinggulnya. Tapi kedua lengan guru yang sangat disayanginya itu semakin kuat merangkul pinggulnya. Walau telah mencoba meronta, mulut yang memberinya kenikmatan itu tetap menghisap-hisap vaginanya. Semakin meronta, semakin keras remasan tangan di kedua bongkahan pantatnya. Dan semakin keras pula tarikan di bongkahan pantatnya agar vaginanya tak lepas dari hisapan dan jilatan mulut itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya ia menyimpulkan bahwa mulut itu memang ingin 'dipipisinya'. Mulut itu memang sengaja ingin memanjakan vaginanya. Kesimpulan itu membuat ia melayang semakin tinggi dalam kenikmatan, membuat lendir semakin banyak mengalir ke lubang vaginanya. Sedikit pun ia tak merasa ragu ketika mengangkat kakinya yang terjuntai di atas karpet, dan melilitkan betisnya di leher lelaki itu. Ia sudah tak ingin kepala itu lepas dari pangkal pahanya. Bahkan ia mempererat tekanan betisnya di leher lelaki yang sedang memanjakannya itu. Selain menggunakan betis dan paha, ia pun menggunakan kedua lengannya untuk menjambak rambut dan menekan bagian belakang kepala lelaki itu lebih keras. Ia ingin membantu agar mulut itu terbenam di dalam vaginanya ketika ia mengeluarkan 'pipisnya'.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lidah Theo telah merasakan bibir dan dinding vagina itu berdenyut-denyut. Ia pun dapat merasakan hisapan lembut di lidahnya, seolah vagina itu ingin menarik lidahnya lebih dalam. Sejenak, ia mengeluarkan lidahnya untuk menjilat dan menghisap bibir vagina mungil itu. Dikulumnya berulang kali. Bibir vagina itu terasa hangat dan sangat halus di lidahnya. Ia menyelipkan lidahnya kembali ketika menyadari bahwa tak ada lagi cairan lendir yang tersisa di bibir luar. Dijilatinya kembali dinding dan bibir dalam vagina gadis remaja itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Theo, Theoo.., Debby nggak tahan lagi. Debby ingin pipiis!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo semakin bersemangat menjilat dan menghisap-hisap. Lidahnya yang rakus seolah belum terpuaskan oleh lendir yang telah dihisapnya. Kumisnya sesekali menyapu bibir luar vagina yang segar itu, membuat pinggul gadis itu terhentak-hentak di atas sofa. Walaupun kepalanya terperangkap dalam jepitan paha dan betis, tetapi ia dapat merasakan setiap kali pinggul gadis itu terangkat dan terhempas. Berulang kali hal itu terjadi. Terangkat dan terhempas kembali. Sesekali pinggul itu menggeliat menyebabkan kumisnya menjadi basah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia dapat memastikan bahwa dalam hitungan detik sejumput lendir orgasme akan mengalir ke kerongkongannya. Dan ketika merasakan rambutnya dijambak semakin keras diiringi dengan pinggul yang terangkat menghantam wajahnya, ia segera mengulum klitoris gadis itu. Dikulumnya dengan lembut seolah klitoris itu adalah sebuah permen cokelat yang hanya mencair bila dilumuri air ludah. Sesekali dihisapnya disertai tarikan lembut hingga klitoris itu hampir terlepas dari bibirnya. Ketika merasakan pinggul gadis itu agak berputar, dijepitnya klitoris itu dengan kedua bibirnya agar tak lepas dari hisapannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Debby pipis, Theoo! Aargh.. Aarrgghh..!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo menjulurkan lidah sedalam-dalamnya. Bahkan ditekannya lidah dan kedua bibirnya agar terperangkap dalam jepitan bibir vagina itu. Ia tak ingin kehilangan kesempatan mereguk cairan orgasme langsung dari vagina seorang gadis remaja yang cantik dan seksi. Cairan orgasme yang belum tentu ia dapatkan dari murid lainnya. Setelah mencicipi rasa di ujung lidahnya, dihisapnya cairan itu sekeras-kerasnya. Direguknya lendir itu dengan lahap. Lalu dibenamkannya kembali hidungnya di antara celah bibir vagina yang berdenyut-denyut itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia ingin menghirup aroma paling pribadi yang dimiliki seorang gadis belia. Dengan gemas, ia menghirup aroma itu dalam-dalam. Dan ketika merasakan pinggul gadis itu terhempas kembali ke atas sofa, Theo menjilati vaginanya. Setetes lendir pun tak ia sisakan! Bahkan lendir yang membasahi bulu-bulu ikal dan bulu-bulu halus di sekitar vagina gadis itu pun dijilatinya. Bulu-bulu itu jadi merunduk rapi seperti baru selesai disisir!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Theo.., ooh, aarrgghh.., Theo! Enak banget, Theoo..! Aargh.., pipis Debby kok diminum?" desah gadis itu terbata-bata sambil mengusap-usap rambut Theo. Setelah menjilati vagina Debby hingga bersih, Theo menengadah.</div><div style="text-align: justify;">"Pipis Debby enak banget! Kecut. Agak asin. Tapi ada manisnya!" jawabnya.</div><div style="text-align: justify;">"Suka ya minum pipis, Debby?"</div><div style="text-align: justify;">"Suka banget! Mau pipis lagi?"</div><div style="text-align: justify;">"Hmm.." kata gadis itu dengan manja. Merajuk.</div><div style="text-align: justify;">"Benar suka?" sambungnya.</div><div style="text-align: justify;">"Suka! Ini tanda sayang dan suka," kata Theo sambil menunduk dan mengulum sebelah bibir luar vagina gadis itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby tertawa kecil. Senang. Bangga. Merasa dimanjakan. Tersanjung karena telah merasakan nikmatnya menjepit kepala guru matematikanya di pangkal pahanya. Nikmat yang baru pertama kali ia rasakan. Tapi tiba-tiba bola matanya terbuka lebar ketika melihat Theo membungkuk melepaskan celana sekaligus celana dalamnya dengan sekali tarikan. Dalam hitungan detik, celana itu teronggok di atas karpet. Dan ia bergidik melihat batang kemaluan gurunya. Batang kemaluan berwarna cokelat. Panjangnya kira-kira 15 cm. Batang kemaluan itu hanya berjarak setengah meter dari matanya. Dan karena baru pertama kali melihat kemaluan lelaki, gadis remaja itu terkesima. Kelopak bola matanya terbuka lebar ketika ia mengamati urat-urat berwarna biru kehijauan yang terlihat menghiasi kulit batang kemaluan itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo menarik pinggul Debby hingga sedikit melewati pinggir sofa. Lalu ia mengarahkan batang kemaluannya ke vagina gadis itu. Debby tekejut. Dengan refleks ia menarik pinggulnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Debby masih virgin, Theo," katanya setengah berbisik. Nadanya memelas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo terpana mendengarnya. Sejak awal mencumbuinya, ia memang sudah menduga bahwa gadis itu masih perawan. Terutama karena ia merasakan celah yang sangat sempit ketika menyusupkan lidahnya di antara bibir vagina gadis itu. Tapi bila mengingat keberaniannya menggoda dengan cara merenggangkan kedua lututnya, ia menjadi ragu-ragu. Apalagi karena muridnya itu berani bersekolah tanpa celana dalam. Setelah menarik nafas panjang, diraihnya lengan kanan gadis itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aku tak akan melakukan hal-hal yang tidak Debby sukai. Aku pun tak akan menyakitimu," katanya dengan raut wajah tulus.</div><div style="text-align: justify;">"Tapi adik kecil ini sedang menderita, Debby," sambungnya sambil menunjuk batang kemaluannya yang terangguk-angguk.</div><div style="text-align: justify;">"Debby elus-elus ya. Kalau dibiarin, kasihan..!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu diletakkannya telapak tangan gadis itu di batang kemaluannya. Debby terkejut merasakan panas yang mengalir dari batang kemaluan itu ke telapak tangannya. Sejenak ia terlihat ragu. Ia menarik lengannya, tetapi Theo meraih dan meletakkannya kembali ke batang kemaluannya. Akhirnya batang kemaluan itu digenggamnya sambil menengadah menatap wajah lelaki yang disayanginya itu. Tak lama kemudian, ia menunduk kembali untuk mengamati batang kemaluan dalam genggamannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Sesekali agak diremas seperti begini," kata Theo mengajari.</div><div style="text-align: justify;">"Dan sesekali dimaju-mundurkan seperti ini," sambungnya sambil menggerakkan tangan gadis itu maju-mundur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby mulai mengelus-elus. Ada sensasi yang menggelitik dirinya ketika merasakan kehangatan batang kemaluan itu di ujung jari-jari tangannya. Ia mendekatkan wajahnya untuk mengamati urat-urat berwarna kehijauan yang semakin menggelembung di ujung jarinya. Lalu ia mulai menggenggam dan memaju-mundurkan telapak tangannya. Dan ketika mendengar lelaki itu menarik nafas panjang, ia menengadah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kenapa? Sakit?"</div><div style="text-align: justify;">"Enak!"</div><div style="text-align: justify;">"Enak?!"</div><div style="text-align: justify;">"Enak banget! Apalagi kalau pakai dua tangan."</div><div style="text-align: justify;">"Begini?" tanya gadis itu sambil menggenggamkan kedua telapak tangannya.</div><div style="text-align: justify;">"Ya, ya, begitu, oohh!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby menjadi bersemangat. Ia merasa senang karena dapat memberikan sesuatu yang menyenangkan kepada gurunya itu. Ia ingin membalas kenikmatan yang telah ia dapatkan. Apalagi sikap lelaki itu penuh pengertian. Tak ada sikap memaksa ketika ia mengatakan bahwa ia masih virgin. Ia hanya diminta untuk mengelus-elus dan sesekali meremas batang kemaluan itu. Oleh karena itu, tangannya mulai digerakkan maju dan mundur, dari leher batang kemaluan hingga ke pangkalnya. Wajahnya semakin mendekat karena ia ingin mengamati cendawan yang menghiasi batang kemaluan itu. Cendawan yang semakin lama semakin berwarna merah tua. Dielus-elusnya pula cendawan itu dengan ujung jari jempolnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bersambung...</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-32784489418228950592011-12-20T10:02:00.002-08:002011-12-20T10:02:56.965-08:00Murid dan Guru 1: Nakalnya Lidah Debby - 4<div style="text-align: justify;">"Ooh.., nikmat, Sayang!"</div><div style="text-align: justify;">"Kalau diremas seperti ini, nikmat nggak?" tanya gadis itu sambil meremas biji kemaluan Theo.</div><div style="text-align: justify;">"Ooh, ya, ya!" sahut Theo sambil meletakkan kedua belah telapak tangannya di atas kepala gadis itu.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Lalu dengan tarikan yang sangat lembut, ia menarik kepala itu agar semakin mendekat ke batang kemaluannya. Debby tidak menolak tarikan lembut di kepalanya karena batang kemaluan itu terlihat sangat indah dan menarik. Ia pun dapat merasakan batang kemaluan itu berdenyut di telapak tangannya, seperti bernafas. Ada sensasi yang mulai menggelitiki saraf-saraf birahi di sekujur tubuhnya ketika ia mengamati batang kemaluan itu. Sensasi itu membuat ia tak menyadari bahwa batang kemaluan yang digenggamnya hanya tinggal berjarak kira-kira 20 cm dari mulutnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Theo, ada sedikit pipis di lubang ini."</div><div style="text-align: justify;">"Bukan pipis sayang. Itu lendir enak."</div><div style="text-align: justify;">"Enak?"</div><div style="text-align: justify;">"Ya, enak!" jawab Theo sambil memegang jari jempol yang baru saja mengusap-usap lubang kemaluannya.</div><div style="text-align: justify;">"Coba deh dicicipi," sambungnya.</div><div style="text-align: justify;">"Hmm.." gumam Debby ketika menjilat ujung jarinya.</div><div style="text-align: justify;">"Enak 'kan?!"</div><div style="text-align: justify;">"Enak!"</div><div style="text-align: justify;">"Cicipi lagi! Jangan pakai jari. Langsung pakai lidah!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby menengadah. Ia sangat ingin menyenangkan hati gurunya itu, tetapi ragu-ragu untuk melaksanakannya. Sesaat, ia manatap bola mata lelaki yang disayanginya itu. Dilihatnya binar-binar ketulusan cinta. Tak ada tersirat niat untuk menyakiti. Lalu ia menunduk dan mendekatkan bibirnya ke bagian tengah cendawan itu. Lidahnya terjulur dan ujungnya mengoles sisa lendir yang masih tersisa. Sambil memejamkan mata, ia mencicipinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Enak 'kan?!" Debby menengadah kembali. Ia mengangguk sambil tersenyum malu.</div><div style="text-align: justify;">"Sekarang dicium dan dijilat-jilat biar lendirnya keluar lagi! Dan jangan terkejut kalau nanti tiba-tiba ada segumpal lendir yang muncrat ya, Sayang."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby menunduk kembali, dan tanpa keraguan lagi dikulumnya cendawan itu. Leher kemaluan itu dijepitnya dengan bibirnya sambil mengoles-oleskan lidahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo mendesah. Setelah menghirup udara yang memenuhi rongga dadanya, ia menunduk. Matanya berbinar menatap takjub. Nafasnya tertahan menatap seorang gadis belia yang cantik dan seksi sedang berjongkok sambil menghisap-hisap dan mengulum kepala batang kemaluannya. Darahnya mendidih menatap gadis yang berjongkok dengan gaun bagian atas dan bawah bertumpuk terlipat-lipat di pinggangnya yang ramping. Matanya nanar menatap buah dada yang belum sepenuhnya mekar. Sejuta pesona ia rasakan melihat seorang gadis yang sedang berjongkok di hadapannya dengan paha terkangkang. Indah sekali!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Argh.., aduuhh..!" desah Theo sambil menekan bagian belakang kepala gadis itu lebih keras. Setengah batang kemaluan telah masuk ke dalam mulut mungil itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby menengadah karena mendengar desahan itu. Ia merasa khawatir karena giginya menggesek kulit kemaluan yang sedang dikulumnya. Tapi lelaki yang telah memberinya kenikmatan itu ternyata hanya meringis. Ia masih menengadah ketika merasakan lagi tekanan di bagian belakang kepalanya, tekanan yang membuat ia menelan batang kemaluan itu lebih dalam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo mengusap-usap rambut gadis remaja itu. Perlahan-lahan, ditariknya kemaluannya hingga hanya cendawan kemaluannya yang masih tersisa. Dan dengan perlahan-lahan pula, didorongnya kembali batang kemaluannya. Diulangnya gerakan itu beberapa kali sambil mengamati bibir mungil yang melingkari batang kemaluannya. Setelah yakin bahwa gadis itu telah terbiasa dengan gerakan batang kemaluannya, tiba-tiba didorongnya lagi dengan keras hingga bibir mungil itu menyentuh bulu-bulu di pangkal kemaluannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby terkejut. Nafasnya terhenti sesaat. Ia tersendat karena ujung batang kemaluan itu menyentuh kerongkongannya. Sebelum ia sempat meronta, dengan cepat batang kemaluan itu telah bergerak mundur kembali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Nggak apa-apa 'kan sayang," kata Theo membujuk sambil mengusap-usap pipi gadis remaja itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby ingin mengatakan 'jangan ulangi', tapi kata-kata itu tak terucapkan karena cendawan itu masih tersisa di bibirnya. Ia menengadah. Sejenak mereka saling tatap. Dan ia melihat sorot mata yang memancarkan kenikmatan birahi, seolah memohon untuk dipuaskan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena merasa tak tega untuk menolak, kembali cendawan itu dihisapnya. Mungkin karena aku belum terbiasa, katanya dalam hati. Akhirnya ia memutuskan untuk memberi kenikmatan total. Kenikmatan sebesar kenikmatan yang telah ia dapatkan. Bila mungkin, ia akan memberi melebihi dari apa yang telah ia nikmati. Percintaan yang membara adalah percintaan yang pasrah dalam memberi, bisik hatinya. Percintaan yang lebih mementingkan kenikmatan pasangannya dari pada kenikmatan dirinya sendiri. Dan ia akan pasrah memberi agar guru yang disayanginya itu dapat pula meraih puncak kenikmatannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu batang kemaluan itu dikeluarkannya dari mulutnya. Ia ingin totalitas. Oleh karena itu, beberapa detik kemudian, ia mulai menjilati batang kemaluan itu hingga ke pangkalnya. Bahkan ujung lidahnya beberapa kali menyentuh biji kemaluan itu. Semakin sering lidahnya menyentuh, semakin keras pula didengarnya dengusan nafas lelaki yang disayanginya itu. Ketika merasakan jambakan lembut di kepalanya, tanpa ragu, dihisap-hisapnya biji kemaluan itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia semakin bersemangat karena merasakan erotisme yang luar biasa ketika batang kemaluan itu menggesek-gesek ujung hidungnya. Ada sensasi yang membakar pori-pori di sekujur tubuhnya ketika bulu-bulu di biji kemaluan itu bergesekan dengan lidahnya! Gesekan itu merangsang lidahnya melata ke arah bawah untuk mengecup dan menjilat-jilat celah sempit antara biji kemaluan dan lubang dubur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aarrgghh..!" desah Theo ketika merasakan lidah muridnya itu menjilat-jilat semakin liar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahkan ia mulai merasakan bibir gadis itu mulai mengisap-isap celah di dekat lubang duburnya. Sangat dekat dengan lubang duburnya! Dan sesaat ia berhenti bernafas ketika merasakan ujung lidah gadis itu akhirnya menyentuh lubang duburnya. Ia menggigil merasakan nikmat yang mengalir dari ujung lidah itu. Nikmat yang bahkan tidak pernah ia dapatkan dari isterinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebelumnya ia tidak pernah merasakan lidah menyentuh lubang duburnya. Apalagi lidah seorang gadis remaja yang cantik dan seksi. Matanya terbeliak ketika merasakan tangan gadis itu membuka lipatan daging di antara bongkah pantatnya. Hanya bagian putih di bola matanya yang terlihat ketika ia meresapi nikmatnya lidah gadis itu saat menyentuh lubang duburnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Oorgh.., aarrgghh.. Nikmat, Sayang!" desah Theo sambil menggerakkan pinggulnya menghindari jilatan-jilatan di duburnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia sudah tak kuat menahan kenikmatan yang mendera tubuhnya. Cendawan batang kemaluannya sudah membengkak. Lalu ia mengarahkan batang kemaluannya ke mulut gadis itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aku sudah tak tahan, Debby!!" sambungnya sambil menghunjamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby tersendat kembali ketika merasakan cendawan itu menyumbat kerongkongannya. Tapi sudah tidak menyebabkan rasa mual seperti ketika pertama kali tersendat. Dan ketika batang kemaluan itu bergerak mundur, ia mengisap cendawannya dengan keras hingga terdengar bunyi 'slurp'. Kedua telapak tangannya mengusap-usap bagian belakang paha lelaki itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu ia kembali menengadah. Mereka saling tatap ketika batang kemaluan itu kembali menghunjam rongga mulutnya. Telapak tangannya ikut menekan bagian belakang paha lelaki itu. Kepalanya ikut maju setiap kali batang kemaluan itu menghunjam mulutnya. Ia merinding setiap kali ujung cendawan itu menyentuh kerongkongannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aarrgghh.., Debby, aku sudah mau keluar. Mau pipis, aarrgghh..! Telan sayang. Telan lendir enaknya ya!"</div><div style="text-align: justify;">"Hmm.." sahut gadis itu sambil mengangguk.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo semakin tegang setelah melihat anggukan itu. Sendi-sendi tungkai kakinya menjadi kaku. Nafasnya mengebu-gebu seperti seorang pelari marathon. Sebelah tangannya menggenggam kepala gadis itu, dan yang sebelah lagi menjambak. Pinggulnya bergerak seirama dengan tarikan dan dorongan lengannya di kepala gadis itu. Hentakan-hentakan pinggulnya membuat gadis itu terpaksa memejamkan matanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Batang kemaluannya sudah menggembung. Lendir berwarna putih susu terasa bergerak dengan cepat dari kantung biji kemaluannya. Ia berusaha untuk menahannya. Tapi semakin ia berusaha, semakin besar tekanan yang menerobos saluran di kemaluannya. Akhirnya ia meraung sambil menghunjamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya. Berulang kali. Ditariknya, dan secepatnya dihunjamkan kembali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aarrgghh.., aduuh! Aarrgghh..!" raung Theo sekeras-kerasnya ketika ia merasakan air maninya muncrat 'menembak' kerongkongan gadis itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesaat ia merasa kejang. Dibiarkannya batang kemaluannya terbenam. Tangannya mencengkeram kepala gadis itu dengan keras karena tak ingin kepala itu meronta. Ia tak ingin kepala itu terlepas ketika ia sedang berada pada puncak kenikmatannya. Keinginan itu ternyata menjadi kenikmatan ekstra, yaitu kenikmatan karena 'tembakannya' langsung masuk ke kerongkongan gadis itu. 'Tembakan' itu akan membuat kerongkongan itu agak tersendat sehingga air maninya akan langsung tertelan. Setelah 'tembakan' pertama, ia masih merasakan adanya tekanan air mani di saluran lubang kemaluannya. Maka dengan cepat ia menarik batang kemaluannya, dan menghunjamkannya kembali sambil 'menembak' untuk yang kedua kalinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Hisap sayang, aarrgghh..! Aarrgghh..!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ditariknya kembali batang kemaluannya. Tapi sebelum kembali menghunjamkannya, ia merasakan gigitan di leher batang kemaluannya. Ia pun berkelojotan ketika merasakan gigitan itu disertai kuluman lidah. 'Tembakan' kecil masih terjadi beberapa kali ketika lidah gadis itu mengoles-oles lubang kemaluannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ooh.., nikmatnya!" gumam Theo sambil membelai-belai kedua belah pipi gadis itu. Belaian mesra yang mengalir dari lubuk hatinya yang paling dalam. Belaian ungkapan kasih sayang dan tanda terima kasih!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sambil menengadah dan membuka kelopak matanya, Debby terus mengulum dan menjilat-jilat. Tak ada lendir berwarna susu yang mengalir dari sudut bibirnya. Tak ada setetes pun yang menempel di dagunya. Dan tak ada pula lendir yang tersisa di cendawan kemaluan Theo! Bersih. Semua ditelan! Gadis belia itu 'membayar' tuntas kenikmatan yang ia dapatkan sebelumnya!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tak lama kemudian, Theo menghempaskan pinggulnya ke atas karpet. Ia merasa sangat lemas. Lunglai. Ia tak mampu berdiri lebih lama lagi. Debby tersenyum puas. Ia pun bangkit dari sofa, dan kemudian duduk di pangkuan Theo. Kedua belah kakinya melingkari pinggang lelaki yang masih terengah-engah itu. Posisi duduknya menyebabkan vaginanya bersentuhan dengan batang kemaluan yang mulai mengkerut. Terasa hangat dan mesra.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Puas?" tanya gadis itu.</div><div style="text-align: justify;">"Puas banget!" jawab Theo.</div><div style="text-align: justify;">"Enak lendirku?" sambungnya.</div><div style="text-align: justify;">"Enak banget!"</div><div style="text-align: justify;">"Mau lagi?"</div><div style="text-align: justify;">"Ha?!" jawab Debby sambil mencubit pipi Theo dengan manja.</div><div style="text-align: justify;">"Kapan-kapan ya, kita nabung dulu."</div><div style="text-align: justify;">"Nabung apaan?"</div><div style="text-align: justify;">"Nabung pipis!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan mereka serentak tertawa. Renyah. Lalu saling berangkulan dengan mesra. Pipi mereka saling bersinggungan. Kedua belah tangan membelai-belai punggung pasangannya. Kemudian masing-masing berbisik langsung ke telinga pasangannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Theo suka pipis Debby!"</div><div style="text-align: justify;">"Debby suka pipis Theo!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-33261432072834378152011-12-20T10:02:00.001-08:002011-12-20T10:02:51.222-08:00Bu Henny dan Temannya 2<div style="text-align: justify;">Malam itu sungguh menjadi malam birahi yang panjang bagi kedua orang yang sedang mabuk seks itu. Begitu salah satu dari mereka merasa lemas mereka langsung menegak pil kuat pembangkit tenaga yang telah mereka siapkan. Belasan botol bir sudah habis ditegak Andi ditambah beberapa piring sate kambing untuk membuatnya selalu tegang dan panas. Barulah menjelang dini hari mereka terkapar lemas kemudian tertidur lelap tanpa busana. Kamar itupun tampak berantakan akibat permainan yang mereka lakukan di sembarang tempat, dari tempat tidur sampai kamar mandi, meja makan, sofa, lantai karpet, sampai toilet jongkok yang ada di kamar mandi.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Keesokan harinya mereka masih tampak terlelap sampai siang menjelang sore, tubuh mereka terasa penat dan malas.</div><div style="text-align: justify;">"Huuuaahhmm", terdengar Andi menguap.</div><div style="text-align: justify;">"Kamu sudah bangun sayang?", tanya Bu Henny begitu mendengar suara pemuda itu, ia lebih dahulu bangun untuk mengambil pesanan minuman yang ditaruh di meja teras samping kolam renang pribadi yang ada di villa itu. Secangkir kopi ia ambilkan untuk Andi lalu wanita itu beranjak keluar kamar menuju kolam renang di depan kamar mereka. Dengan bebas ia lalu membuka gaun tidur yang dikenakannya dan bermain di kolam renang itu. Andi hanya memperhatikan dari dalam kamar. Villa itu memang dibatasi oleh tembok tinggi bergaya tradisional Bali dengan halaman yang luas. Gerbangnyapun dapat dikunci dari dalam sehingga aman bagi tamu dari gangguan. Mereka juga telah memesan agar tidak diganggu selama hari pertama sampai ketiga agar mereka dapat menikmati kepuasan yang mereka inginkan itu secara maksimal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Andi memandang tubuh Bu Henny dari kejauhan sambil membayangkan apa yang telah diraihnya dari wanita paruh baya yang telah bersuami itu. Betapa beruntungnya ia yang hanya seorang biasa pegawai perusahaan swasta itu dapat menggauli istri pejabat tinggi pemerintah yang biasanya sangat sulit didapatkan orang lain. Seleranya pada wanita dewasa yang berumur jauh di atasnya menjadikan pemuda itu sangat menikmati hubungan gelapnya dengan Bu Henny. Tubuh wanita itu putih mulus dengan wajah manis menggairahkan, buah dada yang begitu menantang dengan ukuran yang besar ditambah lagi dengan goyang tubuhnya yang aduhai menjadikannya benar-benar sempurna di mata Andi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari jauh ia menatap tajam ke arah Bu Henny yang kini duduk di pinggiran kolam itu, tampak jelas saat wanita itu sedikit mengangkang memperlihatkan daerah kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Itu adalah bagian yang paling disukai Andi, dalam setiap hubungan seks yang mereka lakukan Andi tak pernah sekalipun melewatkan kesempatannya untuk menjilati daerah itu. Aromanya yang khas dengan permukaan bibir vagina yang merah merekah menjadikannya selalu tampak menantang dan membangkitkan nafsu birahi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Umur Bu Henny sudah lebih dari empat puluh tahun justru menambah gairah pemuda itu, ia merasa benar-benar mendapatkan apa yang ia inginkan dari Bu Henny. Gairah dan nafsu birahi yang selalu membara, kedewasaan berfikir maupun teknik bermain cinta yang begitu ia sukai semua ia dapatkan darinya. Kehangatan tubuh wanita bersuami itu sungguh cocok dengan selera Andi. Kehangatan yang tak pernah sekalipun ia dapatkan dari wanita muda, apalagi ABG yang sok seksi seperti yang banyak terdapat di kota-kota besar. Ia sudah bosan dan muak dengan anak-anak kecil yang murahan dan hanya mengenal seks secara pas-pasan itu. Namun hubungannya dengan Bu Henny kini seperti memberinya pengalaman lebih tentang seks dan segala misteri yang ada di dalamnya. Teknik-teknik menikmati senggama yang sebelumnya hanya ia baca dari buku tuntunan seks itu kini dapat ia praktikkan dan rasakan kenikmatannya dari tubuh Bu Henny. Bahkan Bu Henny seperti menuntunnya ke arah kesempurnaan teknik seks yang hari demi hari semakin terasa memabukkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa saat memandangi tubuh bugil itu membuat Andi kembali terangsang. Iapun kemudian beranjak bangun dari tempat tidur dan menyambar sebuah handuk lalu berjalan menghampiri Bu Henny di pinggir kolam itu. Sambil tersenyum Bu Henny menyambutnya dengan sebuah kecupan mesra, Andi merangkulnya dari belakang dan dengan perlahan kemudian mereka masuk ke kolam dan berenang dengan bebas. Mereka asik bermain dengan air, saling menyiram sambil sesekali menggelitik daerah vital. Keduanya bercanda puas dengan sangat bebas. Dunia bagaikan milik mereka berdua di tempat itu. Bu Henny memang sengaja memesan villa dengan bangunan dan lokasi khusus yang jauh dari keramaian, dengan segala fasilitas yang bersifat pribadi seperti kolam, taman dan pantai pribadi yang tertutup untuk tamu lain semua menjadi milik mereka berdua. Dengan sepuas hati mereka menghabiskan sisa waktu siang hari itu untuk bermain di kolam maupun di pantai, berenang kemudian saling berkejaran di pantai dan taman villa itu. Tak ketinggalan mereka melakukan hubungan seks yang cukup seru di kolam renang, hingga hari itu mereka benar-benar sangat ceria.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Senjapun tiba, kedua manusia yang dimabuk nafsu birahi itu rupanya sudah terlalu lelah untuk kembali melakukan senggama seperti yang mereka perbuat kemarin. Kini keduanya tampak duduk di sebuah sofa di teras villa itu sambil menikmati snack dan minuman ringan yang mereka pesan. Beberapa saat kemudian dua orang pelayan hotel mengantarkan makan malam yang mewah sekalian menata kembali kamar yang berantakan oleh permainan seks yang mereka lakukan hari sebelumnya. Kedua orang pelayan itu seperti heran melihat keadaan kamar yang cukup berantakan, tapi sedikitpun mereka tak berani mengeluh ataupun bercanda pada kedua tamunya karena Bu Henny memang membayar villa termahal ditambah dengan kondisi khusus yang membuat mereka menjadi tamu terpenting yang paling dihormati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah menghabiskan makan malam yang besar dengan menu penuh gizi disertai minuman energi untuk pemulih tenaga itu mereka beranjak naik ke tempat tidur. Bu Henny menyalakan televisi dan memprogram sebuah film horor dari laser disc. Sejenak kemudian mereka sudah terlihat asik saling mendekap sambil menyaksikan film itu hingga larut malam sebelum lalu mereka tertidur saling mendekap mesra. Dua hari itu mereka habiskan dengan mengumbar nafsu birahi sepuas-puasnya hingga kini mereka perlu istirahat yang panjang untuk memulihkan stamina mereka. Hari ketiga mereka habiskan dengan membaca berita dari majalah yang disediakan hotel. Siang harinya mereka mengambil sebuah program hiburan menyelam di laut sekitar pulau itu untuk menyaksikan keindahan bawah laut berupa ikan hias dan karang yang beraneka ragam. Keduanya melakukan itu untuk melengkapi hiburang dan selingan dari tujuan utama mereka, meraih kepuasan seks bebas!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Masih di pulau kecil lepas pantai tenggara pulau Bali, Bu Henny dan Andi menghabiskan liburan satu minggu mereka. Keduanya terlihat asyik duduk menikmati matahari terbenam di ufuk barat. Warna kemerahan bercampur birunya laut semakin terlihat indah dengan terdengarnya lagu-lagu yang dimainkan grup hiburan hotel diiringi alat musik akustik spanyol yang eksotik. Pasangan itu mengambil tempat duduk di pojok kanan sebuah hamparan taman rumput dan bonsai yang indah, sedikit terpisah dari tamu yang lain. Mereka tampak sedang menikmati minuman ringan dan seporsi besar sea food berupa lobster dan soup kepiting kegemaran Andi. Sesekali keduanya tampak tertawa kecil bercanda ria membicarakan kisah-kisah lucu yang mereka alami.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa saat kemudian ketika mereka sedang asik bercanda seorang wanita cantik berumur kurang lebih sama dengan Bu Henny datang dari arah belakang mengejutkan mereka. Begitu dekat wanita itu langsung menepuk pundak Bu Henny yang sama sekali tak melihat kedatangannya.</div><div style="text-align: justify;">"Selamat malam pengantin baru", ucapnya pada Bu Henny, wanita itu langsung membalikkan badan terkejut mendapat sentuhan tiba-tiba itu. Tapi sesaat setelah mengetahui siapa yang datang, matanya tampak berbinar penuh keceriaan.</div><div style="text-align: justify;">"Eeeiiihh..., Rani..., aduuuh jantungku hampir copot..., uuuhh hampiiir aja aku mati kaget Ran, eh ngapain kamu di sini dan kok kamu tahu aku disini?".</div><div style="text-align: justify;">"Aduh Hen, aku tuh nyari kamu dari rumah sampai ke kolong jembatan tahu nggak, susaah banget".</div><div style="text-align: justify;">"lantas siapa yang ngasih info kalu aku di sini".</div><div style="text-align: justify;">"Lho kan kamu sendiri yang cerita sama aku sebelum berangkat, kalau kamu mau liburang ke sini".</div><div style="text-align: justify;">"Oh iya aku lupa".</div><div style="text-align: justify;">"Jelas lupa dong, lha kamu lagi bulan madu kayak gini gimana nggak lupa daratan?", sahut wanita itu menggoda Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;">"Idiiih kamu nyindir yah?, Awas tak jitak kamu", lanjut Bu Henny sambil mengacungkan tangannya ke arah wanita itu.</div><div style="text-align: justify;">"Jitak aja, ntar aku buka kartu kamu di suami kamu, ya nggak?", sergahnya tak mau kalah.</div><div style="text-align: justify;">"Alaa..., kalau yang itu sih lapor aja, aku sih sekarang sudah punya jagoan, ngapain takut mikirin si botak jelek itu, huh dasar tua bangka..., moga aja dia mati ketabrak kereta api di Luar negeri, toh paling dia juga lagi nyari jajanan di jalan tuh, siapa nggak tahu sih pejabat pemerintah..., eh ngomong-ngomong aku sampai lupa ngenalin Andi sama kamu, nih dia Arjunaku yang sering kuceritakan sama kamu, Ran. Andi ini Tante Rani, teman akrab ibu dari sejak di SMA dulu".</div><div style="text-align: justify;">"Halo Tante..., saya Andi", kata pemuda itu sambil mengulurkan tangan pada wanita rekan Bu Henny itu. Sejak tadi ia cuma memperhatikan kedua wanita yang tampak saling akrab itu.</div><div style="text-align: justify;">"Halo juga Andi, Bu Henny pernah juga cerita tentang kamu".</div><div style="text-align: justify;">"Eh Ran, kamu ngapain ke sini, pasti deh ada masalah penting di perusahaan, ada apa sih?" tanya Bu Henny penasaran pada Tante Rani, namun raut wajah wanita itu langsung berubah muram saat Bu Henny bertanya.</div><div style="text-align: justify;">"Aku ada masalah lagi sama suamiku, Hen", jawabnya sambil menunduk, wanita itu tampak sedih.</div><div style="text-align: justify;">"Ya ampuuun Ran, aku kan sudah bilang sama kamu seribu kali, kalau suami kamu bikin ulah, kamu harus balas. Jangan bodoh gitu dong ah, jangan sok setia begitu. Eh tahu nggak biar kamu nggak cerita sama aku, tapi aku sudah tahu masalah kamu. Pasti suami kamu nyeleweng lagi kan? Eh Ran, Kamu harus sadar tahu nggak, semua yang namanya pejabat itu bangsat, denger yah, bangsat, nggak bisa dipercaya. Kamu susah amat jadi orang setia. eeehh, suami kamu nikmat-enakan di luar sana tidur sama gadis-gadis muda, sadar Ran, kamu harus gitu juga, jangan kalah", oceh Bu Henny panjang pada Tante Rina yang masih tertunduk. Bu Henny melanjutkan omelan dan nasehatnya pada wanita itu dengan penuh amarah. Ia seperti tak tega jika teman baiknya itu dijadikan bulan-bulanan oleh sumai yang brengsek seperti umumnya pejabat pemerintah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Atau gini aja deh, aku nggak mau kamu jadi kusut kayak begini, sebagai sahabat dekat kamu, aku siap ngebantuin kamu supaya bisa ngelupain masalah ini, okay?", Bu Henny memberi alternatif pada Tante Rani yang sedari tadi hanya bisa terdiam seribu basa.</div><div style="text-align: justify;">Bu Henny melanjutkan kata-katanya dengan penuh semangat, "Okay Ran, ini mungkin akan ngejutin kamu, tapi itupun terserah apakah kamu mau terima atau tidak ini hanya ide, kalau kamu terima ya bagus kalaupun nggak juga nggak apa-apa kok, dengerin yah..", sejenak ia menghentikan kata-katanya lalu beberapa saat kemudian ia melanjutkan, "malam ini kamu boleh gabung sama kita berdua, maksudku Andi dan aku, aku nggak keberatan kok kalau Arjunaku harus melayani dua wanita sekaligus, toh aku sendiri rasanya nggak cukup buat dia, ya nggak An?" katanya sembari melirik pada Andi.</div><div style="text-align: justify;">Pemuda itu langsung terkejut, namun sebelum ia sempat berkata Bu Henny sudah kembali melanjutkan ocehannya, "Tapi, Bu..."</div><div style="text-align: justify;">"Alaa.., nggak pakai tapi tapi lagi deh, toh kamu juga pasti senang kan?, lagi pula ibu ingin lihat apa kamu sanggup ngalahin kita berdua".</div><div style="text-align: justify;">"Tapi Hen", sergah Tante Rani.</div><div style="text-align: justify;">"Eh kamu nggak usah malu-malu, pokoknya lihat saja nanti yah, ayo sekarang yang penting kita bisa senang sepuas puasnya, umbar dan raih kepuasan. Nggak ada yang berhak ngelarang kamu Ran", lanjut Bu Henny tak mau mengalah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara Andi dan Tante Rani hanya terdiam dan saling melirik. Andi yang sejak pertama telah memperhatikan bentuk tubuh Tante Rani yang tak kalah indah dari Bu Henny kini merasakan dadanya berdebar keras. Sudah tergambar di benaknya tubuh dua wanita paruh baya yang sama-sama memiliki tubuh bahenol itu akan ia tiduri sekaligus dalam satu permainan segi tiga yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Dua orang istri pejabat pemerintah dengan wajah cantik manis dan kulit yang putih mulus itu akan ia nikmati sepuas hati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Belum sempat ia berpikir banyak, Bu Henny tiba-tiba memecahkan keheningan.</div><div style="text-align: justify;">"Heh ngelamun kalian berdua yah, ntar aja di kamar lihat kenyataannya pasti asiiik, ya nggak. Sekarang ayoh pesen minuman lagi", katanya sambil melambaikan tangan pada pelayan bar.</div><div style="text-align: justify;">"Dua bir lagi yah, kamu apa Ran, oh yah kamu kan nggak biasa minum".</div><div style="text-align: justify;">"Apa aja deh, Hen".</div><div style="text-align: justify;">"Kasih Gin Tonic aja deh Mas", lanjut bu Henny pada pelayan itu.</div><div style="text-align: justify;">"Baik Bu, saya ulangi, Dua Bir dan Satu Gin Tonic", ulang si pelayan.</div><div style="text-align: justify;">Sesaat kemudian mereka telah terlihat asik berbincang sambil tertawa-tawa kecil. Beberapa botol minuman telah mereka habiskan hingga kini ketiganya tampak mulai mabuk. Pembicaraan mereka jadi ngolor ngidur tak karuan diselingi tawa cekikikan dari kedua wanita itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pukul setengah sepuluh lewat, mereka bertiga meninggalkan bar terbuka menuju ke villa tempat Andi dan Bu Henny. Ketiga orang itu tampak saling berpelukan sambil sesekali tangan-tangan nakal mereka saling mencubit. Obsesi mereka sudah dipenuhi bayangan yang sama akan apa yang segera akan mereka lakukan di kamar itu, hingga begitu masuk kamar ketiganya langsung saling menyerang di atas tempat tidur yang berukuran besar itu. Dengan nafsu menggelora dan nafas yang terdengar turun naik, ketiganya langsung saling melepas pakaian sampai mereka semua telanjang bulat dan memulai permainan segitiga itu. Andi berbaring telentang menghadap ke atas lalu dengan cepat Bu Henny menyambar kemaluan Andi dan mempermainkan penis yang telah setengah tegang itu dengan mulutnya. Ia mulai menjilat kepala penis sebesar buah ketimun itu dengan penuh nafsu, sementara itu Andi menarik pinggul Tante Rani dan menempatkan wanita itu mengangkang tepat di atas wajahnya sehingga daerah sekitar kemaluan wanita itu terjangkau oleh lidah dan bibir Andi yang siap menjilatinya. Pemuda itu menarik belahan bibir vagina Tante Rani dan mulai menjilat dengan lidahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Permainan segitiga itu mulai sudah, Bu Henny mengkaraoke penis Andi dan pemuda itu memainkan lidah dan menyedoti daerah vagina Tante Rani. Suara desahan kini mulai terdengar memecah keheningan suasana malam itu. Decakan suara lidah Andi yang bermain dipermukaan vagina Tante Rani mengiringi desahan wanita itu yang menahan nikmat dari arah selangkangnya. Sementara itu Andi sendiri mulai merasakan kenikmatan dari penisnya yang keluar masuk mulut Bu Henny. Adegan itu berlangsung beberapa saat sebelum kemudian Bu Henny dengan bernafsu mengambil posisi menunggang di atas pinggul Andi dan langsung memaksukkan penis pemuda itu ke dalam liang vaginanya. "Sreeep blesss", penis besar dan panjang itu menerobos masuk ke dalam liang vagina Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;">"aahh..., enaak", desahnya begitu terasa penis itu membelah dinding vagina yang seperti terlalu sempit untuk penis pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lain halnya dengan Tante Rani yang sejak pertama terus mendesah keras menahan kenikmatan yang diberikan Andi lewat lidahnya yang menjilati seluruh dinding dan detil-detil alat kelamin wanita itu. Ukurannya tampak lebih tebal dari milik Bu Henny, belahan bibir vagina Tante Rani lebih lebar hingga liangnya tampak lebih nikmat dan menggairahkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mengimbangi kenikmatan dari lidah Andi, Tante Rani kini meraih buah dada Bu Henny yang bergelantungan berayun seiring gerakannya di atas pinggul Andi. Kedua wanita yang berada di atas tubuh pemuda itu saling berhadapan dan saling meraih buah dada dan saling meremas membuat adegan itu menjadi semakin panas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"ooouuuhh Hen, nikmat sekali ternyata..., ooohh kamu benar Hen ooohh sedot terus vagina Tante, And.., oooh enaak", jerit Tante Rani merasakan nikmat itu, nikmat di selangkangannya dan nikmat di buah dadanya yang teremas tangan Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;">"Kamu mau rasain yang ini Ran? uuuh, bakalan ketagihan kamu kalau udah kesentuh buah penis ini", Bu Henny menawarkan posisinya pada Tante Rani yang sejak tadi tampak heran oleh ukuran penis Andi yang super besar dan panjang itu. Ia kemudian mengangguk kegirangan sambil beranjak merubah posisi mereka. Matanya berbinar dengan perasaan setengah tak percaya ia memandangi buah penis itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Uhh besarnya penis ini Hen, pantas kamu jadi gila seks seperti ini.., ooh", serunya keheranan.</div><div style="text-align: justify;">"Ayolah segera coba..", kata Bu Henny sambil menuntun pinggul wanita itu menuju ke arah penis yang sudah tegang dan keras itu. Namun sebelumnya ia menyempatkan diri menjilati vagina Tante Rani yang tampak merah menggairahkan itu.</div><div style="text-align: justify;">"Aduuuh Ran, bagusnya bentuk vagina kamu..", seru wanita itu sambil menjulurkan lidahnya ke arah kemaluan Tante Rani. Sejenak ia menyempatkan diri memberi sentuhan lidahnya pada vagina Tante Rani.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Iiihh kamu Hen, aku udah nggak sabar nih katanya sambil menggenggam batang kemaluan Andi. Kemudian dengan gesit di tuntunnya penis itu sampai permukaan vaginanya yang tampak basah oleh air liur Andi dan Bu Henny Dan.., "Sreeettt", "Auuuwwww Andiii..., vaginaku rasanya robek Henny aduuuh..", jeritnya tiba-tiba saat merasakan penis Andi yang menerobos masuk liang vaginanya. Lubang itu terasa sangat sempit hingga ia merasakan sedikit perih seperti waktu merasakan pecah perawan di malam pengantin barunya dulu. Namun beberapa saat kemudian ia mulai merasakan kenikmatan maha dahsyat dari penis besar itu. Ia mulai bergoyang perlahan, rasa perih telah berubah menjadi sangat nikmat.</div><div style="text-align: justify;">"uuuhh..., aahh..., ooohh enaakkk, Andi ooohh Hen, baru pertama kali aku ngerasain penis segede ini Hen, ooohh pantas kamu begitu senang berselingkuh..., oooh Hen..., aku bakalan ketagihan kalau seperti ini nikmatnya..., ooohh", wanita itu mulai mengoceh saat menikmati penis besar Andi yang keluar masuk liang vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara Bu Henny kini menikmati permainan lidah Andi pada permukaan vaginanya yang berada tepat di atas wajah pria itu. Andi sesekali menyedot keras clitoris Bu Henny yang merah sebesar biji kacang di celah vaginanya hingga wanita itu berteriak geli. Dua orang wanita itu kembali saling meremas buah dada. Keduanya dalam posisi berhadap-hadapan. Tangan Andipun sebelah tak mau ketinggalan meremas sebelah susu Bu Henny yang tak sempat diremas Tante Rani. Bergilir diraihnya payudara montok kedua wanita yang menidurinya itu. Penisnya yang tegang terus keluar masuk oleh gerakan naik turun Tante Rani di atas pinggulnya. Goyangan wanita itu tak kalah hebatnya dengan Bu Henny, ia sesekali membuat putaran pada poros pertemuan kemaluannya dengan penis Andi sehingga kenikmatan itu semakin sensasional. Namun itu hanya dapat ia tahan selama lima belas menit, ketika Andi ikut menekan pinggangnya ke atas menghantam posisi Tante Rani, wanita itu berteriak panjang dengan vagina yang berdenyut keras dan cairan kelamin yang tiba-tiba meluncur dari dasar liang rahimnya.</div><div style="text-align: justify;">"ooohh Anndiii Taantee keluaarr..., ooohh enaak, Henny aku nggak kuat lagi ooohh..., nikmatnya penis ini..., ooh enaakkk", teriaknya panjang sebelum kemudian terkapar disamping Andi dan Bu Henny yang masih ingin melanjutkan permainan itu. Andi bangkit sejenak dan memberikan ciuman pada Tante Rani, lau mengatur posisi baru dengan Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ayo Bu, kita lanjutin mainnya.., istirahat dulu ya Tante", seru Andi pada Tante Rani.</div><div style="text-align: justify;">"Baiklah, aku mau lihat kalian main aja", jawabnya sembari kemudian berbaring memandangi Andi dan Bu Henny yang kini saling tindih meraih kepuasan. Kedua orang itu sengaja menunjukkan gaya-gaya bermain yang paling hot hingga membuat Tante Rani terheran-heran menyaksikannya. Goyangan tubuh Bu Henny yang begitu gesit di atas tubuh Andi sementara pemuda itu memainkan buah dada besar Bu Henny yang bergelantungan dengan penuh nafsu. Suara desah nafas yang saling memburu dari keduanya terdengar sangat keras dan terpatah-patah akibat menahan kenikmatan dahsyat dari kedua kemaluan mereka yang beradu keras saling membentur yang menimbulkan bunyi decakan becek. Daerah sekitar kemaluar mereka tampak telah basah oleh cairan kelamin yang terus mengalir dari liang vagina Bu Henny hingga semakin lama Andi merasakan dinding kemaluan Bu Henny semakin licin dan nikmat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Oh anak muda ini begitu perkasanya...", benak Tante Rani berkata kagum pada pemuda itu. Ia begitu heran melihat keperkasaan Andi dalam bermain seks. Begitu tegarnya anak itu menggoyang tubuh bongsor Bu Henny yang bahenol itu. Andi seperti tak tergoyahkan oleh lincahnya pinggul wanita paruh baya yang bergoyang di atasnya penuh nafsu. Bahkan liang vagina Bu Henny yang sudah punya dua orang anak remaja itu seperti tak cukup besar untuk menampung batang penis Andi yang keluar masuk bak rudal nuklir. Bahkan kini hanya beberapa menit saja mereka bermain Bu Henny sudah tampak tak dapat lagi menguasai jalannya permainan itu. Wanita itu kini mendongak sambil menarik rambutnya untuk menahan rasa nikmat yang begitu dahsyat dari liang vaginanya yang terdesak oleh penis pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;">"Auuuhh..., ooohh..., mati aku Ran..., enaak..., ooohh..., Andi sayaang..., oooh remas terus susu ibu An", teriak wanita itu sembari menggelengkan kepalanya liar kekiri dan kanan untuk berusaha menahan rasa klimaks yang diambang puncaknya itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Rani semakin terpesona melihat gerakan liar Bu Henny yang tampak begitu menggodanya untuk kembali mencoba tubuh Andi. Bu Henny tampak begitu menikmatinya dengan maksimal sampai sehisteris seperti yang ia lihat. Keinginannya seperti bangkit kembali untuk mencoba lagi kenikmatan dahsyat dari buah penis besar yang kini tambak semakin bengkak dan keras itu. Menyaksikan hal itu ia lalu bangkit dan mendekati kedua orang yang sedang bermain itu. Andi menyambut Tante Rani dengan mengulurkan tangannya ke arah vagina wanita itu, ia langsung meraba permukaannya yang masih basah oleh caiiran kelamin, lalu dua jarinya masuk ke liang itu dan mengocok-ngocoknya hingga membuat Tante Rani merasa sedikit nikmat. Wanita itu membalas dengan kecupan ke arah mulut Andi hingga mereka saling mengadu bibir dan menyedot lidah. Permainan itu menjadi seru kembali oleh teriakan nyaring Bu Henny yang kini terlihat sedang berada menjelang puncak kenikmatannya. Goyang tubuhnya semakin liar dan tak karuan sampai kemudian ia berteriak panjang bersamaan dengan menyemburnya cairan hangat dan kental dari dalam rongga rahim wanita itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"ooouuu..., aakuu keeeluaarr..., aahh enaak..., oooh..", jeritnya dengan tubuh yang tiba-tiba kejang kemudian lemas tak berdaya.</div><div style="text-align: justify;">"Ouuuh hebatnya anak muda ini", benak Tante Rani kagum pada Andi setelah berhasil membuat Bu Henny terkapar.</div><div style="text-align: justify;">"Sialan Ran, aku kok cepat keluar kayak gini yah?", seru Bu Henny sambil melepas gigitan bibir vaginanya pada penis Andi yang masih keras dan perkasa itu.</div><div style="text-align: justify;">"Memang kamu bener-bener jago Andi..., beri Tante kesempatan lagi buat menikmatinya..., ooohh, sini kamu yang di atas dong sayang", ajak Tante Rani setelah Bu Henny selesai dan menyamping.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia kemudian berbaring pasrah membiarkan pemuda itu menindihnya dari arah atas. Andi sejenak memegangi kemaluannya yang masih tegang dan kemudian dengan perlahan mencoba masuk lagi ke dalam liang vagina Tante Rani. Wanita itu mengangkat sebelah kakinya agak ke atas dan menyamping hingga belahan vagina itu tampak jelas siap dimasuki penis Andi. Ia langsung terhenyak dan mendesah panjang saat kembali dirasakannya penis itu menerobos masuk melewati dinding vaginanya yang terasa sempit.</div><div style="text-align: justify;">"Ohh..., yang pelan aja An..., enaakknya", pinta Tante Rani sambil meresapi setiap milimeter pergesekan dinding vaginanya dengan buah penis Andi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Andi mulai bergoyang dengan perlahan seperti yang diinginkan wanita itu. Tante Rani meremas sendiri buah dadanya yang ranum sementara Andi meraih kedua kakinya dan membentangkannya ke arah kiri dan kanan sehingga membuka selangkangan wanita itu lebih lebar lagi. Tak ayal gaya itu membuat Tante Rani berteriak gila menahan nikmatnya penis Andi yang terasa lebih dalam masuk dan membentur dasar liang vaginanya yang paling dalam.</div><div style="text-align: justify;">"Aahh..., ooohh hebatnya kamu Andi..., ooohh Henny nikmat sekali hennn..., ooouuuhh enaakk..., oooh genjotlah yang keras An..., oooh semakin nikmat ooohh pintaar..., ooohh yaahh..., mm..., lezaatt..., ooohh Andi..., pantas kamu senang sama dia Hen..., ooohh ampuuun enaknya..., oohh pintar sekali kamu Andi..., ooohh", desah Tante Rani setengah berteriak. Pantatnya ikut bergoyang mengimbangi kenikmatan dari hempasan tubuh Andi yang kian menghantam keras ke arah tubuhnya. Penis besar itu benar-benar memberinya sejuta sensasi rasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Kenikmatan dahsyat yang membuatnya lupa diri dan berteriak seperti orang gila.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dijambaknya sendiri rambutnya yang tergerai indah sampai ia terlihat seperti orang yang sedang dimasuki roh setan. Tiba-tiba ia berguling dan segera menindih tubuh pemuda itu dan menggoyang turun naik sambil berjongkok. Jari telunjuknya berusaha meraba daerah kemaluannya sendiri untuk membuat clitoris sebesar biji kacang di celah bibir kewanitaannya mendapat sentuhan lebih banyak lagi dari kulit tebal penis Andi yang terasa begitu nikmat membelai permukaan vaginanya. Hempasan demi hempasan dari tubuh pemuda itu berusaha diimbanginya dengan berteriak menahan nikmatnya benturan penis Andi. Sesekali ia membalas dengan juga menghempaskan tubuh dan pantatnya dengan keras, namun gerakan itu justru semakin membuatnya tak dapat bertahan. Kenikmatan maha dahsyat itu kembali membuatnya menggapai puncak permainan untuk yang kedua kalinya. Tak dapat ditahannya akibat dari sebuah genjotan keras yang membuat clitoris sebesar biji kacang di celah vaginanya masuk ke dalam liang itu dan tersentuh kedahsyatan penis Andi yang perkasa. Dengan sepenuh tenaga ia berteriak keras sekali sambil menghempaskan tubuhnya yang bahenol itu sekeras-kerasnya.</div><div style="text-align: justify;">"Aooowww..., ooohh..., aku keluaar lagiii..., ooohh enaak Andiii..., ooohh uuuhh..., air maniku tumpah..., ooohh, nikmat sekali ooohh..., nanti main lagi aahh", teriaknya panjang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Andi merasakan denyutan keras pada vagina Tante Rani yang sekaligus menyemburkan cairan hangat dan memenuhi rongga vagina itu. Liang kemaluan itu berubah menjadi sangat licin dan nikmat hingga Andi terangsang untuk terus menggoyang pinggulnya. Direngkuhnya pinggul itu, ia mendekap erat sambil terus menggoyang memutar poros pantatnya hingga penisnya seperti mengaduk-aduk isi dalam vagina Tante Rani. Namun wanita itu merasakan kegelian yang dahsyat. Kenikmatan yang tadinya begitu hebat tiba-tiba berubah menjadi rasa geli yang seakan membuatnya ingin melepaskan penis Andi dari dalam vaginanya. Namun pemuda itu tampak semakin asik menggoyang dan menciumi sekujur tubuhnya penuh nafsu. Hingga tak dihiraukannya gerakan meronta Tante Rani yang berusaha melepaskan diri akibat rasa geli yang tak dapat ditahannya lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"aaww..., geeliii..., ampun sayang Tante nyerah lepasin Tante dong..., geliii", teriaknya memohon pada Andi. Dengan sedikit perasaan kecewa Andi menghentikan gerakannya, dan melepaskan pelukannya pada pinggul Tante Rani yang langsung saja terjatuh lemas.</div><div style="text-align: justify;">"Ohh. Tante nggak kuat lagi Andi.., ooh hebatnya kamu, sudah dua kali tante kamu bikin keluar, gila kamu. Benar-benar jantan, Hen, kamu sungguh beruntung..., ooohh nikmatnya", lanjutnya sambil membelai kemaluan Andi yang masih saja tegak tak tergoyahkan. Dikecupnya kepala penis itu dengan lembut lalu ia meraih batangnya dan tanpa diminta mengkaraoke pemuda itu. Andi tersenyum melihatnya lalu memberikan belaian pada rambut wanita itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara Bu Henny masih terpaku menyaksikan kehebatan Andi, tak pernah sebelumnya ia bayangkan seorang lelaki muda seperti Andi membuat dua orang wanita paruh baya seperti dirinya dan Tante Rani menyerah pada keperkasaan dan kejantanannya. Bahkan ia telah membuat Tante Rani meringis dan memelas memohon Andi untuk berhenti, betapa dahsyatnya keperkasaan pemuda itu. Kini ia hanya memandangi Tante Rani yang tengah berusaha melanjutkan birahi anak itu yang belum juga tuntas. Dilihatnya jam dinding, "Sudah jam satu dini hari, ia sanggup bertahan selama itu, ooohh hebatnya", batin Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiga jam lebih pemuda itu mampu bertahan dari serangan ganas kedua wanita dewasa itu. Kini dengan sisa tenaganya Tante Rani dan Bu Henny kembali mencoba memuaskan Andi. Bergilir mereka melakukan karaoke sambil menunggu saat vagina mereka siap untuk menerima masuknya penis besar Andi. Secara bergilir juga mereka memberi kesempatan pada Andi untuk menjilati daerah kemaluan mereka untuk kembali membangkitkan nafsu birahi itu. Dan beberapa saat kemudian mereka berhasil dan memulai lagi permainan segi tiga itu. Masih bergilir kedua perempuan itu saling menukar posisi untuk mengimbangi kekuatan Andi. Bergantian mereka meraih kenikmatan dari penis besar sang pemuda perkasa itu, beragam gaya mereka pakai agar tidak cepat keluar. Namun keperkasaan Andi memang benar-benar dahsyat hingga salah satu dari mereka yaitu Bu Henny kembali terkapar meraih puncak kenikmatan dari penis Andi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ohh Tante..., sebentar lagi saya keluar", kata Andi tiba-tiba saat memulai permainannya dengan Tante Rani setelah membuat Bu Henny terkapar.</div><div style="text-align: justify;">"Ohh kamu kuat sekali An, kalau nggak keluar sekarang mungkin Tante dan Bu Henny nggak sanggup lagi, Tante sudah kamu bikin keluar tiga kali, dan juga Bu Henny.., sekarang keluarin yah sayang..", rajuk Tante Rani pada pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;">"Baiklah Tante, saya nggak akan nahan lagi, ayo kita mulai", ajaknya sembari memeluk tubuh bugil Tante Rani dan langsung menusukkan kemaluannya dalam liang vagina wanita itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mereka kembali bermain, tapi kini dengan gerakan pelan dan mesra seperti dua orang yang saling jatuh cinta. Diiringi kecupan dan remasan pada payudara Bu Rani yang ranum itu Andi terus berusaha meraih kepuasannya secara maksimal. Hingga beberapa puluh menit kemudian ia tampak mulaui mempercepat gerakannya secara bersamaan dengan Tante Rani yang juga mengalami hal yang sama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Naah Tante..., saya mau keluar..., oooh goyang yang keras..., ooohh tekan terus tante..., ooohh memeknya tante jepit lagi..., ooohh nikmat sekali..., ooohh", terdengar pemuda itu menjerit pelan meresapi kenikmatan dari tubuh Tante Rani.</div><div style="text-align: justify;">"Tante jugaa..., Andii..., oooh penis kamu panjang sekali..., ooohh enaak nikmatnya..., ooohh remas yang keras susuku Andi..., ooohh susu tante ooohh teruuus..., tante keluaarr lagiii..., ooohh enaak", jerit Tante Rani.</div><div style="text-align: justify;">"Saya juga keluaarr Tante..., ooohh enaknya..., kocok terus Tante..., ooohh air mani saya mau nyemprot..., aahh", jerit Andi pada waktu yang bersamaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba Bu Henny yang sejak tadi hanya melihat mereka bangkit dan mendekati Andi.</div><div style="text-align: justify;">"Cabut An sini semprot ke muka ibu, ibu pingin minum sperma kamu cepaat", teriaknya.</div><div style="text-align: justify;">"Baik Bu..., ooohh..., minum Bu..., ooohh", teriak Andi sambil berdiri di hadapan Bu henny yang mendongak tepat di bawah penis yang menyemprotkan cairan sperma itu. Lebih dari empatkali ia menyemprotkan cairan itu ke mulut Bu Henny yang menganga dan langsung ia telan, kemudian tak ketingggalan ditumpahkannya juga ke arah muka Tante Rani yang masih tergolek lemas di sampingnya. Wanita itupun menyambut dengan membuka lebar mulutnya, ia bahkan meraih batang penis itu dan mengocokkannya dalam mulut sehingga seluruh sisa cairan sperma pemuda itu ia telan habis. Akhirnya tergapai juga puncak kenikmatan Andi yang begitu lama itu. Dengan diiringi teriakan panjang dari mulut Tante Rani, mereka bertiga terkapar lemas dan tak sanggup lagi melanjutkan permainan itu. Ketiganya kini saling bercanda ria setelah berhasil meraih kepuasan dari hubungan seks yang begitu seru, empat jam lebih mereka mengumbar nafsu birahi itu sampai puas dan kemudian tertidur kelelahan tanpa seutas benangpun melapisi tubuh mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Liburan seminggu di pulau kecil itu memasuki hari kelima. Andi yang semula hanya ditemani Bu Henny yang memang sengaja merencanakan liburan itu tak pernah menyangka akan mengalami pengalaman hebat seperti saat ini. Seorang lagi istri pejabat pemerintah yang haus kepuasan seksual kini bergabung dan semakin membuat suasana menjadi lebih luar biasa. Dua orang wanita paruh baya yang masing-masing memiliki pesona kecantikan dan tubuh yang sangat disukainya sekarang benar-benar dapat ia nikmati sesuka hatinya. Mereka melampiaskan nafsu seks yang membara itu sepuas hati tanpa ada yang menghalangi. Semua gaya dan tipe permainan cinta dari yang buas sampai yang lembut, satu lawan satu atau dua lawan satu mereka lakukan tanpa kenal henti.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hari-hari selama seminggu itupun penuh dengan pelampiasan birahi mereka yang tak pernah sedetikpun mereka rasakan dari suami-suami mereka, para pejabat pemerintah yang berlagak jago tapi hanya mampu bermain seperti ayam yang dalam waktu lima menit saja sudah berteriak menggapai puncak meski istri mereka baru sampai tahap pemanasan saja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Rani merasakan pengalaman pertamanya berselingkuh dengan anak muda itu sebagai mimpi indah yang tak akan dilupakannya. Setiap ia meminta Andi melayaninya tak pernah sekalipun ia dapat bertahan lebih dari lima belas menit sementara pemuda itu sanggup membuatnya menggapai puncak tak pernah kurang dari tiga kali dalam setiap permainannya. Pernah suatu saat ketika Bu Henny meninggalkan mereka berdua dalam villa untuk berjalan-jalan di sebuah pagi, Tante Rani meminta Andi untuk menggaulinya sepuas hati. Ia berusaha semaksimal mungkin untuk bertahan dari serangan pemuda itu. Dibiarkannya tubuh bahenol putih mulus itu dijadikan seperti bantal guling oleh Andi. Namun hasilnya tetap saja ia tak dapat membuat Andi kalah, meski telah dibiarkannya pemuda itu menggenjot dari segala arah, dibuatnya Andi bernafsu seperti binatang buas yang meraung. Tapi sia-sia saja, bahkan saat Bu Henny kembali ke villa itu setelah dua jam berjalan-jalan di pantai, Andi masih saja tegar menghantamkan penis besarnya dalam liang vaginanya yang sudah tiga kali menggapai puncak dalam satu ronde permainan anak itu. Hingga Bu Henny yang kemudian bergabunng sekalipun dapat ia robohkan dalam beberapa puluh menit saja. Bahkan sampai berulang-ulang lagi Bu Henny bangkit, ia belum keluar juga. Barulah setelah mereka berdua bergilir memberikan liang vaginanya dimasuki dari arah belakang pantat, Andi dapat meraih ejakulasi permainannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Waktu liburan mereka telah habis, ketiganya kembali ke Jakarta setelah melewati hari-hari yang begitu menggairahkan, hari-hari penuh teriakan kenikmatan hubungan badan yang maha dahsyat. Pengalaman seks di pulau kecil itu benar-benar seperti mimpi bagi kedua wanita paruh baya itu. Justru sekembalinya mereka dari pulau itulah, ada sedikit perasaan gelisah di dalam hati Tante Rani yang membayangkan dirinya kembali ke pelukan lelaki yang sebenarnya tak pernah ia cintai. Suaminya yang botak tua bangka, lelaki penuh nafsu besar dengan kemampuan seperti cacing itu kini membuat perasaannya muak ingin muntah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tak habis-habisnya mereka membicarakan seputar kenikmatan cinta dari Andi yang dialami Tante Rani dalam perjalanan pulang itu. Ada secercah harapan dalam benak Tante Rani saat Bu Henny memberinya ijin untuk boleh bergabung bersamanya menikmati kepuasan dari Andi kapan saja ia suka asalkan mereka melakukannya atas sepengetahuan Bu Henny yang secara resmi adalah pacar gelap Andi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pesawat yang membawa mereka kembali ke Jakarta telah mendarat, ketiganya berpisah di Bandara lalu pulang ke tempat tinggal masing-masing dengan hati yang riang dan kesan yang begitu kuat akan kenangan dan pengalaman hebat yang mereka lalui dalam seminggu itu. Sesampainya di rumah masing-masing, kedua wanita itu masih tak dapat melepas bayangan keperkasaan Andi, hingga saat mereka berkumpul dengan suami dan anak-anaknya suasana menjadi sangat dingin.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak saat itu hari-hari bersama suaminya dirasakan Tante Rani seperti neraka. Setiap malam saat ia melayani suaminya di ranjang tak pernah dapat ia nikmati. Permainan suaminya yang seperti ayam kurang gizi benar-benar membuatnya muak, bahkan ingin muntah. Setiap kali dilihatnya tubuh lelaki itu seakan ia sedang menghadapi bangkai busuk saja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suatu malam saat suaminya baru pulang dari kantor, Tante Rani yang tampak baru saja selesai mandi dan sedang mengeringkan badannya di atas tempat tidur langsung disambar oleh lelaki botak itu.</div><div style="text-align: justify;">"Ayo Ran, aku sudah satu minggu nggak main sama kamu, yuuk layani aku sebentar..", ajak pria itu. Tante Rani diam saja tak beranjak dari tempat tidur, ia merasa malas menanggapinya.</div><div style="text-align: justify;">"Ntar dulu dong pi, aku keringin badan", jawabnya acuh tak acuh, sementara lelaki botak itu mulai meraba pahanya yang mulus sambil mendaratkan ciumannya di pipi Tante Rani.</div><div style="text-align: justify;">"Ayo dong, aduuuh aku nggak tahan nih...", pria itu merajuk genit sambil membelai bulu-bulu halus di permukaan kemaluan Tante Rani.</div><div style="text-align: justify;">"Papi...!, sabar dong..!", Sengit Tante Rani agak sewot.</div><div style="text-align: justify;">"He. Jangan marah dong sayang, aku kan suami kamu".</div><div style="text-align: justify;">"Huh..", ia berkesah sambil membuang sisir yang ada di tangannya, sementara lelaki itu melepas handuk yang melilit tubuh wanita itu dan langsung saja mengangkat paha istrinya dan membukanya lebar. Lalu lidahnya menjilat-jilat bagaikan anak kecil yang menikmati es krim. Tante Rani hanya memandanginya sambil tersenyum, tak sedikitpun ia menikmati permainan suaminya. Dibiarkannya lelaki botak itu menjilati permukaan vaginanya hingga becek. Tak puas sekedar menjilati, lelaki itu menusukkan dua jarinyanya ke dalam liang kemaluan sang istri yang hanya memandangnya sinis dan tampak jijik. Beberapa saat kemudian ia beranjak duduk di pinggiran tempat tidur dan meminta sang istri untuk menyedot kemaluannya.</div><div style="text-align: justify;">"Huuuhh..., ayo karaoke aku sebentar Ran", pintanya pada Tante Rani, nafasnya terdengar sudah turun naik tak tentu menandakan nafsu birahi yang sudah berkobar.</div><div style="text-align: justify;">"ooohh nikmat..., mm", desahnya begitu penis kecil dan pendek mirip penis monyet itu tersentuh lidah Tante Rani.</div><div style="text-align: justify;">"Huh..., dasar botak, aku sangat berharap biar kamu cepat mati saja", benak Tante Rani dalam hati, ia sangat kesal menghadapi suaminya yang tampak sudah bagai sampah saja. Tak ada daya tarik selain harta dan kekayaan yang didapatkannya dari korupsi itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sambil terus melayani lelaki itu ia membayangkan dirinya berada bersama Andi, hingga tampak wanita itu memejamkan mata sambil terus menyedot keras batang kemaluan sang suami. Namun hanya beberapa menit saja adegan itu berlangsung tampak pria itu sudah tak dapat menahan kenikmatan.</div><div style="text-align: justify;">"ooohh..., ayo cepaat masukin, Ran aku mau keluar aauuuhh..., ooohh", tiba-tiba ia merengkuh tubuh Tante Rani dan menindihnya. Dengan ngawur ia berusaha memasukkan penis yang sudah akan muntah itu ke arah liang vagina istrinya. Dan baru beberapa detik saja masuk, sebelum Tante Rani sempat bergoyang, penis itu memuntahkan seluruh cairan spermanya.</div><div style="text-align: justify;">"aahh..., aku keluarrr..., Ranii..., ooohh", teriaknya saat merasakan cairan maninya meluncur dalam liang vagina sang istri yang sedari tadi hanya tersenyum sinis melihat tingkahnya yang sok jagoan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hanya beberapa menit saja persetubuhan itu berakhir dengan sangat mengecewakan Tante Rani. Dipandanginya lelaki botak itu yang kini tergolek lemas dan hanya bisa membelai permukaan vagina yang tak sanggup ditaklukkannya. Pria itu tampak malu sekali melihat istrinya yang kini terlihat memandanginya dengan senyum menyindir. Namun ia tak sanggup mengatakan apa-apa. Kemudian dengan tak tahu malu ia menutupi mukanya dengan bantal dan berusaha menyembunyikan dirinya dari perasaan malu itu. Beberapa menit kemudian lelaki botak itupun tertidur sebelum berhasil membuat istrinya puas. Namun bagi Tante Rani, yang terpenting adalah ia kini memiliki pasangan lain yang dapat membuatnya meraih kepuasan seks. Yang terpenting kini baginya adalah bahwasanya tidak hanya pria itu yang bisa mencari lawan selingkuh, namun dirinyapun berhak dan sanggup melakukannya. Tentunya dengan bentuk tubuh indah dan wajah manis yang dimilikinya seperti saat ini hal itu sangt mudah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Mengapa aku harus diam sementara suamiku itu dengan seenaknya mengumbar nafsunya dengan para gadis remaja atau pegawai bawahan di kantornya? Akupun sanggup membuat diriku puas dengan mencari pasangan main yang jauh lebih hebat, tak ada asyiknya bermain dengan hanya satu pasangan seperti ini. Apalagi dengan laki-laki seperti ini, "Ciiih jijik aku..", benaknya berkata sendiri sambil membalik arah badannya kemudian berlalu dan keluar dari kamarnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Itulah hari-hari yang kini dilalui oleh Tante Rani semenjak ia mengenal Andi dari Bu Henny. Kini hubungannya dengan dua orang itu menjadi semakin akrab saja. Hampir setiap hari mereka menyempatkan diri untuk saling menghubungi. Dengan rutin pula mereka menentukan jadwal kencan mereka seminggu sekali yang mereka lakukan di hotel-hotel berbintang di mana mereka bisa mengumbar nafsu sepuas-puasnya. Sampai kemudian kedua wanita itu memutuskan untuk membeli sebuah Villa mewah secara diam-diam di kawasan Puncak untuk mereka pergunakan sebagai tempat rendezvous yang aman dan nyaman.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seiring dengan waktu berlalu dan hubungan cinta segitiga mereka yang semakin dekat saja dari hari ke hari, dua wanita istri pejabat itupun membuat sebuah perusahaan besar yang berbasis di bidang pengangkutan export-import untuk semakin menutupi kerahasiaan hubungan mereka. Sehingga ketiga orang itupun tak perlu lagi mengatur alasan khusus pada suami mereka untuk dapat bertemu Andi setiap hari, hal itu karena mereka berdua menempatkan diri sebagai dewan komisaris dan direktris pada perusahaan itu. Tiap hari kini mereka dapat melampiaskan nafsu birahi mereka pada Andi, di kantor di villa atau di manapun mereka suka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kehidupan Pemuda itupun menjadi sangat bahagia, dengan kebutuhan seksual yang selalu dipenuhi oleh dua wanita sekaligus, ia sudah tak perlu memikirkan tentang wanita lagi. Kehangatan kedua wanita paruh baya yang benar-benar pas dengan seleranya itu sudah lebih dari cukup. Materi berupa harta sudah tak masalah lagi, kedudukannya sebagai direktur perusahaan itu sudah menjadikannya benar-benar lebih dari cukup. Hidupnya kini benar-benar bahagia seperti apa yang pernah ia cita-citakan.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-20418806335011309042011-12-20T10:02:00.000-08:002011-12-20T10:02:44.228-08:00Murid dan Guru 1: Nakalnya Lidah Debby - 2<div style="text-align: justify;">Sambil menunggu, Theo melayangkan pandangan ke sekeliling ruangan. Semua furniture di ruangan itu tertata rapi dan bersih. Pada sebuah dinding, tergantung lukisan berukuran kira-kira 1 x 1 meter. Lukisan seorang anak perempuan kira-kira berumur 7 tahun yang berdiri diapit oleh ayah dan ibunya. Anak itu sedang tersenyum lugu. Rambutnya berponi. Lucu. Itu pasti Debby dan kedua orangtuanya, kata Theo dalam hati.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Kurang lebih 15 menit kemudian, Theo terhenyak. Gadis remaja itu berdiri di hadapannya dengan gaun tipis berwarna putih yang ujung bagian bawahnya tergantung kira-kira sejengkal di atas lutut. Gaun tanpa lengan. Hanya dua utas tali di bahu kiri dan kanan yang mengikat gaun itu agar tetap tergantung menutupi tubuh pemiliknya. Cantik. Seksi. Mempesona. Rambutnya lurus sebahu. Tingginya yang kira-kira 165 cm membuat ia tampak anggun. Tonjolan dadanya proporsional. Gaun tipis itu seolah menebarkan sejuta misteri yang memaksa mata lelaki menatap tak berkedip untuk mengungkap rahasia lekuk-lekuk tubuh yang tersembunyi di baliknya. Bagian bawah gaunnya yang lebar dan berenda seolah menjanjikan telaga birahi yang akan menyeret lelaki menyelam dalam sejuta fantasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Debby, kau cantik sekali," kata Theo memuji. Pujian jujur yang keluar dari lubuk hatinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby tersenyum. Selama ini belum pernah ada lelaki yang memujinya seperti itu. Ia senang mendengar pujian itu. Ia pun sangat senang karena sebelumnya tak pernah melihat guru matematikanya itu terpesona menatapnya. Ia pun belum pernah melihat tajamnya sorot mata lelaki yang terpesona menatap. Dengan sikap feminin, ia duduk di sebelah kiri Theo.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Debby, mengapa kamu memakai gaun seperti itu?"</div><div style="text-align: justify;">"Karena Debby suka pada Bapak. Juga karena Bapak tampan dan jan.."</div><div style="text-align: justify;">"Ehh, ehh! Tidak pakai sebutan Bapak!"</div><div style="text-align: justify;">"Lupa..! Juga karena Theo tampan dan jantan, itu jawabannya!"</div><div style="text-align: justify;">"Alasan lain?"</div><div style="text-align: justify;">"Debby nggak punya saudara. Debby anak tunggal. Sering kesepian di rumah karena sering ditinggal Papa dan Mama. Nggak punya sahabat karena banyak teman-teman perempuan yang iri sama Debby. Nggak punya pacar karena cowok yang seusia Debby rata-rata egois. Obsesinya mereka selalu tentang sex. Padahal Debby belum tentu suka. Jelas Bapak guru?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo tertawa karena kata 'bapak guru' itu diucapkan dengan cara yang lucu. Dan sebelum tawanya berakhir, tangannya meraih bahu gadis itu. Dirangkulnya dengan ketat. Tak ada perlawanan. Sisa sabun beraroma lavender yang memancar dari tubuh gadis itu terasa menyegarkan ketika aromanya menyengat hidung Theo. Dengan gemas, di kecupnya pipi gadis itu. Kiri dan kanan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Seperti Papa," kata Debby sambil tertawa kecil.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu ia bangkit dan berjalan ke arah pintu penghubung yang membatasi ruang keluarga dengan bagian belakang rumah. Setelah mendengar 'klik', ia melangkah kembali menghampiri Theo dan duduk rapat persis di sebelah lelaki itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo menggamit dagu gadis itu agar menoleh ke arahnya, kemudian dengan cepat bibirnya memagut bibir mungil gadis itu. Bibir yang terlihat basah walau tanpa lipstik. Sejenak tak ada reaksi. Diulangnya mengulum sambil menjulurkan lidahnya untuk mengait-ngait. Tapi lidah gadis itu masih tetap diam bersembunyi di rongga mulutnya. Sejenak, Theo melepaskan pagutan bibirnya. Ditatapnya wajah yang cantik itu sambil menggerakkan jari tangannya untuk menyibak beberapa helai rambut yang terjatuh di kening gadis itu. Dan ketika kembali mengulang ciumannya, ia merasakan ujung lidah yang menyusup di antara bibirnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Segera dipagutnya lidah itu. Dihisapnya dengan lembut agar menyusup lebih dalam ke rongga mulutnya. Kedua telapak tangannya turun ke bahu. Setelah mengusapkan jari-jarinya berulang kali, telapak tangannya meluncur ke punggung. Lalu dibelai-belainya punggung itu dengan ujung-ujung jarinya sambil mempermainkan lidah gadis itu dengan ujung lidahnya. Tak lama kemudian, ia merasakan dua buah lengan melingkari lehernya. Semakin lama lengan itu merangkul semakin ketat. Kemudian ia mulai merasakan lidah gadis itu bergerak-gerak. Tidak hanya pasrah menyusup, tetapi mulai bergerak membelit dan balas mengisap.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo melepaskan pagutan bibirnya. Sejenak mereka saling menatap. Terlihat bias-bias birahi di kedua bola mata mereka. Lalu dikecupnya dahi gadis itu dengan mesra. Kemudian bibirnya berpindah mengecup bahu. Mengecup berulang kali. Dari bahu bibirnya merayap ke leher. Sesekali lidahnya dijulurkan untuk menjilat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby menggelinjang karena geli, seolah sekujur tubuhnya sedang digelitiki oleh jari-jari yang nakal dan menggemaskan. Ia menyukai hal itu, menyukai kecupan dan jilatan yang merambat di sekeliling lehernya. Apalagi ketika ia merasakan lidah itu menjilat-jilat kerongkongannya disertai telapak tangan yang meremas buah dadanya. Sesaat, ia menahan nafas ketika telapak tangan itu hanya menekan buah dadanya, tetapi tak lama kemudian, ia menghembuskan nafas lega merasakan telapak tangan itu meremas dengan lembut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aahh, Theo," desahnya sambil menghembuskan nafas panjang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bibir Theo kembali merayap ke bahu. Sambil sesekali mengecup, ia menggunakan giginya untuk melepaskan tali yang mengikat gaun itu. Lidah dan hembusan nafasnya membuat gadis itu menggelinjangkan bahunya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby baru menyadari bahwa tali pengikat gaunnya telah terlepas setelah ia merasakan bibir lelaki itu menyusur menciumi belahan atas buah dadanya. Bulu roma di sekujur tubuhnya meremang. Belum pernah ada lelaki yang melakukan hal itu. Ia ingin menolak, ingin mendorong kepala yang semakin mendekati buah dadanya, tetapi tangannya terasa lemah tak bertenaga. Ada rasa geli dan nikmat yang menjalar di pori-pori sekujur tubuhnya. Rasa yang membuat ia tak berdaya menolak. Apalagi setelah merasakan lidah itu menjilat-jilat dadanya. Jilatan-jilatan basah yang membuat jari-jari tangannya menekan kepala lelaki itu ke dadanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia menarik nafas lega, merasa beruntung karena tidak mengenakan bra di balik gaunnya. Bibirnya sesekali mendesis-desis seperti kepedasan ketika ia merasakan jilatan-jilatan itu semakin liar menjelajahi buah dadanya yang baru mekar. Dan ketika putik buah dadanya terperangkap dalam jepitan bibir lelaki itu, ia merintih sambil menghentakkan telapak kakinya di atas karpet..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aarrgghh.. Theo, enaak! Aduuhh..!".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekujur tubuhnya merinding ketika merasakan putik dadanya dijentik-jentik dengan ujung lidah. Lalu digigit dengan lembut. Dilepaskan. Digigit kembali. Dilepas. Dan tiba-tiba ia merasakan buah dadanya dihisap agak keras, seolah ingin ditelan!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby mendesah ketika merasakan jari-jari tangan Theo mengelus-elus bagian dalam pahanya. Ia mendesah dalam kenikmatan sambil menghempaskan lehernya di sandaran sofa. Secara naluriah, direnggangkannya kedua belah pahanya agar jari-jari dan telapak tangan itu dapat merayap lebih dalam. Ia ingin segera merasakan jari-jari tangan itu mengelus-elus pangkal pahanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Isyarat itu dimanfaatkan Theo dengan baik. Dengan sebuah tarikan kecil, ia menyingkap gaun gadis remaja itu. Tak ada kesulitan ketika menyingkap gaun itu. Bagian bawahnya yang lebar membuat gaun itu tersangkut dengan mudah di bawah pusar. Ia terpaksa menghentikan aktivitas bibirnya karena ia ingin menunduk agar dapat memandang pangkal paha itu lebih jelas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aku akan menciumnya," kata Theo sambil bangkit dari sofa, kemudian duduk di atas karpet persis di antara kedua lutut Debby.</div><div style="text-align: justify;">"Jangan dicium, Theo. Debby takut."</div><div style="text-align: justify;">"OK, tapi kasih pemandangan yang paling indah ya," kata Theo sambil mengangkat kaki kanan gadis itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu diletakkannya telapak kaki kanan itu di atas sofa. Tak lama kemudian, bola matanya terbelalak menatap pesona yang terpampang di hadapannya! Sebelah paha tergeletak di atas sofa, sedangkan paha yang sebelah lagi tertekuk, telapaknya menginjak pinggir sofa. Dengan sebuah dorongan kecil menggunakan jari, paha yang tertekuk di atas sofa itu terbuka lebar-lebarnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Indah sekali!" sambung Theo sambil menengadah menatap wajah gadis remaja yang cantik itu. Debby tersenyum malu. Ia ingin menutup pahanya, tapi gerakannya tertahan oleh tekanan jari di lututnya.</div><div style="text-align: justify;">"Debby malu, Theo!" katanya dengan manja. Tapi di dasar hatinya, ada perasaan senang dan bangga melihat guru matematikanya berlutut di hadapannya, persis di antara kedua belah pahanya. Perasaan yang membuat dirinya merasa sangat dimanja dan dihargai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo terbelalak menatap kemulusan paha dan celana dalam mini dari satin di hadapannya. Urat darah di batang kemaluannya meronta menatap pemandangan indah itu. Bagian depan celananya terasa sempit. Apalagi ketika ia menatap segaris bagian basah yang tercetak di permukaan vagina gadis itu. Bagian basah itu memperjelas bayangan bibir vagina yang tersembunyi di baliknya. Dan karena celana dalam satin itu sangat tipis, ia bahkan dapat melihat bayangan bulu-bulu yang tumbuh di sekitar bibir vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keindahan itu sangat mempesona sehingga ia terpaksa melepaskan ikat pinggang dan ritsleting celananya agar batang kemaluannya terbebas dari penderitaan. Lalu diciumnya paha bagian dalam yang tertekuk di atas sofa itu. Diciumnya berulang kali seolah tak puas merasakan kehalusan kulit paha itu di bibirnya. Setelah itu ciumannya berpindah ke paha sebelahnya. Sambil terus mencium dan sesekali menjilat, dielus-elusnya pula paha bagian luar. Semakin lama ciumannya semakin mendekati pangkal paha. Lalu ia berhenti sejenak untuk menghirup aroma semerbak yang semakin tajam menusuk hidungnya. Fantasinya di depan kelas telah menjadi kenyataan. Dengan gemas, dibenamkannya hidungnya persis di antara bibir vagina gadis remaja itu. Sesekali diselingi dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Theoo..! Aauuw!" pekik Debby karena terkejut sambil menggelinjangkan pinggulnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tapi beberapa detik kemudian, ketika ia merasakan lidah lelaki itu menjilat-jilat bagian luar celana dalamnya, ia merintih-rintih. Ia merasa nikmat setiap kali lidah itu menjilat dari bawah ke atas. Jilatan yang lahap! Basah. Berliur. Jilatan yang membuat ia terpaksa memejamkan mata meresapi kenikmatan yang mengalir di sekujur tubuhnya. Jilatan yang membuat ia menjadi liar, yang membuat ia menghentak-hentakkan kakinya karena beberapa kumis kasar lelaki itu terasa seolah menyusup menembus celana dalamnya yang tipis. Di sela-sela kenikmatan yang mendera, kumis itu terasa menggelitiki vaginanya, membuat ia menggeliatkan pinggulnya berulang kali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bersambung...</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-7638801406901867642011-12-20T10:01:00.003-08:002011-12-20T10:01:56.606-08:00Murid dan Guru 1: Nakalnya Lidah Debby - 1<div style="text-align: justify;">Theo terkejut ketika membaca dua kalimat singkat pada sepotong kertas yang terselip di antara hasil test murid-muridnya..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Saya ingin punya cowok yang seperti Bapak, jantan! Apalagi kumis Bapak yang tebal itu, menggemaskan".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah membacanya, ia menarik nafas panjang beberapa kali. Ia menduga bahwa potongan kertas itu terselip di kertas test muridnya yang nakal, Debby. Lalu ia memutuskan untuk merobek kertas itu menjadi beberapa potongan kecil. Ia tak ingin istrinya menemukan dan membaca kertas itu.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Tanpa disadarinya, pikiran Theo menerawang ke beberapa 'peristiwa menyenangkan' ketika ia mengajarkan matematika di kelas 2B. Kelas itu menjadi berbeda daripada kelas-kelas lainnya karena di kelas itu ada Debby yang cantik, berhidung bangir, berkulit kuning bersih, dan selalu duduk di kursi barisan paling depan. Kursi itu berjarak kira-kira 3 meter dari meja guru dan persis berhadap-hadapan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Debby menjadi murid yang 'istimewa' karena bila sedang latihan mengerjakan soal, lututnya selalu agak renggang. Dari mejanya, Theo dapat memandang celah di antara kedua lutut itu. Dan karena murid-murid lainnya sedang sibuk mengerjakan soal masing-masing dengan kepala tertunduk, maka Theo merasa bebas menatap pemandangan indah di depannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pertama kali, Theo merasa bahwa hal itu hanya sebuah ketidaksengajaan. Murid yang istimewa itu mungkin terlalu asyik dan serius mengerjakan soal latihan sehingga tidak menyadari posisi duduknya yang menggairahkan birahi lelaki. Sesekali kedua lutut itu dirapatkan, tapi tak lama kemudian terbuka kembali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia jadi terlena menatap keindahan paha dan kecantikan wajah gadis remaja yang duduk di depannya. Dan tak sengaja, ia melihat senyum kecil di sudut bibir gadis itu ketika memergoki arah tatapan matanya. Saat itu, ia langsung mengalihkan pandangan ke sekeliling ruang kelas. Tapi tak lama kemudian, seperti dihipnotis, pandangannya beralih kembali ke tempat semula. Ternyata kedua lutut itu terbuka semakin renggang hingga ia dapat melihat kemulusan paha bagian dalamnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo tak mampu mengalihkan matanya ketika muridnya itu kembali mengangkat wajahnya. Sesaat, tatapan mata mereka berbenturan. Lalu keduanya tersenyum. Tak lama kemudian, kedua lutut itu semakin direnggangkan hingga ia terpana menatap segaris celana dalam berwarna putih. Barulah disadarinya bahwa paha itu memang sengaja direnggangkan agar ia dapat memandang keindahan yang tersembunyi di balik rok seragam berwarna abu-abu itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada kesempatan lain, Theo hanyut ke dalam fantasinya sendiri. Seandainya mungkin, ia ingin menghampiri dan melihat keindahan itu lebih dekat lagi. Ia ingin mengusap kemulusan paha itu dan mengecup pori-porinya berulang kali. Ia ingin mencicipi kehalusan kulit paha itu dengan ujung lidahnya. Lalu ia akan mengecup dan sesekali menjilat, mulai dari lutut hingga ke pangkal paha. Ia juga ingin menyusupkan telapak tangannya ke bawah rok gadis remaja itu agar dapat meremas bongkah pinggul yang pasti masih kenyal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan yang paling penting, ia ingin menyibak secarik kain tipis penutup pangkal paha gadis itu agar ia dapat menghirup aroma semerbak yang tersembunyi di situ. Aroma seorang gadis belia pasti sangat segar, katanya dalam hati. Aroma yang membius! Aroma yang membuat ia tak berdaya! Lalu ia akan menghirup aroma itu dalam-dalam. Setelah aroma itu memenuhi rongga dadanya, ia akan mencium dan menjilat-jilat kelembutan bibir vagina yang segar itu. Lidahnya akan menari-nari dengan liar agar kedua belah paha mulus itu 'menggunting' lehernya sehingga lidahnya terperangkap dalam liang vagina yang basah. Setelah melipat lidahnya seperti bentuk sekop, akan dihisapnya semua lendir yang tersembunyi di bibir dalam dan dinding vagina itu. Akhirnya, ia akan meremas-remas bongkahan pinggul kenyal itu sambil membiarkan lidahnya merasakan denyutan-denyutan vagina seorang gadis remaja yang sedang mencapai puncak orgasmenya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">*****</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kira-kira seminggu setelah menyuguhi pemandangan indah di pangkal pahanya, tiba-tiba Debby berjalan menghampiri Theo. Saat itu bel jam istirahat telah berbunyi. Gadis itu sengaja keluar paling akhir dari ruang kelas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ini untuk Bapak!" katanya sambil meletakkan sepotong kertas di atas meja, lalu melangkah terburu-buru meninggalkan ruang kelas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo membaca tulisan di kertas itu, 'Coba tebak, besok Debby pakai CD warna apa?'. Dan di bawah tulisan itu ada nomor HP. Setelah merenung sejenak, Theo memasukkan nomor HP itu ke dalam memory HP-nya. Sejenak ia ragu mengirimkan SMS untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi ada bisikan di lubuk hatinya, 'Ini hanya sebuah game, tak salah untuk dicoba.' Dan kemudian ia menuliskan satu kata, 'Pink.'</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kira-kira semenit kemudian, HP Theo berbunyi. Ia membaca SMS yang masuk, 'Salah.' Lalu dibalasnya, 'Biru muda.' Tak lama kemudian, masuk jawaban, 'Salah!'. Dibalasnya lagi dengan, 'Putih!'. Jawabannya, 'Masih salah!'. Setelah merenung sejenak, Theo membalas, 'Hitam.' Lalu ia menerima balasan, 'Ayo, itu CD siapa? Debby nggak punya CD warna hitam!'.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo tersipu. Lalu ia menulis SMS yang agak panjang, 'Nyerah deh. Yg pernah aku lihat hanya: putih, pink, dan biru muda. 2 hr y.l aku nggak bisa melihatnya krn pahamu kurang terbuka!' Dan ia pun menerima jawaban yang agak panjang, 'Jadi Bpk ingin bsk Debby pakai warna apa?' Merasa game yang mereka mainkan telah meningkat panas dan mesra, dengan berani Theo menulis, 'Jgn pakai!!' Dan setelah SMS itu dikirimkan, hingga menjelang tidur malam harinya ia tidak mendapat balasan. Mungkin ia marah dan tersinggung, pikir Theo.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keesokan harinya, jantung Theo berdebar-debar ketika berada di ruang kelas. Setelah menjelaskan beberapa contoh soal, ia melangkah berkeliling di antara kursi murid-muridnya. Ia berbuat demikian agar tak sempat bertatap mata dengan gadis remaja yang nakal itu. Tapi ketika sedang melangkah di sebelah kiri kursi Debby, gadis itu sengaja menjatuhkan pensilnya ke lantai persis di depan kursinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa sadar, dengan refleks ia berhenti lalu menunduk memungut pensil itu. Dan ketika menengadah, tiba-tiba wajahnya merona merah. Walau hanya sesaat, dilihatnya gadis itu sengaja mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar, lalu dengan cepat dirapatkan kembali. Memang hanya dalam hitungan detik, tetapi ia sempat melihat pangkal paha itu dari jarak yang sangat dekat. Di pangkal paha itu ada setumpuk kecil bulu-bulu ikal berwarna hitam. Bukan hitam pekat, tetapi hitam kecokelat-cokelatan karena bercampur dengan bulu-bulu halus, lurus, dan masih pendek. Bulu-bulu yang baru tumbuh!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah berdiri kembali dan berhasil menguasai dirinya, Theo menatap ke sekeliling ruang kelas. Tak terlihat ada tanda-tanda bahwa murid-murid lainnya mengetahui peristiwa itu. Lalu dengan suara tegas berwibawa, ia berkata..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kerjakan latihan soal nomor 1 dan 2."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">*****</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sore itu, ketika baru saja menutup pintu mobilnya, HP Theo berbunyi. Ia terpana ketika membaca nama yang muncul, Debby.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ya, ada apa Debby?"</div><div style="text-align: justify;">"Bapak marah ya?! Kenapa setelah mengambil pensil Debby dari lantai Bapak tidak duduk kembali di kursi Bapak. Padahal hari ini Debby sengaja tidak pakai CD agar Bapak bisa memandanginya!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lidah Theo tiba-tiba terasa kelu. Gila, katanya dalam hati. Si Debby ini bicara to the point. Berkesan vulgar. Menantang. Gadis itu seolah tak peduli, atau memang tak mau peduli efek dari kalimat-kalimat nakal yang diucapkannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aku tidak marah! Aku sedang memikirkan apakah aku masih akan mendapatkan kesempatan memandang pangkal pahamu dari jarak sedekat itu." kata Theo setelah memutuskan untuk 'masuk' ke game yang lebih dalam lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hanya orang bodoh yang menolakmu, katanya dalam hati. Bahkan kamu bisa membuat semua lelaki menjadi bodoh dan tak berani membantah keinginanmu. Lelaki mana yang berani menolak keinginan seorang gadis remaja yang cantik dan seksi seperti kamu? Lelaki mana yang akan membantahmu bila kau janjikan akan mendapatkan hadiah berupa sepasang paha ramping dan panjang yang akan membelit pinggangnya?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Bapak suka?"</div><div style="text-align: justify;">"Suka banget! Apalagi kalau boleh dicium!"</div><div style="text-align: justify;">"Bapak mau mencium paha Debby?"</div><div style="text-align: justify;">"Mau! Paha dan pangkalnya ya!"</div><div style="text-align: justify;">"Ha?!"</div><div style="text-align: justify;">"Apa vagina Debby belum pernah dicium?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejenak tak ada jawaban. Theo pun sempat ragu-ragu untuk melanjutkan. Apakah mungkin si Debby yang vulgar dan nakal itu masih virgin? Belum pernah merasakan lidah lelaki menjilat-jilat bibir vaginanya, mengisap-isap klitorisnya? Apakah mungkin ia belum pernah menggosok-gosokkan dan menghentak-hentakkan celah vagina di bibir dan hidung seorang lelaki? Kalau belum, mengapa ia mengatakan suka pada kumisku?, tanya Theo dalam hati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rasa penasaran membangkitkan gairah kejantanannya. Bagian bawah pusarnya mulai tegang ketika membayangkan keindahan bulu-bulu di sekitar vagina itu. Bulu-bulu yang dapat ia tatap sepuas hatinya. Tidak hanya pandangan sekilas seperti ketika ia memungut pensil dari depan kursi gadis belia itu. Bulu-bulu halus yang masih pendek, yang membuat ia gemas ingin menarikinya dengan bibirnya. Menggelitiknya dengan kumisnya yang kasar. Gelitikan yang membuat pinggul itu mengelinjang. Lalu ia akan menjilatnya. Dan karena tak sabar, gadis itu akhirnya menarik kepalanya agar ia mencium dan menjilati bibir vagina yang mungil itu. Ini kesempatan emas yang mungkin terjadi hanya sekali seumur hidup, atau tidak akan pernah terjadi sama sekali! Take it or leave it, katanya dalam hati.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Hallo Debby!"</div><div style="text-align: justify;">"Kalau dicium di situ belum pernah. Kalau dahi dan pipi sering, dicium Papa."</div><div style="text-align: justify;">"Terserah Debby deh. Aku akan menurut saja. Kalau hanya boleh memandang saja, aku suka. Kalu diijinkan mencium, aku pun suka. Dilarang, aku pun akan patuh."</div><div style="text-align: justify;">"Kalau suka, Debby akan mengijinkan Bapak memandangnya lagi dari jarak dekat!"</div><div style="text-align: justify;">"Kapan?"</div><div style="text-align: justify;">"Mau sekarang?"</div><div style="text-align: justify;">"Hah?!"</div><div style="text-align: justify;">"Debby sekarang ada di Mall Arion. Bapak jemput Debby ya. Jangan parkir. Masuk ke halaman mall dan melewati pintu depan. Debby sekarang berdiri di situ, buruan ya!"</div><div style="text-align: justify;">"OK!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">*****</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Theo tersenyum sambil melirik Debby yang duduk di sebelahnya. Secara material, walau hanya seorang guru matematika, ia tidak kekurangan. Ia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Ia memiliki rumah dan mobil sedan yang baik pemberian orangtuanya. Ia mencintai matematika dan ingin mengajarkannya kepada orang lain. Cita-citanya hanya ingin membuat matematika menjadi sebuah ilmu yang mudah untuk dimengerti. Sikapnya yang sabar ketika mengajar membuat ia disukai murid-muridnya. Ia memang tidak ingin diarahkan orangtuanya menjadi seorang pengusaha seperti yang dialami adiknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kita kemana?" tanya Theo memecah keheningan.</div><div style="text-align: justify;">"Ke rumah Debby saja. Di rumah Debby hanya ada pembantu. Papa dan Mama sedang ke Singapore."</div><div style="text-align: justify;">"Karena sekarang tidak sedang di kelas, sebaiknya panggil langsung nama, jangan pakai Pak."</div><div style="text-align: justify;">"Benar? Nggak marah?"</div><div style="text-align: justify;">"Benar! Walau perbedaan usia di antara kita mencolok, bukan berarti kita harus membuat sekat pemisah. Sekat seperti itu sangat membatasi ruang dan gerak. Secara formal, kadang-kadang sekat seperti itu memang diperlukan untuk menjaga jarak karena kita terikat pada norma dan etika. Kalau informal, sekat-sekat itu tak diperlukan karena akan membatasi seseorang dalam mengekspresikan dirinya. Setuju?" Debby tertawa kecil mendengar uraian Theo.</div><div style="text-align: justify;">"Kayak menjelaskan rumus matematika saja!" komentarnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ternyata gadis remaja itu tinggal di sebuah rumah besar dan mewah. Debby menggandeng tangan Theo menuju ruang keluarga yang terletak di bagian tengah, lalu menghilang di balik salah satu pintu setelah aku menghempaskan pantat di atas sebuah sofa besar dan empuk. Tak lama kemudian, seorang pembantu datang meletakkan segelas minuman ringan di hadapanku dan kemudian dengan terburu-buru menghilang kembali ke arah belakang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bersambung...</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-17600594237053016352011-12-20T10:01:00.002-08:002011-12-20T10:01:54.799-08:00Perselingkuan Dengan Seorang Dokter<div style="text-align: justify;">Dalam sebuah seminar sehari di hall Hotel Hilton International di Jakarta, tampak seorang wanita paruh baya berwajah manis sedang membacakan sebuah makalah tentang peranan wanita modern dalam kehidupan rumah tangga keluarga bekerja. Dengan tenang ia membaca makalah itu sambil sesekali membuat lelucon yang tak ayal membuat para peserta seminar itu tersenyum riuh. Permasalahan yang sedang dibahas dalam seminar itu menyangkut perihal mengatasi problem perselingkuhan para suami yang selama ini memang menjadi topik hangat baik di forum resmi ataupun tidak resmi. Beberapa peserta seminar yang terdiri dari wanita karir, ibu-ibu rumah tangga dan para pelajar wanita itu tampak serius mengikuti jalannya seminar yang diwarnai oleh perdebatan antara pakar sosiologi keluarga yang sengaja diundang untuk menjadi pembicara. Hadir juga beberapa orang wartawan yang meliput jalannya seminar sambil ikut sesekali mengajukan pertanyaan ke arah peserta dan pembicara. Suasana riuh saat wanita pembicara itu bercerita tentang seorang temannya yang bersuamikan seorang pria mata keranjang doyan main perempuan. Berbagai pendapat keluar dalam perdebatan yang diarahkan oleh moderator.</div><div style="text-align: justify;"></div><a name='more'></a><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Diakhir sesi pertama saat para peserta mengambil waktu istirahat selama tiga puluh menit, tampak wanita pembicara itu keluar ruangan dengan langkah cepat seperti menahan sesuatu. Ia berjalan dengan cepat menuju toilet di samping hall tempat seminar. Namun saat melewati lorong menuju tempat itu ia tak sadar menabrak seseorang, akibatnya ia langsung terhenyak.</div><div style="text-align: justify;">“Oh.., maaf, saya tidak melihat anda.., maaf ya?”, seru wanita itu pada orang yang ditabraknya, namun orang itu seperti tak mengacuhkan.</div><div style="text-align: justify;">“Oke..”, sahut pria muda berdasi itu lembut dan berlalu masuk ke dalam toilet pria.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Wanita itupun bergegas ke arah toilet wanita yang pintunya berdampingan dengan pintu toilet pria. Beberapa saat lamanya wanita itu di sana lalu tampak lelaki itu keluar dari toilet dan langsung menuju ke depan cermin besar dan mencuci tangannya. Kemudian wanita tadi muncul dan menuju ke tempat yang sama, keduanya sesaat saling melirik. “Hai”, tegur pria itu kini mendahului.</div><div style="text-align: justify;">“Halo.., anda peserta seminar?”, tanya si wanita.</div><div style="text-align: justify;">“Oh, bukan. Saya bekerja di sini, maksud saya di hotel ini”, jawab pria itu.</div><div style="text-align: justify;">“Oh.., kalau begitu kebetulan, saya rasa setelah seminar ini saya akan kontak lagi dengan manajemen hotel ini untuk mengundang sejumlah pakar dari Amerika untuk seminar masalah kesehatan ibu dan anak. Ini kartu namaku”, kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya pada pria itu. Lelaki itu mengambil secarik kartu dari dompetnya dan menyerahkannya pada wanita itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Dokter Miranti Pujiastuti, oh ternyata Ibu ini pakar ilmu kedokteran ibu dan anak yang terkenal itu, maaf saya baru pertama kali melihat Ibu. Sebenarnya saya banyak membaca tulisan-tulisan Ibu yang kontroversial itu, saya sangat mengagumi Ibu”, mendadak pria itu menjadi sangat hormat.</div><div style="text-align: justify;">“Ah kamu, jangan terlalu berlebihan memuji aku, dan kamu.., hmm.., Edo Prasetya, wakil General Manager Hilton International Jakarta. Kamu juga hebat, manajer muda”, seru wanita itu sambil menjabat tangan pemuda bernama Edo itu kemudian.</div><div style="text-align: justify;">“Kalau begitu saya akan kontak anda mengenai masalah akomodasi dan acara seminar yang akan datang, senang bertemu anda, Edo”, seru wanita itu sambil kemudian berlalu.</div><div style="text-align: justify;">“Baik, Bu dokter”, jawab sahut pria itu dan membiarkan wanita paruh baya itu berlalu dari ruangan di mana mereka berbicara.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejenak kemudian pemuda itu masih tampak memandangi kartu nama dokter wanita itu, ia seperti sedang mengamati sesuatu yang aneh.</div><div style="text-align: justify;">“Bukankah dokter itu cantik sekali?”, ia berkata dalam hati.</div><div style="text-align: justify;">“Oh aku benar-benar tak tahu kalau ia dokter yang sering menjadi perhatian publik, begitu tampak cantik di mataku, meski sudah separuh baya, ia masih tampak cantik”, benaknya berbicara sendiri.</div><div style="text-align: justify;">“Ah kenapa itu yang aku pikirkan?”, serunya kemudian sambil berlalu dari ruangan itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara itu di sebuah rumah kawasan elit Menteng Jakarta pusat tampak sebuah mobil memasuki halaman luas rumah itu. Wanita paruh baya bernama dokter Miranti itu turun dari sedan Mercy hitam dan langsung memasuki rumahnya. Wajah manis wanita paruh baya itu tampaknya menyimpan sebuah rasa kesal dalam hati. Sudah seminggu lamanya suami wanita itu belum pulang dari perjalanan bisnis keluar negeri. Sudah seminggu pula ia didera isu dari rekan sejawat suaminya tentang tingkah laku para pejabat dan pengusaha kalangan atas yang selalu memanfaatkan alasan perjalanan bisnis untuk mencari kepuasan seksual di luar rumah alias perselingkuhan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Wanita itu menghempaskan badannya ke tempat tidur empuk dalam ruangan luas itu. Ditekannya remote TV dan melihat program berita malam yang sedang dibacakan penyiar. Namun tak berselang lama setelah itu dilihatnya di TV itu seorang lelaki botak yang tak lain adalah suaminya sedang berada dalam sebuah pertemuan resmi antar pengusaha di Singapura. Namun yang membuat hati wanita itu panas adalah saat melihat suaminya merangkul seorang delegasi dagang Singapura yang masih muda dan cantik. Sejenak ia memandang tajam ke arah televisi besar itu lalu dengan gemas ia membanting remote TV itu ke lantai setelah mematikan TV-nya.</div><div style="text-align: justify;">“Ternyata apa yang digosipkan orang tentang suamiku benar terjadi, huh”, seru wanita itu dengan hati dongkol.</div><div style="text-align: justify;">“Bangsaat..!”, Teriaknya kemudian sambil meraih sebuah bantal guling dan menutupi mukanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tak seorangpun mendengar teriakan itu karena rumah besar itu dilengkapi peredam suara pada dindingnya, sehingga empat orang pembantu di rumah itu sama sekali tidak mengetahui kalau sang nyonya mereka sedang marah dan kesal. Ia menangis sejadi-jadinya, bayang-bayang suaminya yang berkencan dengan wanita muda dan cantik itu terus menghantui pikirannya. Hatinya semakin panas sampai ia tak sanggup menahan air matanya yang kini menetes di pipi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiga puluh menit ia menangis sejadi-jadinya, dipeluknya bantal guling itu dengan penuh rasa kesal sampai kemudian ia jatuh tertidur akibat kelelahan. Namun tak seberapa lama ia terkulai tiba-tiba ia terhenyak dan kembali menangis. Rupanya bayangan itu benar-benar merasuki pikirannya hingga dalam tidurnyapun ia masih membayangkan hal itu. Sejenak ia kemudian berdiri dan melangkah keluar kamar tidur itu menuju sebuah ruangan kecil di samping kamar tidurnya, ia menyalakan lampu dan langsung menuju tumpukan obat yang memenuhi sebagian ruangan yang mirip apotik keluarga. Disambarnya tas dokter yang ada di situ lalu membuka sebuah bungkusan pil penenang yang biasa diberikannya pada pasien yang panik. Ditelannya pil itu lalu meminum segelas air.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa saat kemudian ia menjadi tenang kemudian ia menuju ke ruangan kerjanya yang tampak begitu lengkap. Di sana ia membuka beberapa buku, namun bebarapa lamanya kemudian wanita itu kembali beranjak menuju kamar tidurnya. Wajahnya kini kembali cerah, seberkas senyuman terlihat dari bibirnya yang sensual. Ia duduk di depan meja rias dengan cermin besar, hatinya terus berbicara.</div><div style="text-align: justify;">“Masa sih aku harus mengalah terus, kalau bangsat itu bisa berselingkuh kenapa aku tidak”, benaknya sambil menatap dirinya sendiri di cermin itu. Satu-persatu di lepasnya kancing baju kerja yang sedari tadi belum dilepasnya itu, ia tersenyum melihat keindahan tubuhnya sendiri. Bagian atas tubuhnya yang dilapisi baju dalam putih berenda itu memang tampak sangat mempesona. Meski umurnya kini sudah mencapai empat puluh tahun, namun tubuh itu jelas akan membuat lelaki tergiur untuk menyentuhnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kini ia mulai melepaskan baju dalam itu hingga bagian atas tubuhnya kini terbuka dan hanya dilapisi BH. Perlahan ia berdiri dan memutar seperti memamerkan tubuhnya yang bahenol itu. Buah dadanya yang besar dan tampak menantang itu diremasnya sendiri sambil mendongak membayangkan dirinya sedang bercinta dengan seorang lelaki. Kulitnya yang putih mulus dan bersih itu tampak tak kalah mempesonakan.</div><div style="text-align: justify;">“Kalau bangsat itu bisa mendapat wanita muda belia, kurasa tubuh dan wajahku lebih dari cukup untuk memikat lelaki muda”, gumamnya lagi.</div><div style="text-align: justify;">“Akan kumulai sekarang juga, tapi..”, tiba-tiba pikirannya terhenti.</div><div style="text-align: justify;">“Selama ini aku tak pernah mengenal dunia itu, siapakah yang akan kucari? hmm..”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tangannya meraih tas kerja di atas mejanyanya, dibongkarnya isi tas itu dan menemukan beberapa kartu nama, sejenak ia memperhatikannya.</div><div style="text-align: justify;">“Dokter Felix, lelaki ini doyan nyeleweng tapi apa aku bisa meraih kepuasan darinya? Lelaki itu lebih tua dariku”, katanya dalam hati sambil menyisihkan kartu nama rekan dokternya itu.</div><div style="text-align: justify;">“Basuki Hermawan, ah.., pejabat pajak yang korup, aku jijik pada orang seperti ini”, ia merobek kartu nama itu.</div><div style="text-align: justify;">“Oh ya.., pemuda itu, yah.., pemuda itu, siapakah namanya, Dodi?, oh bukan. Doni?, oh bukan juga, ah di mana sih aku taruh kartu namanya..”, ia sibuk mencari, sampai-sampai semua isi tak kerja itu dikeluarkannya namun belum juga ia temukan.</div><div style="text-align: justify;">“bangsat! Aku lupa di mana menaruhnya”, sejenak ia berhenti mencari dan berpikir keras untuk mencoba mengingat di mana kartu nama pemuda gagah berumur dua puluh limaan itu. Ia begitu menyukai wajah pemuda yang tampak polos dan cerdas itu. Ia sudah terbayang betapa bahagianya jika pemuda itu mau diajak berselingkuh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ahaa! Ketemu juga kau!”, katanya setengah berteriak saat melihat kartu nama dengan logo Hilton International. Ia beranjak berdiri dan meraih hand phone, sejenak kemudian ia sudah tampak berbicara.</div><div style="text-align: justify;">“Halo, dengan Edo.., maaf Bapak Edo?”.</div><div style="text-align: justify;">“Ya benar, saya Edo tapi bukan Bapak Edo, anda siapa”, terdengar suara ramah di seberang.</div><div style="text-align: justify;">“Ah maaf.., Edo, saya Dokter Miranti, kamu masih ingat? Kita ketemu di Rest Room hotel Hilton International tadi siang”.</div><div style="text-align: justify;">“Oooh, Bu dokter, tentu dong saya ingat. Masa sih saya lupa sama Bu dokter idola saya yang cantik”.</div><div style="text-align: justify;">“Eh kamu bisa saja, Do”.</div><div style="text-align: justify;">“Gimana Bu, ada yang bisa saya bantu?”, tanya Edo beberapa saat setelah itu.</div><div style="text-align: justify;">“Aku ingin membicarakan tentang seminar minggu depan untuk mempersiapkan akomodasinya, untuk itu sepertinya kita perlu berbicara”.</div><div style="text-align: justify;">“No problem, Bu. Kapan ibu ada waktu”.</div><div style="text-align: justify;">“Lho kok jadi nanya aku, ya kapan kamu luang aja dong”.</div><div style="text-align: justify;">“Nggak apa-apa Bu, untuk orang seperti ibu saya selalu siap, gimana kalau besok kita makan siang bersama”.</div><div style="text-align: justify;">“Hmm.., rasanya aku besok ada operasi di rumah sakit. Gimana kalau sekarang saja, kita makan malam”.</div><div style="text-align: justify;">“Wah kebetulan Bu, saya memang lagi lapar. baiklah kalau begitu, saya jemput ibu”.</div><div style="text-align: justify;">“Oohh nggak usah, biar ibu saja yang jemput kamu, kamu di mana?”.</div><div style="text-align: justify;">“wah jadi ngerepotin dong, tapi oke-lah. Saya tunggu saja di Resto Hilton, okay?”.</div><div style="text-align: justify;">“Baik kalau begitu dalam sepuluh menit saya datang”, kata wanita itu mengakhiri percakapannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu dengan tergesa-gesa ia mengganti pakaian yang dikenakannya dengan gaun terusan dengan belahan di tengah dada. Dengan gesit ia merias wajah dan tubuh yang masih tampak menawan itu hingga tak seberapa lama kemudian ia sudah tampak anggun.</div><div style="text-align: justify;">“Mbok..!”, ia berteriak memanggil pembantu.</div><div style="text-align: justify;">“Dalem.., Nyaah!”, sahut seorang yang tiba-tiba muncul dari arah dapur.</div><div style="text-align: justify;">“Malam ini ibu ndak makan di rumah, nanti kalau tuan nelpon bilang saja ibu ada operasi di rumah sakit”.</div><div style="text-align: justify;">“Baik, Nyah..”, sahut pembantunya mengangguk.</div><div style="text-align: justify;">Sang dokter itupun berlalu meninggalkan rumahnya tanpa diantar oleh sopir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kini sang dokter telah tampak menyantap hidangan makan malam itu bersama pemuda tampan bernama Edo yang berumur jauh di bawahnya. Maksud wanita itu untuk mengencani Edo tidak dikatakannya langsung. Mereka mula-mula hanya membicarakan perihal kontrak kerja antara kantor sang dokter dan hotel tempat Edo bekerja. Namun hal itu tidak berlangsung lama, dua puluh menit kemudian mereka telah mengalihkan pembicaraan ke arah pribadi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Maaf lho, Do. Kamu sudah punya pacar?”, tanya sang dokter.</div><div style="text-align: justify;">“Dulu pernah punya tapi..”, Edo tak melanjutkan kalimatnya.</div><div style="text-align: justify;">“Tapi kenapa, Do?”, sergah wanita itu.</div><div style="text-align: justify;">“Dia kawin duluan, ah.., Emang bukan nasib saya deh, dia kawin sama seorang om-om senang yang cuma menyenangi tubuhnya. Namanya Rani..”.</div><div style="text-align: justify;">“Maaf kalau ibu sampai membuat kamu ingat sama masa lalu”.</div><div style="text-align: justify;">“Nggak apa-apa kok, Bu. Toh saya sudah lupa sama dia, buat apa cari pacar atau istri yang mata duitan”.</div><div style="text-align: justify;">“Sukurlah kalau begitu, trus sekarang gimana perasaan kamu”.</div><div style="text-align: justify;">“Maksud ibu?”.</div><div style="text-align: justify;">“Perasaan kamu yang dikhianati, apa kamu masih dendam?”, tanya sang dokter seperti merasa ingin tahu.</div><div style="text-align: justify;">“Sama si Rani sih nggak marah lagi, tapi sampai sekarang saya masih dendam kesumat sama om-om atau pejabat pemerintah yang seperti itu”, jelas Edo pada wanita itu sembari menatapnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejenak keduanya bertemu pandang, Edo merasakan sebuah perasaan aneh mendesir dadanya. Hanya beberapa detik saja keduanya saling memandang sampai Edo tersadar siapa yang sedang dihadapinya.</div><div style="text-align: justify;">“Ah, ma.., ma.., maaf, Bu. Bicara saya jadi ngawur”, kata pemuda itu terpatah-patah.”Oh nggak.., nggak apa-apa kok, Do. Aku juga punya problem yang serupa dengan kamu”, jawab wanita itu sambil kemudian mulai menceritakan masalah pribadi dalam keluarganya. Ia yang kini sudah memiliki dua anak yang bersekolah di Amerika itu sedang mengalami masalah yang cukup berat dalam rumah tangganya. Dengan penuh emosi ia menceritakan masalahnya dengan suaminya yang seorang pejabat pemerintah sekaligus pengusaha terkenal itu.</div><div style="text-align: justify;">“Berkali-kali aku mendengar cerita tentang kebejatan moralnya, ia pernah menghamili sekertarisnya di kantor, lalu wanita itu ia pecat begitu saja dan membayar seorang satpam untuk mengawini gadis itu guna menutupi aibnya. Dasar lelaki bangsat”, ceritanya pada Edo.</div><div style="text-align: justify;">“Sekarang dia sudah berhubungan lagi dengan seorang wanita pengusaha di luar negeri. Baru tadi aku melihatnya bersama dalam sebuah berita di TV”, lanjut wanita itu dengan raut muka yang sedih.</div><div style="text-align: justify;">“Sabar, Bu. Mungkin suatu saat dia akan sadar. Masa sih dia nggak sadar kalau memiliki istri secantik ibu”, ujar Edo mencoba menghiburnya.</div><div style="text-align: justify;">“Aku sudah bosan bersabar terus, hatiku hancur, Do. Kamu sudah tahu kan gimana rasanya dikhianati? Dibohongi?”, sengitnya sambil menatap pemuda itu dengan tatapan aneh. Wanita itu seperti ingin mengatakan sesuatu pada Edo.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa menit keadaan menjadi vacum. Mereka saling menatap penuh misteri. Dada Edo mendesir mendapat tatapan seperti itu, pikirannya bertanya-tanya.</div><div style="text-align: justify;">“Ada apa ini?”, gumamnya dalam hati. Namun belum sempat ia menerka apa arti tatapan itu, tangannya tiba-tiba merasakan sesuatu yang lembut menyentuh, ia terhenyak dalam hati. Desiran dadanya kini berubah menjadi getaran keras di jantungnya. Namun belum sempat ia bereaksi atas semua itu tangan sang dokter itu telah meremas telapak tangan Edo dengan mesra. Kini ia menatap wanita itu, dokter Miranti memberinya senyuman, masih misteri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Edo.., kamu dan aku memiliki masalah yang saling berkaitan”, katanya perlahan.</div><div style="text-align: justify;">“Ma.., maksud ibu?”, Edo tergagap.</div><div style="text-align: justify;">“Kehidupan cinta kamu dirusakkan oleh generasi seumurku, dan rumah tanggaku rusak oleh kehidupan bejat suamiku. Kita sama-sama memiliki beban ingatan yang menyakitkan dengan musuh yang sama”.</div><div style="text-align: justify;">“lalu?”.</div><div style="text-align: justify;">“Kenapa tak kamu lampiaskan dendam itu padaku?”.</div><div style="text-align: justify;">“Maksud ibu?”, Edo semakin tak mengerti.</div><div style="text-align: justify;">“Aku dendam pada suamiku dan kaum mereka, dan kau punya dendam pada para pejabat yang telah mengecewakanmu. Kini kau menemukan aku, lampiaskan itu. Kalau mereka bisa menggauli generasimu mengapa kamu nggak menggauli kaum mereka? Aku istri pejabat, dan aku juga dikecewakan oleh mereka”.</div><div style="text-align: justify;">“Saya masih belum mengerti, Bu”.</div><div style="text-align: justify;">“Maksudku, hmm.., kenapa kita tidak menjalin hubungan yang lebih dekat lagi”, jelas wanita itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Edo semakin penasaran, ia memberanikan dirinya bertanya, “Maksud ibu.., mm.., ki.., ki.., kita berselingkuh?”, ia berkata sambil memberanikan dirinya menatap wanita paruh baya itu.</div><div style="text-align: justify;">“Yah.., kita menjalin hubungan cinta”, jawab dokter Miranti enteng.</div><div style="text-align: justify;">“Tapi ibu wanita bersuami, ibu punya keluarga”.</div><div style="text-align: justify;">“Ya.., tapi sudah hancur, tak ada harapan lagi. Kalau suamiku bisa mencicipi gadis muda, kenapa aku tidak bisa?”, lanjutnya semakin berani, ia bahkan merangkul pundak pemuda itu. Edo hanya terpaku.</div><div style="text-align: justify;">“Ta.., tapi, Bu..”.</div><div style="text-align: justify;">“Seumur perkawinanku, aku hanya merasakan derita, Do. Aku ingin kejantanan sejati dari seorang pria. Dan pria itu adalah kamu, Do”, lalu ia beranjak dari tempat duduknya mendekati Edo. Dengan mesra diberinya pemuda itu sebuah kecupan. Edo masih tak bereaksi, ia seperti tak mempercayai kejadian itu.</div><div style="text-align: justify;">“Apakah saya mimpi?”, katanya konyol.</div><div style="text-align: justify;">“Tidak, Do. Kamu nggak mimpi, ini aku, Dokter Miranti yang kamu kagumi”.</div><div style="text-align: justify;">“Tapi, Bu.., ibu sudah bersuami”.</div><div style="text-align: justify;">“Tolong jangan katakan itu lagi Edo”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian keduanya terpaku lama, sesekali saling menatap. Pikiran Edo berkecamuk keras, ia tak tahu harus berkata apa lagi. Sebenarnya ia begitu gembira, tak pernah ia bermimpi apapun. Namun ia masih merasa ragu.</div><div style="text-align: justify;">“Apakah segampang ini?”, gumamnya dalam hati.</div><div style="text-align: justify;">“Cantik sekali dokter ini, biarpun umurnya jauh lebih tua dariku tapi oh tubuh dan wajahnya begitu menggiurkan, sudah lama aku memimpikan bercinta dengan wanita istri pejabat seperti dia. Tapi..”, hatinya bertanya-tanya. Sementara suasana vacum itu berlangsung begitu lama. Kini mereka duduk dalam posisi saling bersentuhan. Baru sekitar tiga puluh menit kemudian dokter Miranti tiba-tiba berdiri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Do, saya ingin ngobrol lebih banyak lagi, tapi nggak di sini, kamu temui saya di Hotel Hyatt. Saya akan memesan kamar di situ. Selamat malam”, serunya kemudian berlalu meninggalkan Edo yang masih terpaku.</div><div style="text-align: justify;">Pemuda itu masih terlihat melamun sampai seorang pelayan restoran datang menyapanya.</div><div style="text-align: justify;">“Pak Edo, bapak mau pesan lagi?”.</div><div style="text-align: justify;">“Eh.., oh nggak.., nggak, aduh saya kok ngelamun”, jawabnya tergagap mengetahui dirinya hanya terduduk sendiri.</div><div style="text-align: justify;">“Teman Bapak sudah tiga puluh menit yang lalu pergi dari sini”, kata pelayan itu.</div><div style="text-align: justify;">“Oh ya?”, sahut Edo seperti orang bodoh. Pelayan itu mengangkat bahunya sambil berlalu.</div><div style="text-align: justify;">“Eh.., billnya!”, panggil Edo.</div><div style="text-align: justify;">“Sudah dibayar oleh teman Bapak”, jawab pelayan itu singkat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kini Edo semakin bingung, ia masih merasakan getaran di dadanya. Antara percaya dan tidak. Ia kemudian melangkah ke lift dan turun ke tempat parkir. Hanya satu kalimat dokter Miranti yang kini masih terngiang di telinganya. Hotel Grand Hyatt!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan tergesa-gesa ia menuju ke arah mobilnya. Perjalanan ke hotel yang dimaksud wanita itu tak terasa olehnya, kini ia sudah sampai di depan pintu kamar yang ditanyakannya pada receptionis. Dengan gemetar ia menekan bel di pintu kamar itu, pikirannya masih berkecamuk bingung.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Masuk, Do”, sambut dokter Miranti membuka pintu kamarnya. Edo masuk dan langsung menatap dokter Miranti yang kini telah mengenakan gaun tidur sutra yang tipis dan transparan. Ia masih tampak terpaku.</div><div style="text-align: justify;">“Do, ini memang hari pertemuan kita yang pertama tapi apakah salahnya kalau kita sama-sama saling membutuhkan”, kata dokter Miranti membuka pembicaraan.</div><div style="text-align: justify;">“Cobalah realistis, Do. Kamu juga menginginkan ini kan?”, lanjut wanita itu kemudian mendudukkan Edo di pinggir tempat tidur luas itu.</div><div style="text-align: justify;">Edo masih tampak bingung sampai sang dokter memberinya kecupan di bibirnya, ia merasakan seperti ada dorongan untuk membalasnya.</div><div style="text-align: justify;">“Oh.., Bu”, desahnya sambil kemudian merangkul tubuh bongsor dokter Miranti. Dadanya masih bergetar saat merasakan kemesraan wanita itu. Dokter Miranti kemudian memegang pundaknya dan melucuti pakaian pemuda itu. Dengan perlahan Edo juga memberanikan diri melepas ikatan tali gaun tidur sutra yang dikenakan sang dokter. Begitu tampak buah dada dokter Miranti yang besar dan ranum itu, Edo terhenyak.</div><div style="text-align: justify;">“Oh.., indahnya susu wanita ini”, gumamnya dalam hati sambil lalu meraba payudara besar yang masih dilapisi BH itu. Tangan kirinya berusaha melepaskan kancing BH di punggung dokter Miranti. Ia semakin terbelalak saat melihat bentuk buah dada yang kini telah tak berlapis lagi. Tanpa menunggu lagi nafsu pemuda itu bangkit dan ia segera meraih buah dada itu dan langsung mengecupnya. Dirasakannya kelembutan susu wanita cantik paruh baya itu dengan penuh perasaan, ia kini mulai menyedot puting susu itu bergiliran.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh.., Edo.., nikmat sayang.., mm sedot terus sayang oohh, ibu sayang kamu, Do.., oohh”, desah dokter Miranti yang kini mendongak merasakan sentuhan lidah dan mulut Edo yang menggilir kedua puting susunya. Tangan wanita itupun mulai meraih batang kemaluan Edo yang sudah tegang sedari tadi, ia terhenyak merasakan besar dan panjangnya penis pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;">“Ohh.., besarnya punya kamu, Do. Tangan ibu sampai nggak cukup menggenggamnya”, seru dokter Miranti kegirangan. Ia kemudian mengocok-ngocokkan penis itu dengan tangannya sambil menikmati belaian lidah Edo di sekitar payudara dan lehernya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemaluan Edo yang besar dan panjang itu kini tegak berdiri bagai roket yang siap meluncur ke angkasa. Pemuda yang sebelumnya belum pernah melakukan hubungan seks itu semakin terhenyak mendapat sentuhan lembut pada penisnya yang kini tegang. Ia asyik sekali mengecupi sekujur tubuh wanita itu, Edo merasakan sesuatu yang sangat ia dambakan selama ini. Ia tak pernah membayangkan akan dapat menikmati hubungan seks dengan wanita yang sangat ia kagumi ini, ia yang sebelumnya bahkan hanya menonton film biru itu kini mempraktekkan semua yang ia lihat di dalamnya. Hatinya begitu gembira, sentuhan-sentuhan lembut dari tangan halus dokter Miranti membuatnya semakin terlena.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan mesra sekali wanita itu menuntun Edo untuk menikmati sekujur tubuhnya yang putih mulus itu. Dituntunnya tangan pemuda itu untuk membelai lembut buah dadanya, lalu bergerak ke bawah menuju perutnya dan berakhir di permukaan kemaluan wanita itu. Edo merasakan sesuatu yang lembut dan berbulu halus dengan belahan di tengahnya. Pemuda itu membelainya lembut sampai kemudian ia merasakan cairan licin membasahi permukaan kemaluan dokter Miranti. Ia menghentikan gerakannya sejenak, lalu dengan perlahan sang dokter membaringkan tubuhnya dan membuka pahanya lebar hingga daerah kemaluan yang basah itu terlihat seperti menantang Edo. Pemuda itu terbelalak sejenak sebelum kemudian bergerak menciumi daerah itu, jari tangan dokter Miranti kemudian menarik bibir kemaluannya menjadi semakin terbuka hingga menampakkan semua isi dalam dinding vaginanya. Edo semakin terangsang, dijilatinya semua yang dilihat di situ, sebuah benda sebesar biji kacang di antara dinding vagina itu ia sedot masuk ke dalam mulutnya. Hal itu membuat dokter Miranti menarik nafas panjang merasakan nikmat yang begitu hebat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ohh.., hmm.., Edo, sayang, oohh”, desahnya mengiringi bunyi ciplakan bibir Edo yang bermain di permukaan vaginanya.</div><div style="text-align: justify;">Dengan gemas Edo menjilati kemaluan itu, sementara dokter Miranti hanya bisa menjerit kecil menahan nikmat belaian lidah Edo. Ia hanya bisa meremas-remas sendiri payudaranya yang besar itu sambil sesekali menarik kecil rambut Edo.</div><div style="text-align: justify;">“Aduuh sayang, oohh nikmaat.., sayang.., ooh Edo.., oohh pintarnya kamu sayang.., oohh nikmatnya.., oohh sedoot teruuss.., oohh enaakk.., hmm.., oohh”, jeritnya terpatah-patah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Puas menikmati vagina itu, Edo kembali ke atas mengarahkan bibirnya kembali ke puting susu dokter Miranti. Sang dokterpun pasrah saja, ia membiarkan dirinya menikmati permainan Edo yang semakin buas saja. Daerah sekitar puting susunya tampak sudah kemerahan akibat sedotan mulut Edo.</div><div style="text-align: justify;">“oohh, Edo sayang. Berikan penis kamu sama ibu sayang, ibu ingin mencicipinya”, pinta wanita itu sambil beranjak bangun dan menggenggam kemaluan Edo. Tangannya tampak bahkan tak cukup untuk menggenggamnya, ukurannya yang super besar dan panjang membuat dokter Miranti seperti tak percaya pada apa yang dilihatnya. Wanita itu mulai mengulum penis Edo, mulutnya penuh sesak oleh kepala penis yang besar itu, hanya sebagian kecil saja kemaluan Edo yang bisa masuk ke mulutnya sementara sisanya ia kocok-kocokkan dengan telapak tangan yang ia lumuri air liurnya. Edo kini menikmati permainan itu.</div><div style="text-align: justify;">“Auuhh.., Bu, oohh.., enaakk aahh Bu dokter.., ooh nikmat sekali.., mm.., ooh enaknya.., oohh.., sstt.., aahh”, desah pemuda itu mulai menikmatinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesaat kemudian, Dokter Miranti melepaskan kemaluan yang besar itu lalu membaringkan dirinya kembali di pinggiran tempat tidur. Edo meraih kedua kaki wanita itu dan langsung menempatkan dirinya tepat di depan selangkangan dokter Miranti yang terbuka lebar. Dengan sangat perlahan Edo mengarahkan kemaluannya menuju liang vagina yang menganga itu dan, “Sreett.., bleess”.</div><div style="text-align: justify;">“Aduuhh.., aauu Edoo.., sa.., sa.., sakiitt.., vaginaku robeek aahh.., sakiit”, teriak dokter Miranti merasakan vaginanya yang ternyata terlalu kecil untuk penis Edo yang super besar, ia merasakan vaginanya robek oleh terobosan penis Edo. Lebih dahsyat dari saat ia mengalami malam pertamanya.</div><div style="text-align: justify;">“Edo sayang, punya kamu besar sekali. Vaginaku rasanya robek do, main yang pelan aja ya, sayang?”, pintanya lalu pada Edo.</div><div style="text-align: justify;">“Ouuhh.., ba.., ba.., baik, Bu”, jawab Edo yang tampak sudah merasa begitu nikmat dengan masuknya penis ke dalam vagina dokter Miranti.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kini dibelainya rambut sang dokter sambil menciumi pipinya yang halus dengan mesra. Pemuda itu mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vagina dokter Miranti dengan perlahan sekali sampai beberapa menit kemudian rasa sakit yang ada dalam vagina wanita itu berubah menjadi nikmat, barulah Edo mulai bergerak menggenjot tubuh wanita itu dengan agak cepat. Gerakan tubuh mereka saling membentur mempertemukan kedua kemaluan mereka. Nafsu birahi mereka tampak begitu membara dari gerakan yang semakin lama semakin menggairahkan, teriakan kecil kini telah berubah menjadi desah keras menahan nikmatnya hubungan seks itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keduanya tampak semakin bersemangat, saling menindih bergilir menggenjot untuk meraih tahap demi tahap kenikmatan seks itu. Edo yang baru pertama kali merasakan nikmatnya hubungan seks itu benar-benar menikmati keluar masuknya penis besar itu ke dalam liang vagina sang dokter yang semakin lama menjadi semakin licin akibat cairan kelamin yang muali melumasi dindingnya. Demikian pula halnya dengan dokter Miranti. Ia begitu tampak kian menikmati goyangan tubuh mereka, ukuran penis Edo yang super besar dan terasa merobek liang vaginanya itu kini menjadi sangat nikmat menggesek di dalamnya. Ia berteriak sejadi-jadinya, namun bukan lagi karena merasa sakit tapi untuk mengimbangi dahsyatnya kenikmatan dari penis pemuda itu. Tak pernah ia bayangkan akan dapat menemukan penis sebesar dan sepanjang milik Edo, penis suaminya yang bahkan ia tahu sering meminum obat untuk pembesar alat kelamin tak dapat dibandingkan dengan ukuran penis Edo. Baru pertama kali ini ia melihat ada kemaluan sebesar itu, panjang dan keras sekali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bunyi teriakan nyaring bercampur decakan becek dari kedua alat kelamin mereka memenuhi ruangan luas di kamar suite hotel itu. Desahan mereka menahan kenikmatan itu semakin memacu gerakan mereka menjadi kian liar.</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh.., oohh.., oohh.., enaak.., ooh.., enaknya bu.., oohh nikmat sekali oohh”, desah Edo.</div><div style="text-align: justify;">“mm.., aahh.., goyang terus, Do.., ibu suka sama punya kamu, oohh.., enaknya, sayang oohh.., ibu sayang kamu Edo.., oohh”, balas dokter Miranti sambil terus mengimbangi genjotan tubuh pemuda itu dengan menggoyang pinggulnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lima belas menit lebih mereka melakukannya dengan posisi itu dimana Edo menindih tubuh sang dokter yang mengapit dengan pahanya. Kini saatnya mereka ingin mengganti gaya.</div><div style="text-align: justify;">“Ouuhh Edo sayang, ganti gaya yuuk?”, ajak sang dokter sambil menghentikan gerakannya.</div><div style="text-align: justify;">“Baik, Bu”, jawab pemuda itu mengiyakan.</div><div style="text-align: justify;">“Kamu di bawah ya sayang? Ibu pingin goyang di atas tubuh kamu”, katanya sambil menghentikan gerakan tubuh Edo, pemuda itu mengangguk sambil perlahan melepaskan penisnya dari jepitan vagina dokter Miranti. Kemudian ia duduk sejenak mengambil nafas sambil memandangi tubuh wanita itu.</div><div style="text-align: justify;">“uuh, cantiknya wanita ini”, ia bergumam dalam hati lalu berbaring menunggu dokter Miranti yang sudah siap menungganginya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kini wanita itu berjongkok tepat di atas pinggang Edo, ia sejenak menggenggam kemaluan pemuda itu sebelum kemudian memasukkannya kembali ke dalam liang vaginanya dengan perlahan dan santai. Kembali ia mendesah merasakan penis itu masuk menembus dinding kemaluannya dan menerobos masuk sampai dasar liang vagina yang terasa sempit oleh Edo.</div><div style="text-align: justify;">“Ooouuhh..”, desahnya memulai gerakan menurun-naikkan pinggangnya di atas tubuh pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;">Edo meraih payudara montok yang bergantungan di dada sang dokter, sesekali ia meraih puting susu itu dengan mulutnya dan menyedot-nyedot nikmat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keduanya kembali terlibat adegan yang lebih seru lagi, dengan liar dokter Miranti menggoyang tubuh sesuka hati, ia tampak seperti kuda betina yang benar-benar haus seks. Ia yang baru kali ini menikmati hubungan seks dengan lelaki selain suaminya itu benar-benar tampak bergairah, ditambah dengan ukuran kemaluan Edo yang super besar dan panjang membuatnya menjadi begitu senang. Dengan sepenuh hati ia raih kenikmatan itu detik demi detik. Tak semili meterpun ia lewatkan kenikmatan penis Edo yang menggesek dinding dalam kemaluannya. Ia semakin berteriak sejadi-jadinya.</div><div style="text-align: justify;">“Aahh.., oohh.., aahh.., oohh.., oohh.., enaak.., oohh.., nikmaatt.., sekali.., Edo sayaanngg.., oohh Edo.., Do.., enaak sayang oohh”, teriaknya tak karuan dengan gerakan liar di atas tubuh pemuda itu sembari menyebut nama Edo. Ia begitu menyukai pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh Bu dokter.., oohh.., ibu juga pintar mainnya.., oohh, Bu dokter cantik sekali”, balas Edo.</div><div style="text-align: justify;">“Remas susu ibu, Do. oohh.., sedot putingnya sayang.., oohh pintarnya kamu, ooh.., ibu senang sama punya kamu, oohh.., nikmatnya sayang, oohh.., panjang sekali, oohh.., enaak”, lanjut sang dokter dengan gerakan yang semakin liar. Edo mengimbangi gerakan itu dengan mengangkat-angkat pantatnya ke arah pangkal paha dokter Miranti yang mengapitnya itu. Ia terus menghujani daerah dada sang dokter yang tampak begitu disenanginya, puting susu itupun menjadi kemerahan akibat sedotan mulut Edo yang bertubi-tubi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Namun beberapa saat kemudian sang dokter tampak tak dapat lagi menahan rasa nikmat dari penis pemuda itu. Ia yang selama dua puluh menit menikmati permainan itu dengan garang, kini mengalami ejakulasi yang begitu hebat. Gerakannya berubah semakin cepat dan liar, diremasnya sendiri buah dada montoknya sambil lebih keras lagi menghempaskan pangkal selangkangannya pada penis Edo hingga sekitar dua menit berlalu ia berteriak panjang sebelum kemudian menghentikan gerakannya dan memeluk tubuh pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh.., oohh.., aauu, aku keluarr.., Edo.., aahh.., aah.., aku, nggak kuat lagi aku.., Do.., oohh.., enaaknya.., sayang, oohh.., Edo sayang.., hhuuh.., ibu nggak tahan lagi”, jeritnya panjang sambil memeluk erat tubuh Edo, cairan kelamin dalam rahimnya muncrat memenuhi liang vagina di mana penis Edo masih tegang dan keras.</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh nikmat bu.., oohh punya ibu tambah licin dan nikmat.., oohh.., nikmat Bu dokter, oohh.., semakin nikmat sekali Bu dokter, oohh.., enaak, mm.., oohh.., uuhh.., oohh.., oohh, nikmat sekali.., uuhh.., Bu dokter cantik.., aauuhh.., sshh nikmat bu”, desah Edo merasakan kenikmatan dalam liang vagina sang dokter yang tengah mengalami ejakulasi, vagina itu terasa makin menjepit penisnya yang terus saja menggesek dinding vagina itu. Kepala penisnya yang berada jauh di dalam liang vagina wanita itu merasakan cairan hangat menyembur dan membuat liang vagina sang dokter terasa semakin nikmat dan licin.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pemuda itu membalas pelukan dokter Miranti yang tampak sudah tak sanggup lagi menggoyang tubuhnya di atas tubuh Edo. Sejenak gerakan mereka terhenti meski Edo sedikit kecewa karena saat itu ia rasakan vagina sang dokter sangat nikmat. Ia berusaha menahan birahinya yang masih saja membara dengan memberi ciuman mesra pada wanita cantik itu.</div><div style="text-align: justify;">“Oh Edo sayang, kamu kuat sekali mainnya sayang, aku puas sekali, ibu betul-betul merasa seperti berada di tempat yang paling indah dengan sejuta kenikmatan cinta. Kamu betul-betul jago”, katanya pada Edo sambil memandang wajah pemuda itu tepat di depan matanya, dipeluknya erat pinggang Edo untuk menahan goyangan penis di selangkangannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejenak Dokter Miranti beristirahat di pelukan pemuda itu, ia terus memuji kekuatan dan kejantanan Edo yang sebelumnya belum pernah ia dapatkan sekalipun dari suaminya. Matanya melirik ke arah jam dinding di kamar itu.</div><div style="text-align: justify;">“Edo..”, sapanya memecah keheningan sesaat itu.</div><div style="text-align: justify;">“Ya, bu?”, jawab Edo sambil terus memberi kecupan pada pipi dan muka sang dokter yang begitu ia senangi.</div><div style="text-align: justify;">“Sudah satu jam lamanya kita bermain, kamu hebat sekali, Do”, lanjutnya terheran-heran.</div><div style="text-align: justify;">“Saya baru sekali ini melakukannya, Bu”, jawab Edo.</div><div style="text-align: justify;">“Ah masa sih, bohong kamu, Do”, sergah dokter Miranti sambil membalas ciuman Edo di bibirnya.</div><div style="text-align: justify;">“Benar kok, Bu. Sumpah saya baru kali ini yang pertama kalinya”, Edo bersikeras.</div><div style="text-align: justify;">“Tapi kamu mainnya kok hebat banget? Dari mana kamu tahu gaya-gaya yang tadi kita lakukan”, lanjut sang dokter tak percaya.</div><div style="text-align: justify;">“Saya hanya menonton film, Bu”, jawab pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa menit mereka ngobrol diselingi canda dan cumbuan mesra yang membuat birahi sang dokter bangkit untuk mengulangi permainannya. Dirasakannya dinding vagina yang tadinya merasa geli saat mengalami ejakulasi itu mulai terangsang lagi. Edopun merasakan gejala itu dari denyutan vagina sang dokter. Edo melepaskan pelukannya, lalu menempatkan diri tepat di belakang punggung sang dokter, tangannya nenuntun penis besar itu ke arah permukaan lubang kemaluan dokter Miranti yang hanya pasrah membiarkannya mengatur gaya sesuka hati. Pemuda itu kini berada tepat di belakang menempel di punggung sang dokter, lalu perlahan sekali ia memasukkan penis besarnya ke dalam liang sang dokter dari arah belakang pantatnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh, pintarnya kamu Edo.., ooh ibu suka gaya ini, mm.., goyang teruuss.., aahh, nikmat do, oohh.., sampai pangkalnya teruss, oohh.., enaak..tarik lagi sayang oohh, masukin lagii oohh, sampai pangkal nya Edo.., oohh, sayang nikmat sekali, oohh.., oohh Edo.., oohh.., mm.., Edo.., sayang”, desah sang dokter begitu merasakannya, atas bawah tubuhnya merasakan kenikmatan itu dengan sangat sempurna. Tangan Edo meremas susunya sementara penis pemuda itu tampak jelas keluar masuk liang vaginanya. Keduanya kembali terlihat bergoyang mesra meraih detik demi detik kenikmatan dari setiap gerakan yang mereka lakukan. Demikian juga dengan Edo yang menggoyang dari arah belakang itu, ia terus meremas payudara montok sang dokter sambil memandang wajah cantik yang membuatnya semakin bergairah. Kecantikan Dokter Miranti yang sangat menawan itu benar-benar membuat gairah bercinta Edo semakin membara. Dengan sepenuh hati digoyangnya tubuh bahenol dan putih mulus itu sampai-sampai suara decakan pertemuan antara pangkal pahanya dan pantat besar sang dokter terdengar keras mengiringi desahan mulut mereka yang terus mengoceh tak karuan menikmati hebatnya rasa dari permainan itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekitar dua puluh menit berlalu tampak kedua insan itu sudah tak dapat menahan lagi rasa nikmat dari permainan mereka hingga kini keduanya semakin berteriak keras sejadi-jadinya. Tampaknya mereka ingin segera menyelesaikan permainannya secara bersamaan.</div><div style="text-align: justify;">“Huuh.., oohh.., oohh.., aahh.., oohh.., nikmat sekali Do, goyang lagi sayang, oohh.., ibu mau keluar sebentar lagi sayang, oohh.., goyang yang keras lagi sayang, oohh.., enaknya penis kamu, oohh.., ibu nggak kuat lagi ooh”, jerit dokter Miranti.</div><div style="text-align: justify;">“Uuuhh.., aahh.., oohh, mm.., aah.., saya juga mau keluar Bu, oohh.., dokter Miranti sayaang, oohh.., mm.., enaakk sekali, oohh.., oohh, dokter sayang, oohh.., dokter cantik, oohh.., enaakk.., dokter dokter sayang, oohh.., vagina dokter juga nikmat sekali, ooh”, teriak Edo juga.</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh enaknya sayang, oohh.., pintar kamu sanyang, oohh.., kocok terus, ooh.., genjot yang keraass, oohh”.</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh dokter, susunya.., oohh.., saya mau sedot, oohh”, Edo meraih susu sang dokter lalu menyedotnya dari arah samping.</div><div style="text-align: justify;">“Oooh Edo pintarnya kamu sayang, oohh.., nikmatnya, oohh.., ibu sebentar lagi keluar sayang, oohh.., keluarin samaan yah, oohh”, ajak sang dokter.</div><div style="text-align: justify;">“Saya juga mau keluar Bu, yah kita samaan Bu dokter, oohh.., vagina ibu nikmat sekali, oohh.., mm.., enaknya, oohh”, teriak Edo sambil mempercepat lagi gerakannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Namun beberapa saat kemudian dokter Miranti berteriak panjang mengakhiri permainannya.</div><div style="text-align: justify;">“Aauuwww.., oohh.., Edoo, ibu nggak tahan lagii.., keluaar.., aauhh nikmatnya sayang, oohh”, jeritnya panjang sambil membiarkan cairan kelaminnya kembali menyembur ke arah penis Edo yang masih menggenjot dalam liang kemaluannya. Edo merasakan gejala itu lalu berusaha sekuat tenaga untuk membuat dirinya keluar juga, beberapa saat ia merasakan vagina sang dokter menjepit kemaluannya keras diiringi semburan cairan mani yang deras ke arah penisnya. Dan beberapa saat kemudian ia akhirnya berteriak panjang meraih klimaks permainan.</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh.., aahh.., oowww.., aahh, dokter.., Miranti.., sayyaang.., ooh.., enaak sekalii.., oohh saya juga keluaarr, oohh”, jeritnya panjang sesaat setelah sang dokter mengakhiri teriakannya.</div><div style="text-align: justify;">“Edo sayang, oohh.., jangan di dalam sayang, oohh.., ibu nggak pakai alat kontrasepsi, oohh.., sini keluarin di luar Edo, sayang berikan pada ibu, ooh.., enaknya, cabut sayang. Semprotkan ke Ibu, oohh”, pintanya sembari merasakan nikmatnya denyutan penis Edo. Ia baru sadar dirinya tak memakai alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Didorongnya tubuh Edo sambil meraih batang penis yang sedang meraih puncak kenikmatan itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian pemuda itu mencabut penisnya dengan tergesa-gesa dari liang kemaluan sang dokter dan, “Cropp bress.., croott.., croott.., creess”, cairan kelamin Edo menyembur ke arah wajah sang dokter. Edo berdiri mengangkang di atas tubuhnya dan menyemburkan air maninya yang sangat deras dan banyak ke arah badan dan muka sang dokter. Sebagian cairan itu bahkan masuk ke mulut sang dokter.</div><div style="text-align: justify;">“Ohh.., sayang, terus oohh.., berikan pada ibu, oohh.., hmm.., nyam.., enaknya, oohh.., semprotkan pada ibu, oohh.., ibu ingin meminumnya Edo, oohh.., enaakknya sayang, ooh.., lezat sekali”, jerit wanita itu kegirangan sambil menelan habis cairan mani pemuda itu ke dalam mulutnya, bahkan belum puas dengan itu ia kembali meraih batang penis Edo dan menyedot keras batang kemaluannya dan menelan habis sisa-sisa cairan itu hingga Edo merasakan semua cairannya habis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ooohh Bu dokter, oohh dokter, saya puas sekali bu”, kata Edo sembari merangkul tubuh sang dokter dan kembali berbaring di tempat tidur.</div><div style="text-align: justify;">“Kamu kuat sekali Edo, sanggup membuat ibu keluar sampai dua kali, kamu benar-benar hebat dan pintar mainnya, ibu suka sekali sama kamu. Nggak pernah sebelumnya ibu merasakan kenikmatan seperti ini dengan suami ibu. Dia bahkan tak ada apa-apanya dibanding kamu”, seru sang dokter pada Edo sambil mencium dada pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;">“Saya juga benar-benar puas sekali, Bu. Ibu memberikan kenikmatan yang nggak pernah saya rasakan sebelumnya. Sekarang saya tahu bagaimana nikmatnya bercinta”, jawab Edo sekenanya sambil membalas ciuman dokter Miranti. Tangannya membelai halus permukaan buah dada sang dokter dan memilin-milin putingnya yang lembut.</div><div style="text-align: justify;">“Tapi apakah ibu tidak merasa berdosa pada suami Ibu, kita sedang berselingkuh dan ibu punya keluarga”, sergah Edo sambil menatap wajah manis dokter Miranti.</div><div style="text-align: justify;">“Apakah aku harus setia sampai mati sementara dia sekarang mungkin sedang asyik menikmati tubuh wanita-wanita lain?”.</div><div style="text-align: justify;">“Benarkah?”.</div><div style="text-align: justify;">“Aku pernah melihatnya sendiri, Do. Waktu itu kami sedang berlibur di Singapura bersama kedua anakku”, lanjut sang dokter memulai ceritanya pada Edo.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Edo hanya terdiam mendengar cerita dokter Miranti. Ia menceritakan bagaimana suaminya memperkosa seorang pelayan hotel tempat mereka menginap waktu ia dan anak-anaknya sedang berenang di kolam hotel itu. Betapa terkejutnya ia saat menemukan sang pelayan keluar dari kamarnya sambil menangis histeris dan terisak menceritakan semuanya pada manajer hotel itu dan dirinya sendiri.</div><div style="text-align: justify;">“Kamu bisa bayangkan, Do. Betapa malunya ibu, sudah bertahan-tahun kami hidup bersama, dengan dua orang anak, masih saja dia berbuat seperti itu, dasar lelaki kurang ajar, bangsat dia itu..”, ceritanya pada Edo dengan muka sedih.</div><div style="text-align: justify;">“Maaf kalau saya mengungkap sisi buruk kehidupan ibu dan membuat ibu bersedih”.</div><div style="text-align: justify;">“Tak apa, Do. Ini kenyataan kok”.</div><div style="text-align: justify;">Dilihatnya sang dokter meneteskan air mata, “Saya tidak bermaksud menyinggung ibu, oh..”, Edo berusaha menenangkan perasaannya, ia memeluk tubuh sang dokter dan memberinya beberapa belaian mesra. Tak disangkanya dibalik kecantikan wajah dan ketenaran sang dokter ternyata wanita itu memiliki masalah keluarga yang begitu rumit.</div><div style="text-align: justify;">“Tapi saya yakin dengan tubuh dan wajah ibu yang cantik ini ibu bisa dapatkan semua yang ibu inginkan, apalagi dengan permaian ibu yang begitu nikmat seperti yang baru saja saya rasakan, bu”, Kata Edo menghibur sang dokter.</div><div style="text-align: justify;">“Ah kamu bisa aja, Do. Ibu kan sudah nggak muda lagi, umur ibu sekarang sudah empat puluh tiga tahun, lho?”.</div><div style="text-align: justify;">“Tapi, Bu terus terang saja saya lebih senang bercinta dengan wanita dewasa seperti ibu. Saya suka sekali bentuk tubuh ibu yang bongsor ini”, lanjut pemuda itu sambil memberikan ciuman di pipi sang dokter, ia mempererat pelukannya.</div><div style="text-align: justify;">“Kamu mau pacaran sama ibu?”.</div><div style="text-align: justify;">“Kenurut ibu apa yang kita lakukan sekarang ini bukannya selingkuh?”, tanya Edo.</div><div style="text-align: justify;">“Kamu benar suka sama ibu?”.</div><div style="text-align: justify;">“Benar, Bu. Sumpah saya suka sama Ibu”, Edo mengecup bibir wanita itu.</div><div style="text-align: justify;">“Oh Edo sayang, ibu juga suka sekali sama kamu. Jangan bosan yah, sayang?”.</div><div style="text-align: justify;">“Nggak akan, bu. Ibu begitu cantik dan molek, masa sih saya mau bosan. Saya sama sekali tidak tertarik pada gadis remaja atau yang seumur. Ibu benar-benar sesuai seperti yang saya idam-idamkan selama ini. Saya selalu ingin bermain cinta dengan ibu-ibu istri pejabat. Tubuh dan goyang Bu dokter sudah membuat saya benar-benar puas”.</div><div style="text-align: justify;">“Mulai sekarang kamu boleh minta ini kapan saja kamu mau, Do. Ibu akan berikan padamu”, jawab sang dokter sambil meraba kemaluan Edo yang sudah tampak tertidur.</div><div style="text-align: justify;">“Terima kasih, Bu. Ibu juga boleh pakai saya kapan saja ibu suka”.</div><div style="text-align: justify;">“Ibu sayang kamu, Do”.</div><div style="text-align: justify;">“Saya juga, Bu. ooh dokter Miranti..”, desah pemuda itu kemudian merasakan penisnya teremas tangan sang dokter.</div><div style="text-align: justify;">“Oooh Edo, sayang..”, balas dokter Miranti menyebut namanya mesra.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kembali mereka saling berangkulan mesra, tangan mereka meraih kemaluan masing-masing dan berusaha membangkitkan nafsu untuk kembali bercinta. Edo meraih pantat sang dokter dengan tangan kirinya, mulutnya menyedot bibir merah sang dokter. “Oooh dokter Miranti, sayang.., oohh”, desah Edo merasakan penisnya yang mulai bangkit lagi merasakan remasan dan belaian lembut tangan sang dokter. Sementara tangan pemuda itu sendiri kini meraba permukaan kemaluan dokter Miranti yang mulai terasa basah lagi.</div><div style="text-align: justify;">“oohh.., uuhh Edo sayang.., nikmat.sayang, oohh Edo.., Ibu pingin lagi, Do, oohh.., kita main lagi sayang, oohh”, desah manja dan menggairahkan terdengar dari mulut dokter Miranti.</div><div style="text-align: justify;">“Uuuhh.., saya juga kepingin lagi Bu dokter, oohh.., Ibu cantik sekali, ooh.., dokter Miranti sayang, oohh.., remas terus penis saya Bu, oohh”.</div><div style="text-align: justify;">“Ibu suka penis kamu Do, bentuknya panjang dan besar sekali. oouuhh.., baru pertama ini ibu merasakan penis seperti ini”, suara desah dokter miranti memuji kemaluan Edo.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Begitu mereka tampak tak tahan lagi setelah melakukan pemanasan selama lima belas menit, lalu kembali keduanya terlibat permainan seks yang hebat sampai kira-kira pukul empat dini hari. Tak terasa oleh mereka waktu berlalu begitu cepat hingga membuat tenaga mereka terkuras habis. Dokter Miranti berhasil meraih kepuasan sebanyak empat kali sebelum kemudian Edo mengakhiri permainannya yang selalu lama dan membuat sang dokter kewalahan menghadapinya. Kejantanan pemuda itu memang tiada duanya. Ia mampu bertahan selama itu, tubuh sang dokter yang begitu membuatnya bernafsu itu digoyangnya dengan segala macam gaya yang ia pernah lihat dalam film porno. Semua di praktikkan Edo, dari ‘doggie style’ sampai 69 ia lakukan dengan penuh nafsu. Mereka benar-benar mengumbar nafsu birahi itu dengan bebas. Tak satupun tempat di ruangan itu yang terlewat, dari tempat tidur, kamar mandi, bathtub, meja kerja, toilet sampai meja makan dan sofa di ruangan itu menjadi tempat pelampiasan nafsu seks mereka yang membara.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya setelah melewati ronde demi ronde permainan itu mereka terkulai lemas saling mendekap setelah Edo mengalami ejakulasi bersamaan dengan orgasme dokter Miranti yang sudah empat kali itu. Dengan saling berpelukan mesra dan kemaluan Edo yang masih berada dalam liang vagina sang dokter, mereka tertidur pulas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Malam itu benar-benar menjadi malam yang sangat indah bagi keduanya. Edo yang baru pertama kali merasakan kehangatan tubuh wanita itu benar-benar merasa puas. Dokter Miranti telah memberinya sebuah kenikmatan yang selama ini sangat ia dambakan. Bertahun-tahun lamanya ia bermimpi untuk dapat meniduri istri pejabat seperti wanita ini, kini dokter Miranti datang dengan sejuta kenikmatan yang ia berikan. Semalam suntuk penuh ia lampiaskan nafsu birahinya yang telah terpendam sedemikian lama itu di tubuh sang dokter, ia lupa segalanya. Edo tak dapat mengingat sudah berapa kali ia buat sang dokter meronta merasakan klimaks dari hubungan seks itu. Cairan maninya terasa habis ia tumpahkan, sebagian di mulut sang dokter dan sebagian lagi disiramkan di sekujur tubuh wanita itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Begitupun dengan dokter Miranti, baginya malam yang indah itu adalah malam pertama ia merasakan kenikmatan seksual yang sesungguhnya. Ia yang tak pernah sekalipun mengalami orgasme saat bermain dengan suaminya, kini merasakan sesuatu yang sangat hebat dan nikmat. Kemaluan Edo dengan ukuran super besar itu telah memberinya kenikmatan maha dahsyat yang takkan pernah ia lupakan. Belasan kali sudah Edo membuatnya meraih puncak kenikmatan senggama, tubuhnya seperti rontok menghadapi keperkasaan anak muda itu. Umur Edo yang separuh umurnya itu membuat suasana hatinya sangat bergairah. Bagaimana tidak, seorang pemuda tampan dan perkasa yang berumur jauh di bawahnya memberinya kenikmatan seks bagai seorang ksatria gagah perkasa. Ia sungguh-sungguh puas lahir batin sampai-sampai ia rasakan tubuhnya terkapar lemas dan tak mampu bergerak lagi, cairan kelaminnya yang terus mengucur tiada henti saat permainan cinta itu berlangsung membuat vaginanya terasa kering. Namun sekali lagi, ia merasa puas, sepuas-puasnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak saat itu, dokter Miranti menjalin hubungan gelap dengan dengan Edo. Kehidupan mereka kini penuh dengan kebahagiaan cinta yang mereka raih dari kencan-kencan rahasia yang selalu dilakukan kedua orang itu saat suami dokter Miranti tidak di rumah. Di hotel, di apartement Edo atau bahkan di rumah sang dokter mereka lakukan perselingkuhan yang selalu diwarnai oleh hubungan seks yang seru tak pernah mereka lewatkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terlampiaskan sudah nafsu seks dan dendam pada diri mereka masing-masing. Dokter Miranti tak lagi mempermasalahkan suaminya yang doyan perempuan itu. Ia bahkan tak pernah lagi mau melayani nafsu birahi suaminya dengan serius. Setiap kali lelaki itu memintanya untuk bercinta ia hanya melayaninya setengah hati. Tak ia hiraukan lagi apakah suaminya puas dengan permainan itu, ia hanya memberikan pelayanan sekedarnya sampai lelaki botak dan berperut besar itu mengeluarkan cairan kelaminnya dalam waktu singkat kurang dari tiga menit. Ingin rasanya dokter Miranti meludahi muka suaminya, lelaki tak tahu malu yang hanya mengandalkan uang dan kekuasaan. Yang dengan sewenang-wenang membeli kewanitaan orang dengan uangnya. Lelaki itu tak pernah menyangka bahwa istrinya telah jatuh ke tangan seorang pemuda perkasa yang jauh melebihi dirinya. Ia benar-benar tertipu.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-11965223572405977362011-12-20T10:01:00.001-08:002011-12-20T10:01:30.674-08:00Nafsu Mbak Ambar<div style="text-align: justify;">Perkenalanku dengan Mbak Ambar berawal dari seringnya aku melakukan kegiatan chatting di internet.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Singkat cerita, wanita tersebut ingin ketemu denganku di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Surabaya. Setelah beberapa saat aku duduk sambil meminum sofdrink yang aku pesan, seorang wanita sebaya berjalan menghampiri tempat dudukku.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">“Dandy ya..?” sapa wanita tersebut.</div><div style="text-align: justify;">“Iya, maaf anda siapa ya?” balasku bertanya.</div><div style="text-align: justify;">“Namaku Ambar” kata wanita itu mengenal diri.</div><div style="text-align: justify;">“Silahkan duduk Mbak” kataku mempersilahkan wanita tersebut duduk.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah memesan minuman American float, kami berdua terhanyut dalam obrolan-obrolan yang terkadang membuat kami tertawa bersama. Umur 33 tahun tidak memperlihatkan tubuh Ambar mengendur sedikitpun. Tubuh Ambar memang tidak seberapa tinggi, perkiraan aku 165/50. Bibirnya yang sedikit sensual dan dipadu wajahnya yang manis, membuat wanita tersebut kelihatan lebih dewasa. Pinggulnya yang indah dengan style bagaikan gitar spanyol, membuat nafasku naik turun tidak beraturan. Tonjolan bongkahan daging kembar di dadanya yang menurut tebakanku berukuran 34, semakin memperlihatkan sempurnanya wanita tersbut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Dandy, kenapa kok bengong?” tanya Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Ngg.. nggak kok Mbak, aku cuman terpana aja dengan Mbak” godaku</div><div style="text-align: justify;">“Akh kamu bikin aku GR saja” katanya tersenyum.</div><div style="text-align: justify;">“Oya Mbak kemarin kok bisa langsung PV nickname aku?” tanyaku.</div><div style="text-align: justify;">“Iya ada seseorang yang kasih nickname kamu, kata temanku kamu orangnya asyik aja” jelas Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Emang siapa sih Mbak nama teman nya?” tanyaku selidik.</div><div style="text-align: justify;">“Sudah deh Dandy, maaf aku nggak bisa kasih namanya. Yang penting aku sudah ketemu kamu sekarang” kata Ambar menjelaskan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami berdua cerita tentang kehidupan kita masing-masing, dan ternyata Ambar termasuk single parent. Itu karena beberapa tahun yang lalu, suaminya pergi entah kemana. Dengan wajah yang sedikit suram, Ambar menceritakan kisahnya sampai dia harus bercerai dengan suaminya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada guratan kesedihan yang nampak jelas diwajahnya, aku seperti tersihir dengan ceritanya. Sehingga membuat aku sering menarik nafas panjang. Ambar menceritakan kalau di Surabaya ini tinggal dengan kakak perempuannya. Sebut saja kota pinggiran kota Surabaya tinggalnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hampir 1 jam penuh kami ngobrol tanpa terasa, sampai akhirnya aku menawarkan untuk mengakhiri pertemuan tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ambar, sudah malam nih” kataku</div><div style="text-align: justify;">“Iya” jawabnya lirih.</div><div style="text-align: justify;">“Mas, aku dianter pulang ya?” pinta Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Oke, tapi mobilku jelek lho” kataku merendah.</div><div style="text-align: justify;">“Jelek-jelek kan beli sendiri, lagian aku butuh orangnya kok” goda Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">‘DEG’ jantungku terasa berhenti seketika walaupun dengan secepat itu pula aku berusaha mengontrol keadaan diriku yang mulai ngeres. Aku berusaha menerjemahkan apa arti sebenernya perkataan Ambar tersebut. Betapa bahagianya diriku jika memang dia mau kencan denganku. Seiring obrolan yang sedikit membuat nafasku sesak, kami berdua suadah berada dalam mobil dan segera meluncur untuk mengantar Ambar. 45 menit kemudian, kami sudah berada di sebuah rumah yang tidak sebegitu besar tetapi view nya sangat mengagumkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Dandy, mampir dulu ya?” ajak Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Aduh maaf deh, sepertinya ini sudah malam” kataku.</div><div style="text-align: justify;">“Sebentar aja, sekalian aku buatin kopi” pinta Ambar menggebu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tangannya yang lentik menarikku supaya turun dari mobil dan akhirnya aku memarkir mobilku di depan rumahnya. Ketika aku masuk ruang tamu, bau semerbak bunga sedap malam menyengat hidungku dan menambah suasana romantis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Dandy, silahkan diminum,” kata Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Iy–iya..” jawabku gugup.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Entah berapa lama aku menikmati suasana sekeliling, karena tanpa terasa Ambar sudah membawa 2 buah cangkir yang berisi kopi dan teh. Aku langsung meminum kopi hangat yang sudah dihidangkan Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Mmm, kok sepi memang kakak kamu dimana?” tanyaku.</div><div style="text-align: justify;">“Nggak tahu tuh Dandy, mungkin lagi keluar” jawab Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Malam itu memang Ambar kelihatan sangat menggairahkan, dengan u can see warna cream dipadu dengan rok mini warna merah muda membuat kakinya yang jenjang semakin nampak indah. Sesekali aku melirik pahanya yang putih mulus sehingga membuat ‘adik kecilku’ mulai berontak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Dan, kenapa kok bengong?” tanya Ambar mengagetkan lamunanku.</div><div style="text-align: justify;">“Tidak apa-apa kok” kataku.</div><div style="text-align: justify;">“Dany, aku mau tanya sesuatu boleh nggak?” tanya Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Silahkan Mbak” jawabku.</div><div style="text-align: justify;">“Mmm, kata temanku kamu sering menulis pengalaman sex kamu di internet ya?” tanyanya.</div><div style="text-align: justify;">“Iy–iya sih Mbak” jawabku dengan wajah memerah.</div><div style="text-align: justify;">“Terus apa yang kamu ceritakan itu benar kisah nyata kamu?” tanyanya kembali.</div><div style="text-align: justify;">“Iya Mbak, aku sengaja tuangkan di situs itu karena aku belum menemukan sosok yang pas buat aku ajak share tentang masalah sex,” jelasku.</div><div style="text-align: justify;">“Apa istri kamu tahu?” tanya menyelidik.</div><div style="text-align: justify;">“Ya pasti nggaklah Mbak” jawabku.</div><div style="text-align: justify;">“Aku sudah baca semua karya tulis kamu dan aku tertarik dengan style kamu saat bercinta dengan wanita setengah baya. Sepertinya kamu perfect banget dalam urusan yang satu itu” puji Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Akh, biasa aja kok Mbak.. ” jawabku datar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami membicarakan hal-hal mengenai sex dengan jelas dan terbuka, sehingga tanpa terasa jam sudah menunjukkan pk.20.30 malam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Mbak sudah malam nih, aku mau pulang dulu ya?” pintaku.</div><div style="text-align: justify;">“Iya deh dan tapi.. ” Ambar tidak meneruskan pembicaraanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ambar langsung berdiri dan menghadap tepat di depan wajahku dan sesaat kemudian Ambar sudah berada diatas pangkuanku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Dandy, aku ingin bukti kehebatan kamu dalam bercinta” pintanya.</div><div style="text-align: justify;">“Mbak nanti ada orang.. ” jawabku ragu</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa bisa meneruskan rasa kekhawatiranku, bibir Ambar langsung menyumbat bibirku. Tangannya melingkar di leherku sehingga lumatan bibir Ambar seakan menyesakkan nafasku. Kami berdua saling melumat dan mengadu lidah, sehingga lambat tapi pasti birahiku mulai terusik untuk bangkit. Rok mini Ambar yang tadinya rapi, sekarang sudah terangkat ke atas. Celana berenda warna pink semakin menambah kesempurnaan pinggul Ambar. U can see cream Ambar sudah terlepas semua kancingnya sehingga bra nya yang berwarna pink nampak jelas dihadapanku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesekali tubuhnya meliuk-liuk diatas pangkuanku, seakan-akan memberikan indikasi bahwa dia sudah mulai gatal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesaat kemudian Ambar berdiri dan mengkangkangi wajahku, naluriku segera menggerakan wajahku untuk medekati selangkangannya. Bibirku yang sudah mulai nakal, menjilati lutut, paha dan sampailah di tengah selangkangan Ambar. Aku melihat CD warna pink yang tadinya masih bersih, sudah mulai banjir dengan lendir yang membasahi permukaan nonoknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ohhk.. Dandy.. teruss..” desah Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan lihai, tanganku yang kiri mendorong pantat Ambar supaya lebih maju dan tangan kiriku menyibak CD yang dikenakan Ambar. Lidahku dengan mudah mendarat pada lubang nonok Ambar yang tampak rimbun ditutupi oleh rambut-rambut kemaluan yang hitam pekat. Bagaikan menjilat es cream, aku semakin berani mengoyak nonoknya dengan lidahku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Aoowww.. Daannddyy.. nikmat sekali sayaangg” desah Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Dannddy.. aku.. keeluuarr.. aaakhh” Ambar mendesah panjang dan bersamaan dengan rintihan tersebut, cairan hangat keluar dari lubang nonoknya. Dengan liarnya aku segera menjilati seluruh cairan birahi yang meleleh itu, dan aku segera berdiri dari tempat dudukku semula.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hanya dengan menyibak rok Ambar, aku membimbing tubuh Ambar untuk setengah menunduk. Tangannya menopang tubuhnya pada sandaran tempat duduk. Sedetik kemudian aku sudah mengeluarkan batang kontolku, hanya aku buka resletingku, kontolku sudah berdiri tegak keluar. Ambar hanya menunduk pasrah dengan apa yang akan aku lakukan. Tanganku segera melorotkan CD Ambar sampai sebatas lutut, aku segera menggesek-gesekan kepala kontolku pada lubang Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Uggh.. Danddy.. gelii.. ” rintih Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Sudah sayang.. masukkan.. aku nggak tahan.. please” pinta Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah berkata demikian, Ammbar segera menekan pinggulnya sehingga batang kontolku mulai mengoyal bibir nonoknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Aooaa.. beesaarr seekali Danddy..” kata Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hanya sekali tekan saja, seluruh batang kemaluanku sudah terbenam dalam lubang nonoknya, kedua tanganku menahan pinggul Ambar agar mengikuti iramaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku sengaja tidak menggerakkan keluar masuk kontolku, akan tetapi aku menggoyang pinggulku. Gerakan berputar membuat Ambar menggerinjang hebat. Dengan santainya aku memainkan gejolak birahinya, sehingga beberapa saat kemudian tangan Ambar yang pertamnya menopang tubuhnya pada sandaran tempat duduk, sekarang berganti menekan pantatku untuk tidak melepaskan kontolku saat Ambar mencapai orgasme yang kedua.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Dan.. teruuss.. jangann berhenti saayanng..” rintih Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mendengar rintihan Ambar dan gelagat akan orgasmenya Ambar, aku segera menggoyang cepat pinggulku dan sesekali menekan dalam kontolku pada lubang kewanitaanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Amppunn.. kkaamuu.. memang.. hheebbaatt..” rintih Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa saat kemudian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Danddyy.. aakuu nggak tahann.. oookkhh.. teruss.. sayang.. Danddyy..” Ambar merintih panjang saat aku merasakan cairan hangat membasahi batang kontolku dan jujur saja hal itu membuat birahiku mendekati pucaknya..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ccreekk.. Crekk.. Creekk.. ” suara batang kontolku keluar masuk pada lubang nonoknya yang sudah membanjir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tubuh Ambar tidak lagi menunduk, tubuh kamu berdiri berbelakangan. Tanganku menggapit perut Ambar dari belakang, pantat Ambar yang sexy menjorok kebelakang dan mendempet sepenuhnya dengan perutku. Tangan Ambar memainkan kedua belah payudaranya, posisi ini memudahkan aku untuk melakukan ‘tusukan-tusukan’ kontolku yang lebih mentok dalam lubang nonoknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Mbaak.. aku.. mau.. keluar..” rintihku.</div><div style="text-align: justify;">“Iyaa.. Danndydyy akuu jugaa maau laagii..” rintih Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Mbaak.. kita keluarr.. barengg..” kataku.</div><div style="text-align: justify;">“Iyaa.. sayangg.. oookkhh” Ambar semakin panjang rintihannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gerakan kami semakin cepat dan tanpa sadar kami melakukannya di ruang tamu rumah Ambar. Batang kontolku semakin senut-senut menahan semburan pejuku yang sudah berada di ujung kontolku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Daanddydy.. aku.. kkeell.. uuuaarr aakhh” rintih Ambbar.</div><div style="text-align: justify;">“Iyaa.. aaku juggaa Mbaakk.. ” rintihku panjang.</div><div style="text-align: justify;">“Aakkhh.. ” kami berdua merintih panjang saat semburan pejuku dalam nonok Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Crrutt.. Crut.. Crut.. Crutt.. ” entah berapa kali semburan pejuku muncrat dalam nonok Ambar. Dan disaat aku masih menikmati sisa-sisa kenikmatan persetubuhan tersebut, Ambar seketika merubah posisinya dan duduk. Wajahnya tepat di depan batang kontolku yang masih mengencang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Mmm.. ” bibirnya yang mungil segera melumat batang kontolku. Lidahnya menjilati sisa-sisa tetesan peju yang keluar dari ujung kontolku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“AAkkh.. Mbaakk.. nikmat sekali.. ” rintihku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Batang kontolku ditelan habis oleh mulut Ammbar yang sensual, hal itu membuat aku semakin terbang saja dan sedikit demi sedikit kontolku mulai melembek dan ‘tidur’ seperti semula.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ihh Dandy, punya kamu memang luar biasa. Apa yang selama ini hanya aku dengar dari teman-teman, sekarang aku sudah buktikan” puji Ambar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku hanya menengadahkan wajahku ke atas langit-langit karena sambil memuji Ambar masih saja mengulum, mengocok dan menjilati kontolku. Dentangan jam dinding berbunyi sepuluh kali, aku segera membenahi pakaianku yang amburadul.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Mbak sudah malam nih, aku mau balik dulu?” kataku.</div><div style="text-align: justify;">“Muuacchh..” Ambar mengecup kontolku dan kembali memasukkan kontolku dalam CD, serta merapikan celanaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ambar bangkit dari duduknya dan berhadapan dengan tubuhku, tangannya merangkul leherku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Dandy.. ma kasih ya kamu telah memberikan kepuasan untukku” kata Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Sama-sama Mbak.. ” kataku lirih.</div><div style="text-align: justify;">“Kapan-kapan bisa kan kita ulangi lagi?” tanya Ambar.</div><div style="text-align: justify;">“Bisa Mbak, atur aja waktunya” jawabku pasti.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bersamaan dengan itu bibir Ambar melumat bibirku, 5 menit lamanya Ambar melumat bibirku. Setelah kecupan romantis tersebut, aku segera beranjak menuju mobil starletku. Sambil kembali memandang Ambar yang berdiri di depan pintu melambaikan tangannya, aku segera menekan gas mobilku untuk meninggalkan rumah wanita tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Malam itu benar-benar membuat aku tidak bisa melupakan dengan apa yang aku alami, Ambar seorang wanita yang anggun ternyata bisa takluk di atas ranjang oleh keperkasaanku.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-56198313093172171252011-12-20T10:01:00.000-08:002011-12-20T10:01:09.771-08:00Bu Henny dan Temannya<div style="text-align: justify;">Telah sebulan lamanya Andi, seorang pemuda tampan rupawan, berkenalan dengan wanita paruh baya berumur empat puluh lima tahun bernama Bu Henny, istri seorang pejabat teras pemerintah pusat di Jakarta. Berawal saat mereka bertemu di sebuah department store di kawasan Senen dekat tempat Andi bekerja. Ketika itu Andi dengan tidak sengaja menolong Bu Henny waktu wanita itu mencari sesuatu yang terjatuh dari tas tangan yang dibawanya. Dari pertemuan itulah kemudian keduanya memulai hubungan teman yang kini berkembang menjadi lebih erat, perselingkuhan!</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Pemuda lajang yang berwajah tampan itu telah membuat Bu Henny jatuh hati hingga tak dihiraukannya lagi status dirinya sebagai istri seorang pejabat. Ditambah dengan kebiasaan buruk dan kondisi keluarganya yang memang penuh pertengkaran akibat suami yang doyan menyeleweng seperti layaknya kebiasaan para pejabat pemerintah yang tak pernah lepas dari perihal korupsi, kolusi, nepotisme dan perilaku seks yang selama ini selalu diarahkan pada generasi muda sebagai kambing hitam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pertemuan pertama yang begitu mengesankan bagi kedua orang itu telah membawa mereka mengarungi petualangan demi petualangan cinta yang dari hari ke hari semakin membuat mereka mabuk asmara. Kencan-kencan rahasia yang selalu mereka lakukan di saat suami Bu Henny melakukan tugas ke luar negeri telah menjadi sebuah jadwal rutin bagi keduanya untuk semakin mendekatkan diri. Nafsu seksual Bu Henny yang meledak-ledak dan terpendam, menemukan tempat yang begitu ia impikan semenjak bertemu pemuda itu. Sebagai pemuda lajang yang juga masih memiliki keinginan libido seksual yang tinggi, Andipun tak kalah menikmatinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bu Henny seperti memberi semua yang pemuda itu dambakan. Kepuasan seksual yang ia peroleh dari hubungannya dengan istri pejabat itu benar-benar telah membuat hidupnya bahagia. Dendam pribadinya sebagai anak muda yang merasa sangat tertipu oleh para pejabat negara seperti terlampiaskan dengan melakukan perselingkuhan itu. Ditambah lagi dengan pesona tubuh Bu Henny yang sangat ia sukai. Sesuai dengan seleranya yang suka pada tubuh montok ibu-ibu dengan postur tubuh bahenol dan payudara besar seperti yang dimiliki wanita itu benar-benar pas seperti seleranya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Postur tubuh Bu Henny yang bongsor dengan pantat, pinggul dan buah dada yang besar memang telah membuat Andi menjadi gila seks hingga dalam setiap hubungan badan yang mereka lakukan keduanya selalu menemukan kepuasan seks yang hebat. Apalagi dengan bentuk kemaluan yang besar dan sangat panjang dari Andi semakin membuat Bu Henny tak pernah puas dan selalu haus dengan hubungan seksual mereka. Kemaluan Andi yang besar dan panjang serta kemampuannya menaklukkan nafsu kewanitaan Bu Henny hingga wanita itu harus bangkit lagi untuk mengimbangi permainan Andi telah melahirkan gairah yang selalu membara pada diri wanita itu. Tak bosan-bosannya mereka melakukan persetubuhan dimana mereka merasa aman dan nyaman. Hari-hari kedua insan yang mabuk kepuasan seks itupun berjalan lancar dan penuh kenikmatan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bulan November tahun 1996, Andi meminta cuti selama satu minggu. Pemuda tampan itu telah sebulan sebelumnya merencanakan untuk menghabiskan liburan di sebuah pulau kecil lepas pantai Bali. Perusahaan tempat ia bekerja memberinya tiket gratis untuknya. Sementara di lain tempat, suami Bu Henny mendapat tugas ke luar negeri untuk jangka waktu yang cukup panjang. Hingga saat Andi mengatakan rencananya pada wanita itu Bu Henny langsung menyambutnya dengan penuh suka cita. Dengan gemas ia membayangkan apa yang akan mereka lakukan di pulau kecil itu. Dengan kemewahan hotel berbintang lima yang eksklusif, tak tertahankan rasanya untuk segera melakukan hal itu. Benaknya kian dipenuhi bayangan kebebasan seks yang akan ia tumpahkan bersama Andi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba saatnya mereka berangkat ke Bali, keduanya bertemu di airport dan langsung berpelukan mesra sepanjang perjalanan. Tak terasa penerbangan satu jam lebih itu telah membawa mereka sampai di tujuan. Bagaikan sepasang pengantin baru keduanya begitu mesra hingga feri yang membawa mereka menuju pulau Nusa Lembongan itu telah merapat di sebuah dermaga kecil tepat di depan hotel tempat mereka menginap. Keduanya langsung menuju lobby dan melakukan prosedur check in. Tergesa-gesa mereka masuk ke sebuah bangunan villa yang telah dipesan Bu Henny dan langsung menghempaskan tubuh mereka di tempat tidur. Dengan nafas yang terdengar turun naik itu keduanya langsung bergumul dan saling mengecup. Bibir mereka saling memagut disertai rabaan telapak tangan ke arah bagian-bagian vital tubuh mereka. Saat tangan Bu Henny meraba punggung Andi, pemuda itu dengan perlahan melepaskan kancing gaun terusan yang dikenakan Bu Henny hingga gaun itu terlepas dari tubuhnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kini tampak tubuh putih mulus dan bahenol itu terbuka. Dadanya yang membusung ke depan dengan buah payudara yang besar masih dilapisi BH putih berenda itu terlihat semakin menantang dan membuat nafsu Andi semakin tak tertahan. Disingkapnya BH itu kebawah hingga buah dada Bu Henny tersembul dihadapannya. Bibir Andi langsung menyambut dengan kecupan.</div><div style="text-align: justify;">"aahh..., hhmm", desah Bu Henny, kecupan Andi membuatnya merasakan kenikmatan khas dari mulut pemuda itu saat Andi mulai menyedot putingnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perempuan itu terus mendesah sambil berusaha melepaskan celana yang dikenakan Andi, setelah berhasil melepaskan celana panjang itu tangan Bu Henny langsung meraih batang penis Andi yang telah tegang mengeras. Dirabanya lembut sambil mengusap-usap kepala penis yang begitu disukainya itu.</div><div style="text-align: justify;">"ooohh..., Bu..., ooohh", kini desahan Andi terdengar menimpali desahan Bu Henny, kecupan pemuda itupun kini menuju ke arah bawah dada Bu Henny yang terus-menerus mendesah menahan nikmatnya permainan lidah Andi yang terasa menari di permukaan kulitnya. Perlahan pemuda itu menuju ke daerah bawah pusar Bu Henny yang ditumbuhi bulu-bulu halus dari sekitar daerah kemaluannya. Dengan pasrah Bu Henny mengangkang membuka pahanya lebar untuk memberi jalan pada Andi yang semakin asik itu. Jari tangan pemuda itu kini menyibak belahan kemaluan Bu Henny yang menantang, dan dengan penuh nafsu ia mulai menjilati bagian dalam dinding vagina wanita paruh baya itu. Andi tampak begitu buas menyedot-nyedot clitoris diantara belahan vagina itu sehingga Bu Henny semakin tampak terengah-engah merasakannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"uuuhh..., uuuhh..., uuuhh..., ooohh..., ooohh..., teruuusss sedooot sayaang..., ooohh pintaar kamu Andi..., ooohh", kini terdengar Bu Henny setengah berteriak.</div><div style="text-align: justify;">Andi semakin terlihat bersemangat mendengar teriakan nyaring Bu Henny yang begitu menggairahkan. Seluruh bagian dalam dinding vagina yang berwarna kemerahan itu dijilatnya habis sambil sesekali tangannya bergerak meraih susu Bu Henny yang montok itu, dengan gemas ia meremas-remasnya. Kenikmatan itupun semakin membuat Bu Henny menjadi liar dan semakin tampak tak dapat menguasai diri. Wanita itu kini membalik arah tubuhnya menjadi berlawanan dengan Andi, hingga terjadilah adegan yang lebih seru lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kedua insan itu kini saling meraih kemaluan lawannya, Andi menjilati liang vagina Bu Henny sementara itu Bu Henny menyedot buah penis pemuda itu keluar masuk mulutnya. Ukuran penis yang besar dan panjang itu membuat mulutnya penuh sesak. Ia begitu menyenangi bentuknya yang besar, penis yang selalu membuatnya haus. Buah penis itulah yang selama ini dapat memuaskan nafsu birahinya yang selalu membara. Dibanding milik suaminya tentulah ukuran penis Andi jauh lebih besar, penis suaminya tak lebih dari satu perlima ukuran penis pemuda itu. Ditambah lagi dengan kemampuan Andi yang sanggup bertahan berjam-jam sedang suaminya paling hanya dapat membuat wanita itu ngos-ngosan. Sungguh suatu kepuasan yang belum pernah ia rasakan dari siapapun seumur hidupnya selain dari Andi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Belasan menit sudah mereka saling mempermainkan kemaluan masing-masing membuat keduanya merasa semakin ingin melanjutkan indehoy itu ketahap yang lebih hebat. Bu Henny bahkan tak sadar bahwa ia belum melepas sepatu putih yang dikenakannya dalam perjalanan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nafsu mereka yang telah tak tertahankan itu membuat keduanya seperti tak peduli akan hal-hal lain. Bu Henny kini langsung menunggangi Andi dengan arah membelakangi pemuda itu. Digenggamnya sejenak penis Andi yang sudah tegang dan siap bermain dalam vaginanya itu, lalu dengan penuh perasaan wanita itu menempelkannya di permukaan liang vaginanya yang telah basah dan licin, dan "Sreeeppp bleeesss", penis Andi menerobos masuk diiringi desahan keras dari mulut mereka yang merasakan nikmatnya awal senggama itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"ooo..., hh...", teriak Bu Henny histeris seketika merasakan penis itu menerobos masuk ke liang vaginanya yang seakan terasa sangat sempit oleh ukuran penis pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;">"aahh..., Buu..., enaakkk", Balas Andi sambil mulai mengiringi goyangan pinggul Bu Henny yang mulai turun naik di atas pinggangnya. Matanya hanya menatap tubuh wanita itu dari belakang punggungnya. Tangan Andi meraih pinggang Bu Henny sambil membelainya seiring tubuh wanita itu yang bergerak liar di atas pinggang Andi.</div><div style="text-align: justify;">"Ohh Andi..., ooohh sayang..., enaaknya yah sayang ooohh..., ibu suka kamu sayang ooohh..., enaknya And..., penis kamu enaakkk", desah Bu Henny sambil terus bergoyang menikmati penis Andi yang terasa semakin lezat saja. Andipun tak kalah senang menikmati goyangan wanita itu, mulutnya juga terdengar mendesah nikmat.</div><div style="text-align: justify;">"aauuu..., ooohh vagina ibu juga nikmat, oooh lezatnya oohh bu, ooohh goyang terus bu..".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Sini tanganmu sayang remas susu ibu..", tangan Bu Henny menarik tangan Andi menuju buah dadanya yang menggantung dan bergoyang mengikuti irama permainan mereka. Andi meraihnya dan langsung meremas-remas, sesekali puting susu itu dipilinnya. Bu Henny semakin histeris",aauuu..., ooohh enaak, remeeess teruuus susu ibu Andi..., ooohh..., nikmat..., ooohh Andi".</div><div style="text-align: justify;">"Ohh Bu Henny..., ooohh Bu enaknya goyang ibu ooohh terus goyang ooohh sampai pangkal bu ooohh..., tekan lagi ooohh angkat lagi ooohh..., mmhh ooohh vaginanya enaakkk bu ooohh", teriak Andi mengiringinya, kamar villa yang luas itu kini penuh oleh teriakan nyaring dan desahan bernafsu dari kedua insan yang sedang meraih kepuasan seks secara maksimal itu. Bu Henny benar-benar seperti kuda betina liar yang baru lepas dari kandangnya. Gerakannya diatas tubuh Andi semakin liar dan cepat, menunjukkan tanda-tanda mengalami klimaks permainannya. Sementara itu Andi hanya tampak biasa saja, pemuda itu masih asik menikmani goyangan liar Bu Henny sambil meremasi payudara wanita itu bergiliran satu per satu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lima belas menit saja adagan itu berlangsung kini terlihat Bu Henny sudah tak dapat lagi menahan puncak kenikmatan hubungan seksual itu. Lalu dengan histeris wanita itu berteriak keras dan panjang mengakhiri permainannya.</div><div style="text-align: justify;">"ooouuu..., ooo..., aa..., iiihh..., ibu keluaarrr..., ooo..., nggak tahaann laagiii enaaknyaa Andi..., ooohh", teriaknya panjang setelah menghempaskan pantatnya ke arah pinggang Andi yang membuat kepala penis pemuda itu terasa membentur dasar liang rahimnya, cairan kental yang sejak tadi ditahannya kini muncrat dari dalam rahim wanita itu dan memenuhi rongga vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesaat Andi merasakan vagina Bu Henny menjepit nikmat lalu ia merasakan penisnya tersembur cairan kental dalam liang kemaluan wanita itu, vagina itu terasa berdenyut keras seiring tubuh Bu Henny yang mengejang sesaat lalu berbah lemas tak berdaya.</div><div style="text-align: justify;">"ooohh An, ibu nggak kuat lagi..., Istirahat dulu ya sayang?", pintanya pada Andi sambil melepaskan gigitan vaginanya pada penis pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;">"Baiklah Bu", sahut Andi pendek, ia mencoba menahan birahinya yang masih membara itu sambil memeluk tubuh Bu Henny dengan mesra.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penis pemuda itu masih tampak berdiri tegang dan keras. Dengan mesra dicumbunya kembali Bu Henny yang kini terkapar lemas itu. Andi kembali meraba belahan kemaluan Bu Henny yang masih basah oleh cairan kelaminnya, jarinya bermain mengutil titik kenikmatan di daerah vagina wanita itu. Bibirnyapun tak tinggal diam, ia kembali melanjutkan jilatannya pada sekitar puting susu Bu Henny. Sesekali diremasnya buah dada berukuran besar yang begitu disenanginya itu. Kemudian beberapa saat berlalu, Bu Henny menyuruhnya berjongkok tepat di atas belahan buah dada itu, lalu wanita itu meraih sebuah bantal untuk mengganjal kepalanya. Ia meraih batang penis Andi yang masih tegang dan mulai mengulumnya, tangan wanita itu kemudian meraih payudaranya sendiri dan membuat penis Andi terjepit diantaranya. Hal itu rupanya cukup nikmat bagi Andi sehingga ia kini mendongak menahan rasa lembut yang menjepit buah penisnya. Sementara itu tangan pemuda itu terus bermain di permukaan vagina Bu Henny, sesekali ia memasukkan jarinya ke dalam liang kemaluan itu dan mempermainkan clitorisnya sampai kemudian beberapa saat lamanya tampak Bu Henny mulai bangkit kembali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Hmm..., Andi, kamu memang pintar sayang, kamu buat ibu puas dan nyerah, sekarang kamu buat ibu kepingin lagi, aduuuh benar-benar hebat kamu An", puji Bu Henny pada Andi.</div><div style="text-align: justify;">"Saya rasa suasana ini yang membuat saya jadi begini Bu, saya begitu menikmatinya sekarang, nggak ada rasa takut, kuatir ketahuan suami ibu atau waswas. Ibu juga kelihatan semakin menggairahkan akhir-akhir ini, saya semakin suka sama badan ibu yang semakin montok"</div><div style="text-align: justify;">"Ah kamu bisa aja, An. Masa sih ibu montok, yang bener aja kamu".</div><div style="text-align: justify;">"Bener lho, Bu. Saya begitu senang sama ibu belakangan ini, rasanya kenikmatan yang ibu berikan semakin hari semakin hebat saja".</div><div style="text-align: justify;">"Mungkin ibu yang semakin bersemangat kalau lagi main sama kamu, gairah ibu seperti meledak-ledak kalau udah main sama kamu. Tapi, ayo dong kita mulai lagi, ibu jadi mau main lagi nih kamu bikin. iiih hebatnya kamu sayang", kata Bu Henny sambil mengajak Andi kembali membuka permainan mereka yang kedua kali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Masih di atas tempat tidur itu, kini Andi mengambil posisi di atas Bu Henny yang berbaring menghadapnya. Tubuhnya siap menindih tubuh Bu Henny yang bahenol itu. Perlahan tapi pasti Andi masuk dan mulai bergoyang penuh kemesraan. Di raihnya tubuh wanita itu sambil menggoyang penuh perasaan. Sepasang kemaluan itu kembali saling membagi kenikmatannya. Suara desahan khas mulai terdengar lagi dari mulut mereka, diiringi kata-kata rayuan penuh nikmat dan gairah cinta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kini Andi semakin garang meniduri wanita itu. Gerakannnya tetap santai namun genjotan pinggulnya pada tubuh Bu Henny tampak lebih bertenaga. Hempasan tubuh Andi yang kini turun naik di atas tubuh Bu Henny sampai menimbulkan suara decakan pada permukaan kemaluan mereka yang beradu itu. Bibir mereka saling pagut, kecupan disertai sedotan di leher keduanya semakin membuat suasana itu menjadi tegang dan menggairahkan. Teriakan-teriakan nyaring keluar dari mulut Bu Henny setiap kali Andi menekan pantatnya ke arah pinggul wanita itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa saat lamanya mereka lalu berganti gaya. Bu Henny menempatkan dirinya di atas tubuh Andi, dibiarkannya Andi menikmati kedua buah dadanya yang menggantung. Dengan leluasa kini pemuda itu menyedot puting susu itu secara bergiliran. Tak puas-puasnya Andi menikmati bentuknya yang besar itu, ia begitu tampak bersemangat sambil sebelah tangannya meraba punggung Bu Henny. Buah dada besar dan lembut nan mulus itupun menjadi kemerahan akibat sedotan mulut Andi yang bertubi-tubi di sekitar putingnya. Sementara Bu Henny kini asik bergoyang mempermainkan irama tubuhnya yang turun naik bergoyang ke kiri kanan untuk membagi kenikmatan dari kemaluan mereka yang sedang beradu. Penis Andi yang tegang dan keras itu seakan bagai batang kayu jati yang tak tergoyahkan. Sekuat wanita itu mendorong ke arah pinggul Andi sekuat itu pula getaran rasa nikmat yang diperolehnya dari pemuda itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"ooohh...,ooohh..., ooohh..., enaknya Andi..., ooohh enaknya penis kamu sayang..., ibu ketagihan..., oohh lezatnya..., aahh..., uuuhh..., sedooot teruuus susu ibu..., ooohh sayang ooohh", desah Bu Henny bercampur jeritan menahan rasa nikmat dari goyang pinggulnya di atas tubuh Andi. Untuk kesekian kalinya sensasi kenikmatan rasa dari penis Andi yang besar dan panjang itu seperti bermain di dalam liang vaginanya. Liang kemaluan yang biasanya hanya merasakan sedikit geli saat bersenggama dengan suaminya itu kini seperti tak memiliki ruang lagi oleh ukuran penis pemuda itu. Seperti biasanya saat dalam keadaan tegang penuh, penis Andi memang menjadi sangat panjang hingga Bu Henny selalu merasakan penis itu sampai membentur dasar liang rahimnya yang paling dalam. Dan keperkasaan pemuda itu yang sanggup bertahan berjam-jam dalam melakukan hubungan seks itu kini kembali membuat Bu Henny untuk kedua kalinya mengalami ejakulasinya. Dengan gerakan yang tiba-tiba dipercepat dan hempasan pinggulnya ke arah tubuh Andi yang semakin keras, wanita itu berteriak panjang mengakhiri ronde kedua permainannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"aahh..., ahh..., aa..., aahh..., ibu ke..., lu.., ar laagiii..., ooohh..., kuatnya kamu sayang ooohh". jeritnya kembali mengakhiri permainan itu."ooohh bu..., enaak ooohh vagina ibu nikmat jepitannya oooh hh...", balas Andi sambil ikut menggenjot keras menambah kenikmatan puncak yang dialami bu Henny. Pemuda itu masih saja tegar bergoyang bahkan saat Bu Henny telah lemas tak sanggup menahan rasa nikmat yang berubah menjadi geli itu.</div><div style="text-align: justify;">"aawww..., geliii..., Andi stop dulu, ibu istirahat dulu sayang ohh gila kamu And, kok bisa kayak gini yah?".</div><div style="text-align: justify;">"Habiiis ibu sih goyangnya nafsuan banget, jadi cepat keluar kan?".</div><div style="text-align: justify;">"Nggak tahu ya An, ibu kok nafsunya gede banget belakangan ini, sejak ngerasain penis kamu ibu benar-benar mabuk kepayang...", kata Bu Henny sambil menghempaskan tubuhnya di samping Andi yang masih saja tegar tak terkalahkan.</div><div style="text-align: justify;">"Sabar Bu, saya bangkitkan lagi deh..", seru pemuda itu sekenanya.</div><div style="text-align: justify;">"Baiklah An, ibu juga mau bikin kamu puas sama pelayanan ibu, biar adil kan? Sini ibu karaoke penis kamu..., aduuuh jagoanku..., besar dan panjang ooohh..., hebatnya lagi", lanjut Bu Henny sambil beranjak meraih batang kemaluan Andi yang masih tegang itu lalu memulai karaoke dengan memasukkan penis Andi ke mulutnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Andi kembali merasakan nikmat dari permainan yang dilakukan wanita itu dengan mulutnya, penis besarnya yang panjang dan masih tegang itu dikulum keluar masuk dengan buas oleh Bu Henny yang tampaknya telah sangat berpengalaman dalam melakukan hal itu. Sambil berlutut pemuda itu menikmatinya sembari meremas kedua buah payudara Bu Henny yang ranum itu. Telapak tangannya merasakan kelembutan buah dada nan ranum yang begitu ia sukai. Dari atas tampak olehnya wajah wanita paruh baya yang cantik itu dengan mulut penuh sesak oleh batang penisnya yang keluar masuk. Sesekali Bu Henny menyentuh kepala penis itu dengan giginya hingga menimbulkan sedikit rasa geli pada Andi.</div><div style="text-align: justify;">"Auuuww..., nikmat Bu sedot terus aahh, aduuuh enaknya".</div><div style="text-align: justify;">"mm..., mm..", Bu Henny hanya bisa menggumam akibat mulutnya yang penuh sesak oleh penis Andi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Andi terlihat begitu menikmati detik demi detik permainannya, ia begitu menyenangi tubuh bongsor wanita yang berumur jauh lebih tua darinya itu. Nafsu birahinya pada wanita dewasa seperti Bu Henny memang sangat besar. Ia tak begitu menyenangi wanita yang lebih muda atau seumur dengannya. Andi beranggapan bahwa wanita dewasa seperti Bu Henny jauh lebih nikmat dalam bermain seks dibanding gadis ABG yang tak berpengalaman dalam melakukan hubungan seks. Setiap kali ia melakukan senggama dengan Bu Henny ia selalu merasakan kepuasan yang tiada duanya, wanita itu seperti sangat mengerti apa yang ia inginkan. Demikian pula Bu Henny, baginya Andi-lah satu-satunya pria yang sanggup membuatnya terkapar di ranjang. Tak seorangpun dari mantan kekasih gelapnya mampu membuat wanita itu meraih puncak kepuasan seperti yang ia dapatkan dari Andi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sepuluh menit sudah Andi di karaoke oleh Bu Henny. Kemudian kini mereka kembali mengatur posisi saat wanita itu kembali bangkit untuk yang ketiga kalinya. Ia yang telah terkapar dua kali berhasil dibangkitkan lagi oleh pemuda itu. Inilah letak keperkasaan Andi. Ia dapat membuat lawan mainnya terkapar beberapa kali sebelum ia sendiri meraih kepuasannya. Pemuda itu sanggup bermain dalam waktu dua jam penuh tanpa istirahat. Sejenak mereka bermain sambil berdiri, saling menggoyang pinggul, mirip sepasang penari samba. Namun kemudian dengan cepat mereka menuju kamar mandi dan masuk ke dalam bak air hangat yang luas, sembari mengisi bak rendam itu dengan air mereka melanjutkan permainannya di situ, mereka masuk ke dalam bak dan langsung mengatur posisi di mana Andi menempatkan diri dari belakang dan memasukkan penisnya dari arah pantat Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adegan seru kembali terjadi, teriakan kecil menahan nikmat itu terdengar lagi dari mulut Bu Henny yang merasakan genjotan Andi yang semakin nikmat saja. Diiringi suara tumpahan air dari kran pengisi bath tube itu suasana menjadi semakin menggairahkan.</div><div style="text-align: justify;">"aahh..., nikmat An, aahh..., ooohh penis kamu sayang ooohh enaak, mmhh lezaatnya ooohh..., genjot yang lebih keras lagi dong..., ooohh enaak", teriak Bu Henny sejadi-jadinya saat merasakan nikmat di liang vaginanya yang dimasuki penis pemuda itu. Andi juga kini tampak lebih menikmati permainannya, ia mulai merasakan kepekaan pada penisnya yang telah membuat Bu Henny menggapai puncak dua kali itu.</div><div style="text-align: justify;">"Ooohh..., Bu..., vagina ibu juga nikmat sekali..., ooohh saya mulai merasa sangat nikmat ooohh..., mmhh..., Bu ooohh, Bu Henny ooohh ibu cantik sekali ooohh..., saya merasa bebas sekali", oceh mulut Andi menimpali teriakan gila dari Bu Henny yang juga semakin mabuk oleh nikmatnya goyang tubuh mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keduanya memang tampak liar dengan gerakan yang semakin tak terkendali. Beberapa kali mereka merubah gaya dengan beragam variasi seks yang sangat atraktif. Kadang di pinggiran bath tub itu Bu Henny duduk mengangkang dengan pahanya yang terbuka lebar sementara Andi berjongkok dari depannya sambil menggoyang maju mundur, mulutnya tak pernah lepas menghisap puting susu Bu Henny yang montok dan besar itu. Bunyi decakan cairan kelamin yang membeceki daerah pangkal kemaluan yang sedang beradu itupun kini terdengar bergericik seiring pertemuan kemaluan mereka yang beradu keras oleh hempasan pinggul Andi yang menghantam pangkal paha Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aduuuhh Annndiii..., enaaknya goyang kamu sayang ooohh..., teruuus..., aahh genjot yang keraass..., ooohh sampai puaasss..., hhmm enaakk sayangg..., mmhh nikmaatttnya..., ooohh..., enaknya genjotan kamu..., ooohh..., Andi sayang oooh kamu pintar sekali ooohh ibu nggak mau berhenti sama kamu..., ooohh.., jagonya kamu sayang ooohh genjot terus yang keras".</div><div style="text-align: justify;">"Ohh Bu Henny, ibu juga punya tubuh yang nikmat, nggak mungkin saya bosan sama ibu, ooohh..., apalagi susu ini..., ooohh mm..., enaknya..., baru sekali ini saya ketemu wanita cantik manis dengan tubuh yang begitu aduhai seperti ibu, oooh Bu Henny..., goyang ibu juga nikmat sekali oooh meski ibu sudah punya anak tapi vagina ini rasanya nikmat sekali bu, ooohh susu ibu juga mm..., susu yang paling indah yang pernah saya lihat..., auuuhh enaaknya vagina ini..., ooohh..., penis saya mulai sedikit peka bu", balas Andi memuji wanita itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keduanya terus saling menggoyang sambil memuji kelebihan masing-masing, ocehan mereka berkisar pada kenikmatan seks yang sedang mereka alami saat ini. Andi memuji kecantikan dan kemolekan tubuh Bu Henny, sedang wanita itu tak henti-hentinya memuji keperkasaan dan kenikmatan yang ia dapatkan dari Andi. Beberapa saat berlalu, mereka kembali merubah variasi gayanya menjadi gaya anjing, Bu Henny menunggingkan pantatnya ke arah Andi lalu pemuda itu menusukkan kemaluannya dari arah belakang. Terjadilah adegan yang sangat panas saat Andi dengan gerakan yang cepat dan goyang pinggul yang keras memnghantam ke arah pantat Bu Henny. Wanita itu kini menjerit lebih keras, demikian pula dengan Andi yang saat ini mulai merasakan akan menggapai klimaks permainannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"ooohh..., ooohh..., ooohh..., aauuuhh..., ennnaakkk..., An.. Di sayang..., genjooot..., ibu mau keluaar lagii..., ooohh..., nggaak tahan lagi sayang..., nikmaat ooohh", jerit nyaring Bu Henny yang ternyata juga sedang mengalami ejakulasi, vaginanya merasakan puncak kenikmatan itu seperti sudah diambang rahimnya. Ia masih mencoba untuk bertahan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Demikian halnya dengan Andi yang kini sedang mempercepat gerakan pinggulnya menghantam pantat Bu Henny untuk meraih kenikmatan maksimal dari dinding vagina wanita itu. Kepala penisnyapun mulai berdenyut menandakan puncak permainannya akan segera tiba. Buru-buru diraihnya tubuh Bu Henny sambil membalikkan arahnya menjadi berhadapan, lalu kemudian ia mengangkat sebelah kaki wanita itu ke atas dan dengan gesit memasukkan buah penisnya kembali ke liang vagina Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"oooh Bu, saya juga mau keluar. Kita pakai gaya ini yah?! Saya mau keluarkan sekarang juga..., aauuuhh Bu Henny sayang..., ooohh..., enaakkk..., ooohh..., vagina ibu njepit..., enaak", teriak Andi diambang puncak kenikmatannya, ia begitu kuat merasakan cairan sperma yang sudah siap meluncur dari penisnya yang dalam keadaan puncak ketegangannya itu. Kemaluannya terasa membesar sehingga vagina Bu Henny terasa makin sempit dan nikmat. Wanita itupun merasakan hal yang tak kalah nikmatnya, vaginanya seakan sedang merasakan nikmat yang super hebat dan membuat wanita itu tak dapat lagi menahan keluarnya cairan kelamin dari arah rahimnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"ooohh..., aahh..., ibu keeeluuuaarrr laagii..., aahh enaakkk..., Andiii", teriak Bu Henny mengakhiri permainannya, disaat bersamaan Andi juga mengalami hal yang sama. Pemuda itu tak dapat lagi menahan luncuran cairan spermanya, hingga penisnya pun menyemprotkan cairan itu ke dalam rongga vagina Bu Henny dan membuatnya penuh, dinding vagina itu seketika berubah menjadi sangat licin akibat dipenuhi cairan kelamin kedua manusia itu. Andi tampak tak kalah seru menikmati puncak permainannya, ia berteriak sekeras-kerasnya.</div><div style="text-align: justify;">"aahh..., saya keluaarr juga Bu Henny ooohh..., ooohh..., air mani saya masuk ke dalam vagina ibu..., ooohh..., lezaat..., ooohh Bu Henny sayaanng..., ooohh Bu Henny..., enaak", jeritnya sambil mendekap wanita itu dengan keras dan meresapi sembuaran spermanya dalam jumlah yang sangat banyak. Cairan putih kental itu sampai keluar meluber ke permukaan vagina Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya kedua insan itu ambruk dan saling mendekap dalam kolam air hangat yang sudah penuh itu. Mereka berendam dan kini saling membersihkan tubuh yang sudah lemas akibat permainan seks yang begitu hebat. Mereka terus saling mencumbu dan merayu dengan penuh kemesraan.</div><div style="text-align: justify;">"Andi sayang...", panggil Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;">"Ya, bu".</div><div style="text-align: justify;">"Kamu mau kan terus main sama ibu?".</div><div style="text-align: justify;">"Maksud ibu?".</div><div style="text-align: justify;">"Maksud ibu, kamu mau kan terus kencan gini sama ibu?".</div><div style="text-align: justify;">"Oh itu, yah jelas dong bu, masa sih saya mau ninggalin wanita secantik ibu", jawab Andi sambil memberikan kecupan di pipi Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;">"Ibu pingin terus bisa menikmati permainan ini, nggak ada yang bisa memuaskan birahi ibu selain kamu. Suami ibu nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan kamu. Dulu sebelumnya ibu juga pernah pacaran sama pegawai bawahan suami ibu tapi ah mereka sama saja, hanya nafsu saja yang besar, tapi kalau sudah main kaya ayam, baru lima menit sudah keluar".</div><div style="text-align: justify;">"Yah saya maklum saja bu, tapi ibu jangan kuatir. Saya akan terus menuruti kemauan ibu, saya juga senang kok main sama ibu. Dari semua wanita yang pernah saya kencani cuma Ibu deh rasanya yang paling hebat bergoyang. Bentuk tubuh Ibu juga saya paling suka, apalagi kalau yang ini nih..", kata Andi sambil memilin puting susu Bu Henny.</div><div style="text-align: justify;">"Auuuw..., Andi! geliii aahh..., ibu udah nggak tahan..., nanti lagi ah", jerit Bu Henny merasakan geli saat Andi memilin puting susunya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keduanya terus bercumbu rayu hingga saat beberapa puluh menit kemudian mereka mengeringkan badan lalu beranjak menuju tempat tidur. Di sana lalu mereka saling dekap dan hanyut dalam buaian kantuk akibat kelelahan setelah permaian seks yang hebat itu. Merekapun tertidur lelap beberapa saat kemudian. Masih dalam keadaan telanjang bulat keduanya terlelap dalam dekapan mesra mereka. Dua jam lamanya mereka tertidur sampai saat senja tiba mereka terbangun dan langsung memesan makan malam di kamar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hari pertama itu Andi dan Bu Henny benar-benar seperti gila seks. Permainan demi permainan mereka lakukan tanpa mengenal berhenti. Saat malam tiba keduanya kembali melampiaskan nafsu birahi mereka sepuas-puasnya. Klimaks demi klimaks mereka raih, sudah tak terkira puncak kenikmatan yang telah mereka lalui malam itu. Dengan hanya diselingi istirahat beberapa belas menit saja mereka kembali lagi melakukannya. Dari pukul delapan malam sampai menjelang jam empat pagi mereka dengan gila mengumbar nafsu seks mereka di villa yang luas itu. Berbagai macam obat kuat dan ekstasi mereka minum untuk memperkuat tenaganya. Minuman keras mereka tegak sampai mabuk untuk menyelingi permainan itu. Televisi yang ada di kamar itupun mereka putarkan Laser Disc porno yang telah mereka siapkan dari Jakarta, sambil melihat adegan seks di TV itu mereka menirukan semua gerakannya.</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-82538909594555129012011-12-20T10:00:00.002-08:002011-12-20T10:00:52.707-08:00Pak Tigor Pemuas Nafsuku<div style="text-align: justify;">Namaku Reni, usia 27 tahun. Kulitku kuning langsat dan rambutku sebahu dengan tinggi 165 cm dan berat 51 kg. Aku telah menikah setahun lebih. Aku berasal dari keluarga Minang yang terpandang. Sekilas wajahku mirip dengan Putri Indonesia 2002 Melani Putria. Bedanya aku telah menikah dan aku lebih tua darinya 2 tahun. Aku bekerja pada sebuah Bank pemerintah yang cukup terkenal.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Suamiku Ikhsan adalah seorang staf pengajar pada sebuah perguruan tinggi swasta di kota Padang. Di samping itu, ia juga memiliki beberapa usaha perbengkelan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami menikah setelah sempat berpacaran kurang lebih 3 tahun.Perjuangan kami cukup berat dalam mempertahankan cinta dan kasih sayang. Di antaranya adalah ketidaksetujuan dari pihak orang tua kami. Sebelumnya aku telah dijodohkan oleh orang tuaku dengan seorang pengusaha.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bagaimanapun, kami dapat juga melalui semua itu dengan keyakinan yang kuat hingga kami akhirnya bersatu. Kami memutuskan untuk menikah tapi kami sepakat untuk menunda dulu punya anak. Aku dan Bang Ikhsan cukup sibuk sehingga takut nantinya tak dapat mengurus anak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kehidupan kami sehari-hari cukup mapan dengan keberhasilan kami memiliki sebuah rumah yang asri di sebuah lingkungan yang elite dan juga memiliki 2 unit mobil sedan keluaran terbaru hasil usaha kami berdua. Begitu juga dalam kehidupan seks tiada masalah di antara kami. Ranjang kami cukup hangat dengan 4-5 kali seminggu kami berhubungan suami istri. Aku memutuskan untuk memakai program KB dulu agar kehamilanku dapat kuatur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku pun rajin merawat kecantikan dan kebugaran tubuhku agar suamiku tidak berpaling dan kehidupan seks kami lancar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suatu waktu, atas loyalitas dan prestasi kerjaku yang dinilai bagus, maka pimpinan menunjukku untuk menempati kantor baru di sebuah kabupaten baru yang merupakan sebuah kepulauan. Aku merasa bingung untuk menerimanya dan tidak berani memutuskannya sendiri. Aku harus merundingkannya dulu dengan suamiku. Bagiku naik atau tidaknya statusku sama saja, yang penting bagiku adalah keluarga dan perkawinanku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa aku duga, Suamiku ternyata sangat mendorongku agar tidak melepaskan kesempatan ini. Inilah saatnya bagiku untuk meningkatkan kinerjaku yang biasa-biasa saja selama ini, katanya. Aku bahagia sekali. Rupanya suamiku orangnya amat bijaksana dan pengertian. Sayang orang tuaku kurang suka dengan keputusan itu. Begitu juga mertuaku. Bagaimanapun, kegundahan mereka akhirnya dapat diatasi oleh suamiku dengan baik. Bahkan akhirnya mereka pun mendorongku agar maju dan tegar. Suamiku hanya minta agar aku setiap minggu pulang ke Padang agar kami dapat berkumpul. Aku pun setuju dan berterima kasih padanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku pun pindah ke pulau yang jika ditempuh dengan naik kapal motor dari Padang akan memerlukan waktu selama 5 jam saat cuacanya bagus. Suamiku turut serta mengantarku. Ia menyediakan waktu untuk bersamaku di pulau selama seminggu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di pulau itu aku disediakan sebuah rumah dinas lengkap dengan prasarananya kecuali kendaraan. Jarak antara kantor dan rumahku hanya dapat ditempuh dengan naik ojek karena belum adanya angkutan di sana.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hari pertama kerja aku diantar oleh suamiku dan sorenya dijemput. Suamiku ingin agar aku betah dan dapat secepatnya menyesuaikan diri di pulau ini. Memang prasarananya belum lengkap. Rumah-rumah dinas yang lainnya pun masih banyak yang kosong.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selama di pulau itu pun suamiku tidak lupa memberiku nafkah batin karena nantinya kami akan bertemu seminggu sekali. Aku pun menyadarinya dan kami pun mereguk kenikmatan badaniah sepuas-puasnya selama suamiku di pulau ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suamiku dalam tempo yang singkat telah dapat berkenalan dengan beberapa tetangga yang jaraknya lumayan jauh. Ia juga mengenal beberapa tukang ojek hingga tanpa kusadari suatu hari ia menjemputku pakai sepeda motor. Rupanya ia meminjamnya dari tukang ojek itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Salah satu tukang ojek yang dikenal suamiku adalah Pak Tigorus. Pak Tigorus ini adalah laki-laki berusia 50 tahun. Ia tinggal sendirian dipulau itu sejak istrinya meninggal dan kedua anaknya pergi mencari kerja ke Jakarta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Laki-laki asal tanah Batak itu harus memenuhi sendiri hidupnya di pulau itu dengan kerja sebagai tukang ojek. Pak Tigorus, yang biasa dipanggil Pak Tigor, orangnya sekilas terlihat kasar dan keras namun jika telah kenal ia cukup baik. Menurut suamiku, yang sempat bicara panjang lebar dengan Pak Tigor, dulunya ia pernah tinggal di Padang yaitu di Muara Padang sebagai buruh pelabuhan. Suatu saat ia ingin mengubah nasibnya dengan berdagang namun bangkrut. Untunglah ia masih punya sepeda motor hingga menjadi tukang ojek.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hampir tiap akhir pekan aku pulang ke Padang untuk berkumpul dengan suamiku. Yang namanya pasangan muda tentu saja kami tidak melewatkan saat kebersamaan di ranjang. Saat aku pulang, aku menitipkan rumah dinasku pada Pak Tigor karena suamiku bilang ia dapat dipercaya. Akupun mengikuti kata-kata suamiku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kadang-kadang aku diberi kabar oleh suamiku bahwa aku tidak usah pulang karena ia yang akan ke pulau. Sering kali suamiku bolak-balik ke pulau hanya karena kangen padaku. Sering kali pula ia memakai sepeda motor Pak Tigor dan memberinya uang lebih.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suamiku telah menganggap Pak Tigor sebagai sahabatnya karena sesekali saat ia ke pulau, Pak Tigor diajaknya makan ke rumah. Sebaliknya, Pak Tigor pun sering mengajak suamiku jalan-jalan di pantai yang cukup indah itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suamiku sering memberi Pak Tigor uang lebih karena ia akan menjagaku dan rumahku jika aku ditinggal. Sejak saat itu aku pun rutin di antar jemput Pak Tigor jika ke kantor. Tidak jarang ia membawakanku penganan asli pulau itu. Aku pun menerimanya dengan senang hati dan berterima kasih. Kadang aku pun membawakannya oleh-oleh jika aku baru pulang dari Padang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah beberapa bulan aku tugas di pulau itu dan melalui rutinitas seperti biasanya, suamiku datang dan memberiku kabar bahwa ia akan disekolahkan ke Australia selama 1,5 tahun. Ini merupakan beasiswa untuk menambah pengetahuannya. Aku tahu bea siswa ini merupakan obsesinya sejak lama. Aku menerimanya. Aku pikir demi masa depan dan kebahagiaan kami juga nantinya sehingga tidak masalah bagiku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suamiku sebelum berangkat sempat berpesan agar aku jangan segan minta tolong kepada Pak Tigor sebab suamiku telah meninggalkan pesan pada Pak Tigor untuk menjagaku. Suamiku pun menitipkan uang yang harus aku serahkan pada Pak Tigor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak suamiku di luar negeri, kami sering telpon-teleponan dan kadang aku bermasturbasi bersama suamiku lewat telepon. Itu sering kami lakukan untuk memenuhi libido kami berdua. Akibatnya, tagihan telepon pun meningkat. Bagaimanapun, aku tidak memperdulikannya. Selagi melakukannya dengan suamiku, aku mengkhayalkan suamiku ada dekatku. Tidak masalah jarak kami berjauhan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku mulai jarang pulang ke Padang karena suamiku tidak ada. Paling aku pulang sebulan sekali. Itu pun aku cuma ke rumah orang tuaku. Rumahku di Padang aku titipkan pada saudaraku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku melewatkan hari-hariku di pulau dengan kesibukan seperti biasanya. Begitu juga Pak Tigor rutin mengantar jemputku. Suatu saat ketika aku pulang, Pak Tigor mengajakku untuk jalan-jalan keliling pantai namun aku menolaknya dengan halus. Aku merasa tidak enak. Apa nanti kata teman kantorku jika melihatnya. Kebetulan saat itu pun aku sedang tidak mood sehingga aku merasa lebih tenang di rumah saja. Di rumah aku beres-beres dan berbenah pekerjaan kantor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhir-akhir ini, aku merasakan bahwa Pak Tigor amat memperhatikanku. Tidak jarang ia sore datang sekedar memastikan aku tidak apa-apa sebab di pulau itu ia amat disegani dan berpengaruh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku sadari kadang dalam berboncengan tanpa sengaja dadaku terdorong ke punggung Pak Tigor saat ia menghindari lubang dan saat ia mengerem. Aku maklum, itulah resikonya jika aku berboncengan sepeda motor. Semakin lama, hal seperti itu semakin sering terjadi sehingga akhirnya aku jadi terbiasa. Sesekali aku juga merangkul pinggangnya jika aku duduknya belum pas di atas jok motornya. Aku rasa Pak Tigor pun sempat merasakan kelembutan payudaraku yang bernomer 34b ini. Aku menerima saja kondisi ini sebab di pulau ini mana ada angkutan. Jadi aku harus bisa membiasakan diri dan menjalaninya. Tak bisa membandingkannya dengan di Padang di mana aku terbiasa menyetir sendiri kalau pergi ke kantor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada suatu Jumat sore sehabis jam kerja, Pak Tigor datang kerumahku. Seperti biasanya, ia dengan ramah menyapaku dan menanyakan keadaanku. Ia pun aku persilakan masuk dan duduk di ruang tamu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sore itu aku telah selesai mandi dan sedang menonton televisi. Kembali Pak Tigor mengajakku jalan ke pantai. Aku keberatan sebab aku masih agak capai. Lagipula aku agak kesal dengan kesibukan suamiku saat kutelepon tadi. Ia tidak bisa terlalu lama di telpon.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kalau gitu, kita main catur saja, Bu... Gimana?" Pak Tigor mencoba mencari alternatif. Kebetulan selama ini ia sering main catur dengan suamiku. Akupun setuju karena aku lagi suntuk. Lumayanlah, untuk menghilangkan kekecewaanku saat ini. Aku pun lalu main catur dengan laki-laki itu. Beberapa kali pula aku mengalahkannya. Taruhannya adalah sebuah botol yang diikat tali lalu dikalungkan ke leher.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seumur hidupku, baru kali ini aku mau bicara bebas dengan laki-laki selain suamiku dan atasanku. Tidak semua orang dapat bebas berbicara denganku. Aku termasuk tipe orang yang memilih dalam mencari lawan bicara sehingga tidak heran jika aku dicap sombong oleh sebagian orang yang kurang aku kenal. Bagaimanapun, dengan Pak Tigor aku bicara apa adanya, ceplas ceplos. Mungkin karena kami telah saling mengenal dan juga aku merasa membutuhkan tenaganya di pulau ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa terasa, telah lama kami bermain catur hingga jam menunjukan pukul 10 malam. Di luar rupanya telah turun hujan deras diiringi petir yang bersahut-sahutan. Kami pun mengakhiri permainan catur kami. Aku lalu membersihkan mukaku ke belakang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Pak, kita ngopi dulu, yuk... ? Biar nggak bosan dan ngantuk," kataku menawarinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di pulau saat itu penduduknya telah pada tidur dan yang terdengar hanya suara hujan dan petir. Setelah menghabiskan kopinya, Pak Tigor minta izin pulang karena hari telah larut. Aku tidak sampai hati sebab cuaca tidak memungkinkan ia pulang. Rumahnya pun cukup jauh. Lagi pula aku kuatir jika nanti ia tersambar petir .</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu aku tawarkan agar ia tidur di ruang tamuku saja. Akhirnya ia menerima tawaranku. Aku memberinya sebuah bantal dan selimut karena cuaca sangat dingin saat itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba, lampu mati. Aku sempat kaget, untunglah Pak Tigor punya korek api dan membantuku mencari lampu minyak di ruang tengah. Lampu kami hidupkan. Satu untuk kamarku dan yang satu lagi untuk ruang tamu tempat Pak Tigor tidur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku lalu minta diri untuk lebih dulu tidur sebab aku merasa capai. Aku lalu tidur di kamar sementara di luar hujan turun dengan derasnya seolah pulau ini akan tenggelam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku berusaha untuk tidur namun ternyata tidak bisa. Ada rasa khawatir yang tidak aku ketahui sebab petir berbunyi begitu kerasnya hingga akhirnya aku putuskan ke ruang tamu saja. Hitung-hitung memancing kantuk dengan ngobrol bareng Pak Tigor. Rasa khawatirku jadi berkurang sebab aku merasa ada yang melindungi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesampainya di ruang tamu, aku lihat Pak Tigor masih berbaring namun matanya belum tidur. Ia kaget, disangkanya aku telah tidur. Aku lalu duduk di depannya dan bilang nggak bisa tidur. Ia cuma tersenyum dan bilang mungkin aku ingat suamiku. Padahal saat itu aku masih sebal dengan kelakuan suamiku. Tanpa sengaja kucurahkan kekesalanku. Aku tahu, mestinya aku tidak boleh bilang suasana hatiku saat itu pada Pak Tigor namun entah mengapa kata-kata itu meluncur begitu saja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan cara bijaksana dan kebapakan ia nasehati aku yang belum merasakan asam garam perkawinan. Dalam suasana temaram cahaya lampu saat itu aku tidak menyadari kapan Pak Tigor pindah duduk kesampingku. Aku kurang tahu kenapa aku membiarkannya meraih jemariku yang masih melingkar cincin berlian perkawinanku dan merebahkan kepalaku didadanya. Aku merasa terlindungi dan merasa ada yang menampung beban pikiranku selama ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pak Tigor pun membelai rambutku seolah aku adalah istrinya. Bibirnya terus bergerak ke balik telingaku dan menghembuskan nafasnya yang hangat. Aku terlena dan membiarkannya berbuat seperti itu. Perlahan ia mulai menciumi telingaku. Aku mulai terangsang ketika ia terus melakukannya dengan lembut. Bibirnya pun terus bergeser sedikit demi sedikit ke bibirku. Saat kedua bibir kami bertemu, seperti ada aliran listrik yang mengaliri sekujur tubuhku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku seperti terhipnotis. Aku seperti tak peduli bahwa yang mencumbuku saat itu adalah orang lain. Mungkin aku telah salah langkah dan salah menilai orang. Jelas bahwa Pak Tigor sama sekali tak merasa sungkan memperlakukanku seperti itu. Seolah-olah ia telah menyimpan hasrat yang mendalam terhadap diriku selama ini. Malam ini adalah kesempatan yang telah ditunggu-tunggunya... Anehnya, aku seperti tak kuasa menahan sepak terjangnya. Padahal yang pantas berbuat itu terhadapku hanyalah suamiku tercinta. Sepertinya telah tertutup mata hatiku oleh nafsu dan gairahku yang juga menuntut pelampiasan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pak Tigor pun mengulum bibirku beberapa saat. Aku pun membalasnya sambil menutup kedua mataku menikmatinya. Tangannya juga tidak mau tinggal diam dengan terus merabai buah dadaku yang terbungkus BH dan kaos tidur itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku lalu dibimbingnya ke kamar tidur dan direbahkannya di ranjang yang biasa aku gunakan untuk bercinta dengan suamiku, namun kini yang berada di sini, di sampingku bukanlah suamiku melainkan seorang laki-laki tukang ojek sepantaran ayahku yang notabene tidak pantas untukku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku telah terlarut dalam gairah yang menghentak. Aku tahu akan terjadi sesuatu yang terlarang di antara kami berdua. Itulah yang menyihirku dan, entah bagaimana caranya, membuat aku memasrahkan diriku pada laki-laki ini. Pak Tigor menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam. Sedang lampu di luar telah ia matikan tadi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku diam saja menanti apa yang akan diperbuatnya padaku. Padahal selama ini aku tidak sekali pun memberi hati jika ada laki-laki lain yang iseng merabaku dan mencolekku. Aku termasuk wanita yang menjunjung tinggi kesucian dan kehormatan sesuai dengan yang selalu diajarkan orang tua dan agamaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekarang semua itu musnah oleh keangkuhanku sendiri. Aku terbaring tak berdaya. Pak Tigor mulai melepaskan pakaianku satu persatu, mulai dari kaosku lalu celana panjang dan akhirnya bra dan celana dalam kremku terlempar ke bawah lantai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku hanya memejamkan mataku. Aku pun semakin buta oleh nafsuku yang mulai menggebu-gebu merasuki jiwa dan tubuhku. Bahkan sepertinya aku tak sabar menanti tindakan Pak Tigor selanjutnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selesai menelanjangi aku, ia pun melepaskan pakaiannya hingga lapis terakhir. Aku berdebar-debar karena kini kami sudah sama-sama bugil. Kuperhatikan tubuhnya yang hitam. Meskipun sudah tua namun ototnya masih ada. Ada gambar tattoo tengkorak di lengannya. Aku rasa dia adalah laki-laki yang keras dan jarang ada kelembutan. Itu aku ketahui saat ia mulai merabaiku dan menelanjangiku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku tersentak ketika Ia mulai memelukku dan menciumiku dari leher hingga belahan dadaku dengan kasar. Rabaan tangannya yang kasar membuatku tak hanya kesakitan, melainkan juga terangsang. Suamiku jika merabaiku cukup hati-hati. Nyata perbedaannya dengan Pak Tigor yang keras wataknya. Tampaknya ia sudah lama tidak berhubungan badan dengan wanita, maka akulah yang menjadi sarana pelampiasan nafsunya. Aku merasa tak kuasa apa pun atas tindakannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Spontan air mataku terasa menetes karena tersirat penyesalan telah menodai perkawinanku, namun percuma saja. Sekarang semuanya sudah terlambat. Pak Tigor semakin asyik dengan tindakannya. Tiap jengkal tubuhku dijamahnya tanpa terlewatkan seinci pun. Kekuatan Pak Tigor telah menguasai diriku. Aku membiarkan saja ia terus merangsangi diriku. Tubuhku pun berkeringat tidak tahan dan geli bercampur gairah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu mulutnya turun ke selangkanganku. Ia sibakkan kedua kakiku yang putih bersih itu. Di situ lidahnya bermain menjilati klitorisku. Kepalaku miring ke kiri dan ke kanan menahan gejolak yang melandaku. Peganganku hanya kain sprei yang aku tarik karena desakan itu. Kedua kakiku pun menerjang dan menghentak tidak tahan atas gairah yang melandaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa menit kemudian aku orgasme dan mulutnya menelan air orgasmeku itu. Badanku lemas tak bertenaga. Mataku pun terpejam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu aku kembali dibangkitkan oleh Pak Tigor dengan meciumi balik telingaku hingga liang kehormatanku. Di sana jarinya ia masukkan dan mulai mengacak-acak liang kewanitaanku lalu mempermainkan celahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku semakin sadar jika Pak Tigor telah lama merencanakan ini. Bisa jadi telah lama ia berobsesi untuk meniduriku karena sama sekali tak nampak keraguan dalam seluruh tindakannya mencabuliku. Berarti ia memang telah berencana melanggar amanat suamiku dan menguasaiku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akupun akhirnya orgasme untuk yang kedua kalinya oleh tangan Pak Tigor. Badanku telah basah oleh keringat kami berdua. Aku benar-benar merasa lemas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pak Tigor lalu minta izin padaku untuk memasukkan penisnya ke lubang kehormatanku. Aku menggeleng tidak setuju sebab aku tahu konsekuensinya. Liang kehormatanku akan tercemar oleh cairan laki-laki lain. Aku merasa terlalu jauh berkhianat pada suamiku. Bagiku cukuplah tindakannya tadi dan tidak usah diteruskan lagi hingga penetrasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia pun mau menerima pendapatku. Akan tetapi, aku bisa melihat ada rasa kecewa di matanya. Aku bisa bayangkan dirinya yang telah terobsesi untuk menyenggamaiku. Aku lihat penisnya telah siap memasuki diriku jika aku izinkan. Panjangnya melebihi milik suamiku dan agak bengkok dengan diameter yang melebar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pak Tigor minta aku untuk membantunya klimaks dengan mengulum penisnya. Aku kembali menggeleng karena aku dan suamiku selama ini tidak pernah melakukan oral sex baik suami kepadaku dan juga sebaliknya meskipun kami selalu menjaga kebersihan wilayah sensitif kami. Pak Tigor terus memohon sebab ia merasa tersiksa karena belum klimaks.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lama-kelamaan aku merasa kasihan juga. Tidak adil rasanya bagiku yang telah dibantunya sampai dua kali orgasme untuk membiarkannya seperti itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya aku beranikan diri mengulumnya. Dengan sedikit jijik aku buka mulutku, namun tidak muat seluruhnya dan hanya sampai batangnya saja. Mulutku serasa mau robek karena besarnya penis Pak Tigor. Baru beberapa kali kulum aku serasa mual dan mau muntah oleh aroma kelamin Pak Tigor itu. Aku maklum saja karena ia kurang bersih dan seperti kebiasaan laki-laki Batak, penisnya tidak ia sunat hingga membuatnya agak kotor. Mungkin juga disebabkan oleh makanan yang tidak beraturan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Satu menit, dua menit... lima menit berlalu... Entah berapa lama lagi setelah itu aku mengulumi penis Pak Tigor sampai basah dan bersih oleh air liurku... Aku lalu menyerah dan melepaskan penis Pak Tigor dari mulutku. Aku heran Pak Tigor ini sampai sekian lama kok tidak juga klimaks. Aku salut akan staminanya. Aku juga salut atas sikapnya yang menghargai wanita dengan tidak memaksakan kehendak. Padahal dalam keadaan seperti ini, aku bisa saja dipaksanya namun tidak ia lakukan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku merasa bersalah pada diriku dan ingin membantunya saat itu juga. Di dalam pikiranku berperang antara birahi dan moral. Akhirnya, kupikir sudah terlanjur basah. Di samping itu, aku tidak ingin menambah masalah antara aku dan Pak Tigor. Jika aku larang terus nantinya Pak Tigor bisa saja memperkosaku. Seorang laki-laki yang telah berbirahi di ubun-ubun sering bertindak nekad dan lagi pula aku sendirian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya, dengan pertimbangan demi kebaikan kami berdua, maka aku izinkan dia melakukan penetrasi ke dalam rahimku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Hmmm... Pak Tigor... Begini deh... Kalau Bapak memang benar-benar mau mencampuri saya... Boleh, Pak... "</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pak Tigor pun tampaknya gembira sekali. Padahal tadi sempat kulihat wajahnya tegang sekali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ibu benar-benar ikhlas... ?" tanya Pak Tigor menatap dalam-dalam mataku dengan penuh birahi. Tangannya membelai rambutku. Aku membalas tatapannya sambil tersenyum, lalu mengangguk dengan pasti.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pak Tigor mencium dan mengulum bibirku dalam-dalam... Seolah menyatakan rasa terima kasihnya atas kesediaanku. Setelah dilepaskannya pagutannya dari mulutku, kami pun berpandangan dan saling tersenyum...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku lalu berbaring dan membuka kedua pahaku memberinya jalan memasuki rahimku. Tubuh kami berdua saat itu telah sama-sama berkeringat dan rambutku telah kusut. Dari temaran lampu dinding aku lihat Pak Tigor bersiap-siap mengarahkan penisnya. Posisinya pas diatas tubuhku. Tubuhnya telah basah oleh keringat hingga membuat badannya hitam berkilat. Tampaknya ia masih berusaha menahan untuk ejakulasi. Di luar saat ini hujan pun seakan tidak mau kalah oleh gelombang nafsu kami berdua.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pak Tigor dengan hati-hati menempelkan kepala penisnya. Ia tahu jika tergesa-gesa akan membuatku kesakitan sebab punyaku masih kecil dan belum pernah melahirkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku pun berusaha memperlebar kedua pahaku supaya mudah dimasuki kejantanan Pak Tigor sebab aku melihat kejantanannya panjang dan agak bengkok jadi aku bersiap-siap agar aku jangan kesakitan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Pelan-pelan ya, Pak... " Aku sempat bilang kepadanya untuk jangan cepat-cepat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan bertahap, ia mulai memasukan penisnya. Aku memejamkan mata dan merasakan sentuhan pertemuan kemaluan kami.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk melancarkan jalannya, kakiku ia angkat hingga melilit badannya, lalu langsung penisnya masuk ke rahimku dengan lambat. Aku terkejut dan merasakan ngilu di bibir rahimku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Auuch... ooh... auuch... " Aku meracau kesakitan. Pak Tigor membungkam mulutku dengan mulutnya. Kedua tubuh bugil kami pun sepenuhnya bertemu dan menempel.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tidak lama kemudian seluruh penisnya masuk ke rahimku dan ia mulai melakukan gerak maju mundur. Aku merasakan tulangku bagai lolos, sama seperti saat aku dan suamiku melakukan hubungan intim pertama kalinya dan kuserahkan kegadisanku padanya di malam pengantin dulu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tidak lama kemudian aku merasakan kenikmatan. Mulut pak Tigor pun lepas dari mulutku karena aku tidak kesakitan lagi. Aku tersengal-sengal setelah selama beberapa waktu mulutku disumpalnya. Kekuatan laki-laki ini amat membuatku salut, sampai membuat ranjangku dan badanku bergetar semua seperti kapal yang terserang badai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kurang lebih 15 menit kemudian Pak Tigor gerakannya bertambah cepat dan tubuhnya menegang hebat. Aku merasakan di dalam rahimku basah oleh cairan hangat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tubuhnya lalu rebah diatas tubuhku tanpa melepaskan penisnya dari dalam rahimku. Aku pun dari tadi telah sempat kembali orgasme. Kami pun tertidur sementara diluar hujan masih saja turun. Butiran keringat kami membuat basah sprei yang kusut di sana-sini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat itu tidak ada lagi batas diantara kami, namun aku merasa telah berdosa kepada suamiku. Hingga tengah malam Pak Tigor pun kembali menggauliku sepuasnya dan akupun tidak merasa segan lagi karena kami tidak lagi merasa asing satu sama lain. Aku pun tidak merasa jijik lagi jika melakukan oral sex dengan Pak Tigor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bagi seorang wanita seperti diriku, sangat sulit rasanya untuk melepaskan diri dari kejadian ini. Penyesalan pun tiada gunanya. Aku yang di luarnya tampak keras, berwibawa dan kadang sombong, semuanya menjadi tiada arti lagi saat seorang laki-laki seperti Pak Tigor telah berhasil menggauliku. Kehormatan dan perkawinan yang aku junjung pun luntur sudah, namun apa lagi yang bisa kuperbuat... Pak Tigor pun kini telah merasa jadi pemenang dengan kemampuannya menaklukkanku hingga aku tidak berdaya. Aku semakin tidak berdaya jika ia telah berada di dalam kamarku, untuk bersebadan dengannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku merasa telah terperdaya oleh gelombang gairah yang dipancarkan oleh Pak Tigor. Sangat aneh bagiku jika Pak Tigor yang seusia dengan ayahku ini masih mampu mengalahkanku dan membuatku orgasme berkali-kali tidak seperti suamiku yang hanya bisa membuatku orgasme sekali saja. Begitu juga aku. Kuakui aku mendapatkan pengalaman baru dan mengaburkan pendapatku selama ini bahwa laki-laki paro baya akan hilang keperkasaannya. Selama kami berhubungan badan aku sempat bertanya padanya bagaimana ia bisa sekuat itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pak Tigor pun bercerita bahwa ia sering mengkonsumsi makanan khas Batak berupa sup anjing yang menurutnya dapat menjaga dan menambah vitalitas pria.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku bergidik jijik dan mau muntah mendengarnya. Aku jadi ingat, pantas saja saat bersebadan dengannya bau keringatnya lain. Juga saat aku mengulum kemaluannya terasa panas dan amis.Rupanya selama ini Pak Tigor sering memakan makanan yang di agamaku diharamkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pernah suatu kali aku kurang enak badan padahal Pak Tigor ngotot ingin mengajakku untuk bersetubuh. Aku pun dibelikannya makanan berupa sate. Saat aku santap, rasanya sedikit aneh. Setelah makan beberapa tusuk, aku merasakan tubuhku panas dan badanku seakan fit kembali. Setelah sate itu aku habiskan, kami pun melakukan persetubuhan dengan amat panas dan bergairah hingga aku mengalami orgasme sampai tiga kali. Tubuhku seakan segar bugar kembali dan enak sekali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah persetubuhan, Pak Tigor bilang bahwa yang aku makan tadi adalah sate daging anjing. Aku marah dan ingin memuntahkannya karena jijik dan kotor. Hanya karena pandainya ia memberiku pengertian, ditambah sedikit rayuan, aku jadi bisa menerimanya. Bagaimanapun, aku memintanya untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi walaupun terus terang, aku pun mau tak mau harus mengakui khasiatnya... Ia pun berjanji untuk tidak mengulanginya lagi tanpa seizinku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selama aku bertugas di pulau itu hampir satu tahun, kami telah sering melakukan hubungan seks dengan sangat rapi. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Untungnya pula, akibat perbuatan kami ini aku tidak sampai hamil. Aku memang disiplin ber-KB supaya Pak Tigor bebas menumpahkan spermanya di rahimku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kapanpun, kami sering melakukannya. Kadang di rumahku, kadang di rumah Pak Tigor. Kadang kalau kupikir, alangkah bodohnya aku mau saja digauli di atas dipan kayu yang cuma beralaskan tikar usang. Bagaimamanapun, yang penting bagiku hasrat terpenuhi dan Pak Tigor pun bisa memberinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pernah suatu hari setelah kami bersebadan di rumahnya, Pak Tigor minta kepadaku untuk mau hidup dengannya di pulau itu. Permintaan Pak Tigor ini tentu mengejutkanku, rasanya tidak mungkin sebab aku terikat perkawinan dengan suamiku dan aku pun tidak ingin menghancurkannya. Lagi pula Pak Tigor seusia dengan ayahku. Apa jadinya jika ayahku tahu. Rupanya Pak Tigor mulai mencintaiku sejak ia dengan bebas dapat menggauliku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di samping itu, keyakinan kami pun berbeda karena Pak Tigor seorang Protestan. Bagiku ini masalah baru. Memang, sejak berhubungan intim dengannya, aku tak lagi menjalankan agamaku dengan taat. Kebiasaan Pak Tigor menyantap daging anjing dan babi, juga menenggak tuak, sedikit demi sedikit ikut mempengaruhiku. Kadang aku ikut pula menikmati makanan seperti itu. Sekedar menemaninya dan sebagai wujud toleransiku padanya. Lagipula, khasiat itu semua terhadap gairah seks kami telah terbukti... Apapun, perbedaan agama itu tetap saja terasa menjadi ganjalan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pak Tigor pun pernah menanyakan padaku kenapa aku tidak hamil padahal setiap ia menyebadaniku spermanya selalu ia tumpahkan di dalam. Aku tidak memberitahunya jika aku ber-KB karena tidak ingin mengecewakannya. Jelas ia sebenarnya menginginkan aku hamil agar memuluskan langkahnya untuk memilikiku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku harus menyiasatinya agar ia tidak lagi bermimpi untuk menikahiku. Sebenarnya bagiku hubungan ini hanyalah sebagai pelarianku dari kesepian selama jauh dari suamiku. Aku pun menjelaskannya kepada Pak Tigor dengan lembut dan baik-baik saat kami usai berhubungan badan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku pun bilang jika kelak aku pindah kerja, ia harus rela hubungan ini putus. Selama aku dinas di pulau ini dan suamiku tidak ada, ia kuberi kebebasan untuk memilikiku dan menggauliku. Syaratnya, asal jangan berbuat macam-macam didepan teman-teman kantorku yang kebetulan hampir semuanya penduduk asli pulau ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya ia mau mengerti dan menerima alasanku. Ia berjanji akan menutup rapat rahasia kami jika aku pindah. Ia pun menerima segala persyaratanku karena rasa cintanya padaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selama aku tugas di pulau ini, Pak Tigor terus memberiku kenikmatan ragawi tanpa kenal batas antara kami. Bagiku cinta hanya untuk suamiku. Pak Tigor adalah terminal persinggahan yang harus aku singgahi. Dalam hatiku, aku berjanji untuk menutup rapat rahasia ini karena masih ada penyesalan dalam diriku. Kadang aku mengganggap diriku kotor dan telah merusak kesucian pernikahan kami. Bagaimanapun, mungkin ini memang tahapan kehidupan yang harus aku lewati...</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-74993775477450749172011-12-20T10:00:00.001-08:002011-12-20T10:00:33.553-08:00Aku 'Obat Awet Muda' Tante Erni<div style="text-align: justify;">Kejadian ini terjadi ketika aku kelas 3 SMP, yah aku perkirakan umur aku waktu itu baru saja 14 tahun. Aku entah kenapa yah perkembangan sexnya begitu cepat sampai-sampai umur segitu ssudah mau ngerasain yang enak-enak. Yah itu semua karena temen nyokap kali yah, Soalnya temen nyokap Aku yang namanya Tante Erni (biasa kupanggil dia begitu) orangnya cantik banget, langsing dan juga awet muda bikin aku bergetar.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Tante Erni ini tinggal dekat rumahku, hanya beda 5 rumahlah, nah Tante Erni ini cukup deket sama keluargaku meskipun enggak ada hubungan saudara. Dan dapat dipastikan kalau sore biasanya banyak ibu-ibu suka ngumpul di rumahku buat sekedar ngobrol bahkan suka ngomongin suaminya sendiri. Nah Tante Erni inilah yang bikin aku cepet gede (maklumlah anak masih puber kan biasanya suka yang cepet-cepet).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Biasanya Tante Erni kalau ke rumah Aku selalu memakai daster atau kadang-kadang celana pendek yang bikin aku ser.. ser.. ser.. Biasanya kalau sudah sore tuh ibu-ibu suka ngumpul di ruang TV dan biasanya juga aku pura-pura nonton TV saja sambil lirak lirik. Tante Erni ini entah sengaja atau nggak aku juga enggak tahu yah. Dia sering kalau duduk itu tuh mengangkang, kadang pahanya kebuka dikit bikin Aku ser.. ser lagi deh hmm.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apa keasyikan ngobrolnya apa emang sengaja Aku juga enggak bisa ngerti, tapi yang pasti sih aku kadang puas banget sampai-sampai kebayang kalau lagi tidur. Kadang kalau sedang ngerumpi sampai ketawa sampai lupa kalau duduk nya Tante Erni ngangkang sampai-sampai celana dalemnya keliatan (wuih aku suka banget nih). Pernah aku hampir ketahuan pas lagi ngelirik wah rasanya ada perasaan takut malu sampai-sampai Aku enggak bisa ngomong sampai panas dingin tapi Tante Erni malah diam saja malah dia tambahin lagi deh gaya duduknya. Nah dari situ aku sudah mulai suka sama tuh Tante yang satu itu. Setiap hari pasti Aku melihat yang namanya paha sama celana dalem tuh Tante.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pernah juga Aku waktu jalan-jalan bareng ibu-ibu ke puncak nginep di villa. Ibu-ibu hanya bawa anaknya, nah kebetulan Mami Aku ngsajak Aku pasti Tante Erni pula ikut wah asyik juga nih pikir ku. Waktu hari ke-2 malam-malam sekitar jam 8-9 mereka ngobrol di luar deket taman sambil bakar jagung. Ternyata mereka sedang bercerita tentang hantu, ih dasar ibu-ibu masih juga kaya anak kecil ceritanya yang serem-serem, pas waktu itu Tante Erni mau ke WC tapi dia takut. Tentu saja Tante Erni di ketawain sama gangnya karena enggak berani ke WC sendiri karena di villa enggak ada orang jadinya takut sampai-sampai dia mau kencing di deket pojokan taman.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu Tante Erni menarik tangan Aku minta ditemenin ke WC, yah aku sih mau saja. Pergilah aku ke dalam villa sama Tante Erni, sesampainya Aku di dalam villa Aku nunggu di luar WC eh malah Tante Ernin ngsajak masuk nemenin dia soalnya katanya dia takut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex temenin Tante yah tunggu di sini saja buka saja pintu nya enggak usah di tutup, Tante takut nih", kata Tante Erni sambil mulai berjongkok.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dia mulai menurunkan celana pendeknya sebatas betis dan juga celana dalamnya yang berwarna putih ada motif rendanya sebatas lutut juga. "Serr.. rr.. serr.. psstt", kalau enggak salah gitu deh bunyinya. Jantungku sampai deg-degan waktu liat Tante Erni kencing, dalam hatiku, kalau saja Tante Erni boleh ngasih liat terus boleh memegangnya hmm. Sampai-sampai aku bengong ngeliat Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Heh kenapa kamu Lex kok diam gitu awas nanti kesambet" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Ah enggak apa-apa Tante", jawabku.</div><div style="text-align: justify;">"Pasti kamu lagi mikir yang enggak-enggak yah, kok melihatnya ke bawah terus sih?", tanya Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Enggak kok Tante, aku hanya belum pernah liat cewek kencing dan kaya apa sih bentuk itunya cewek?" tanyaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni cebok dan bangun tanpa menaikkan celana sama CDnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kamu mau liat Lex? Nih Tante kasih liat tapi jangan bilang-bilang yah nanti Tante enggak enak sama Mamamu", kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku hanya mengangguk mengiyakan saja. Lalu tanganku dipegang ke arah vaginanya. Aku tambah deg-degan sampai panas dingin karena baru kali ini Aku megang sama melihat yang namanya memek. Tante Erni membiarkanku memegang-megang vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Sudah yah Lex nanti enggak enak sama ibu-ibu yang lain dikirain kita ngapain lagi".</div><div style="text-align: justify;">"Iyah Tante", jawabku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu Tante Erni menaikan celana dalam juga celana pendeknya terus kami gabung lagi sama ibu-ibu yang lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Esoknya aku masih belum bisa melupakan hal semalam sampai sampai aku panas dingin. Hari ini semua pengen pergi jalan-jalan dari pagi sampai sore buat belanja oleh-oleh rekreasi. Tapi aku enggak ikut karena badanku enggak enak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex, kamu enggak ikut?" tanya mamiku.</div><div style="text-align: justify;">"Enggak yah Mam aku enggak enak badan nih tapi aku minta di bawain kue mochi saja yah Mah" kataku.</div><div style="text-align: justify;">"Yah sudah istirahat yah jangan main-main lagi" kata Mami.</div><div style="text-align: justify;">"Erni, kamu mau kan tolong jagain si Alex nih yah, nanti kalau kamu ada pesenan yang mau di beli biar sini aku beliin" kata Mami pada Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Iya deh Kak aku jagain si Alex tapi beliin aku tales sama sayuran yah, aku mau bawa itu buat pulang besok" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya mereka semua pergi, hanya tinggal aku dan Tante Erni berdua saja di villa, Tante Erni baik juga sampai-sampai aku di bikinin bubur buat sarapan, jam menunjukan pukul 9 pagi waktu itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kamu sakit apa sih Lex? kok lemes gitu?" tanya Tante Erni sambil nyuapin aku dengan bubur ayam buatannya.</div><div style="text-align: justify;">"Enggak tahu nih Tante kepalaku juga pusing sama panas dingin aja nih yang di rasa" kataku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni begitu perhatian padaku, maklumlah di usia perkawinannya yang sudah 5 tahun dia belum dikaruniai seorang buah hati pun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kepala yang mana Lex atas apa yang bawah?" kelakar Tante Erni padaku.</div><div style="text-align: justify;">Aku pun bingung, "Memangya kepala yang bawah ada Tante? kan kepala kita hanya satu?" jawabku polos.</div><div style="text-align: justify;">"Itu tuh yang itu yang kamu sering tutupin pake segitiga pengaman" kata Tante Erni sambil memegang si kecilku.</div><div style="text-align: justify;">"Ah Tante bisa saja" kataku.</div><div style="text-align: justify;">"Eh jangan-jangan kamu sakit gara-gara semalam yah" aku hanya diam saja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selesai sarapan badanku dibasuh air hangat oleh Tante Erni, pada waktu dia ingin membuka celanaku, kubilang, "Tante enggak usah deh Tante biar Alex saja yang ngelap, kan malu sama Tante"</div><div style="text-align: justify;">"Enggak apa-apa, tanggung kok" kata Tante Erni sambil menurunkan celanaku dan CDku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dilapnya si kecilku dengan hati-hati, aku hanya diam saja.</div><div style="text-align: justify;">"Lex mau enggak pusingnya hilang? Biar Tante obatin yah"</div><div style="text-align: justify;">"Pakai apa Tan, aku enggak tahu obatnya" kataku polos.</div><div style="text-align: justify;">"Iyah kamu tenang saja yah" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu di genggamnya batang penisku dan dielusnya langsung spontan saat itu juga penisku berdiri tegak. Dikocoknya pelan-pelan tapi pasti sampai-sampai aku melayang karena baru pertama kali merasakan yang seperti ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Achh.. cchh.." aku hanya mendesah pelan dan tanpa kusadari tanganku memegang vagina Tante Erni yang masih di balut dengan celana pendek dan CD tapi Tante Erni hanya diam saja sambil tertawa kecil terus masih melakukan kocokannya. Sekitar 10 menit kemudian aku merasakan mau kencing.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Tante sudah dulu yah aku mau kencing nih" kataku.</div><div style="text-align: justify;">"Sudah, kencingnya di mulut Tante saja yah enggak apa-apa kok" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku bingung campur heran melihat penisku dikulum dalam mulut Tante Erni karena Tante Erni tahu aku sudah mau keluar dan aku hanya bisa diam karena merasakan enaknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Hhgg..achh.. Tante aku mau kencing nih bener " kataku sambil meremas vagina Tante Erni yang kurasakan berdenyut-denyut.</div><div style="text-align: justify;">Tante Ernipun langsung menghisap dengan agresifnya dan badanku pun mengejang keras.</div><div style="text-align: justify;">"Croott.. ser.. err.. srett.." muncratlah air maniku dalam mulut Tante Erni, Tante Erni pun langsung menyedot sambil menelan maniku sambil menjilatnya. Dan kurasakan vagina Tante Erni berdenyut kencang sampai-sampai aku merasakan celana Tante Erni lembab dan agak basah.</div><div style="text-align: justify;">"Enak kan Lex, pusingnya pasti hilang kan?" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Tapi Tante aku minta maaf yah aku enggak enak sama Tante nih soalnya Tante.."</div><div style="text-align: justify;">"Sudah enggak apa-apa kok, oh iya kencing kamu kok kental banget, wangi lagi, kamu enggak pernah ngocok Lex?"</div><div style="text-align: justify;">"Enggak Tante"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa kusadari tanganku masih memegang vagina Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Loh tangan kamu kenapa kok di situ terus sih". Aku jadi salah tingkah</div><div style="text-align: justify;">"Sudah enggak apa-apa kok, Tante ngerti" katanya padaku.</div><div style="text-align: justify;">"Tante boleh enggak Alex megang itu Tante lagi" pintaku pada Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni pun melepaskan celana pendeknya, kulihat celana dalam Tante Erni basah entah kenapa.</div><div style="text-align: justify;">"Tante kencing yah?" tanyaku.</div><div style="text-align: justify;">"Enggak ini namanya Tante nafsu Lex sampai-sampai celana dalam Tante basah".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dilepaskannya pula celana dalam Tante Erni dan mengelap vaginanya dengan handukku. Lalu Tante Erni duduk di sampingku</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex pegang nih enggak apa-apa kok sudah Tante lap" katanya. Akupun mulai memegang vagina Tante Erni dengan tangan yang agak gemetar, Tante Erni hanya ketawa kecil.</div><div style="text-align: justify;">"Lex, kenapa? Biasa saja donk kok gemetar kaya gitu sih" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">Dia mulai memegang penisku lagi, "Lex Tante mau itu nih".</div><div style="text-align: justify;">"Mau apa Tante?"</div><div style="text-align: justify;">"Itu tuh", aku bingung atas permintaan Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Hmm itu tuh, punya kamu di masukin ke dalam itunya Tante kamu mau kan?"</div><div style="text-align: justify;">"Tapi Alex enggak bisa Tante caranya"</div><div style="text-align: justify;">"Sudah, kamu diam saja biar Tante yang ajarin kamu yah" kata Tante Erni padaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mulailah tangannya mengelus penisku biar bangun kembali tapi aku juga enggak tinggal diam aku coba mengelus-elus vagina Tante Erni yang di tumbuhi bulu halus.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex jilatin donk punya Tante yah" katanya.</div><div style="text-align: justify;">"Tante Alex enggak bisa, nanti muntah lagi"</div><div style="text-align: justify;">"Coba saja Lex"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante pun langsung mengambil posisi 69. Aku di bawah, Tante Erni di atas dan tanpa pikir panjang Tante Erni pun mulai mengulum penisku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Achh.. hgghhghh.. Tante"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku pun sebenarnya ada rasa geli tapi ketika kucium vagina Tante Erni tidak berbau apa-apa. Aku mau juga menjilatinya kurang lebih baunya vagina Tante Erni seperti wangi daun pandan (asli aku juga bingung kok bisa gitu yah) aku mulai menjilati vagina Tante Erni sambil tanganku melepaskan kaus u can see Tante Erni dan juga melepaskan kaitan BH-nya, kini kami sama-sama telanjang bulat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni pun masih asyik mengulum penisku yang masih layu kemudian Tante Erni menghentikannya dan berbalik menghadapku langsung mencium bibirku dengan nafas yang penuh nafsu dan menderu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kamu tahu enggak mandi kucing Lex" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku hanya menggelengkan kepala dan Tante Erni pun langsung menjilati leherku menciuminya sampai-sampai aku menggelinjang hebat, ciumannya berlanjut sampai ke putingku, dikulumnya di jilatnya, lalu ke perutku, terus turun ke selangkanganku dan penisku pun mulai bereaksi mengeras. Dijilatinya paha sebelah dalamku dan aku hanya menggelinjang hebat karena di bagian ini aku tak kuasa menahan rasa geli campur kenikmatan yang begitu dahsyat. Tante Erni pun langsung menjilati penisku tanpa mengulumnya seperti tadi dia menghisap-hisap bijiku dan juga terus sampai-sampai lubang pantatku pun dijilatinya sampai aku merasakan anusku basah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kulihat payudara Tante Erni mengeras, Tante Erni menjilati sampai ke betisku dan kembali ke bibirku dikulumnya sambil tangannya mengocok penisku, tanganku pun meremas payudara Tante Erni. Entah mengapa aku jadi ingin menjilati vagina Tante Erni, langsung Tante Erni kubaringkan dan aku bangun, langsung kujilati vagina Tante Erni seperti menjilati es krim.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Achh.. uhh.. hhghh.. acch Lex enak banget terus Lex, yang itu isep jilatin Lex" kata Tante Erni sambil menunjuk sesuatu yang menonjol di atas bibir vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku langsung menjilatinya dan menghisapnya, banyak sekali lendir yang keluar dari vagina Tante Erni tanpa sengaja tertelan olehku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex masukin donk Tante enggak tahan nih"</div><div style="text-align: justify;">"Tante gimana caranya?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni pun menyuruhku tidur dan dia jongkok di atas penisku dan langsung menancapkannya ke dalam vaginanya. Tante Erni naik turun seperti orang naik kuda kadang melakukan gerakan maju mundur. Setengah jam kami bergumul dan Tante Erni pun mengejang hebat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex Tante mau keluar nih eghh.. huhh achh" erang Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akupun di suruhnya untuk menaik turunkan pantatku dan tak lama kurasakan ada sesuatu yang hangat mengalir dari dalam vagina Tante Erni. Hmm sungguh pengalaman pertamaku dan juga kurasakan vagina Tante Erni mungurut-urut penisku dan juga menyedotnya. Kurasakan Tante Erni sudah orgasme dan permainan kami terhenti sejenak. Tante Erni tidak mencabut penisku dan membiarkanya di dalam vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex nanti kalau mau kencing kaya tadi bilang ya" pinta Tante Erni padaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akupun langsung mengiyakan tanpa mengetahui maksudnya dan Tante Ernipun langsung mengocok penisku dengan vaginanya dengan posisi yang seperti tadi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Achh .. Tante enak banget achh.., gfggfgfg.." kataku dan tak lama aku pun merasakan hal yang seperti tadi lagi.</div><div style="text-align: justify;">"Tante Alex kayanya mau kencing niih"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni pun langsung bangun dan mengulum penisku yang masih lengket dengan cairan kewanitaanya, tanpa malu dia menghisapnya dan tak lama menyemburlah cairan maniku untuk yang ke 2 kalinya dan seperti yang pertama Tante Erni pun menelannya dan menghisap ujung kepala penisku untuk menyedot habis maniku dan akupun langsung lemas tapi disertai kenikmatan yang alang kepalang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami pun langsung mandi ke kamar mandi berdua dengan telanjang bulat dan kami melakukannya lagi di kamar mandi dengan posisi Tante Erni menungging di pinggir bak mandi. Aku melakukannya dengan cermat atas arahan Tante Erni yang hebat. Selasai itu jam pun menunjukan pukul 1 siang langsung makan siang dengan telur dadar buatan Tante Erni, setelah itu kamipun capai sekali sampai-sampai tertidur dengan Tante Erni di sampingku, tapi tanganku kuselipkan di dalam celana dalam Tante Erni. Kami terbangun pada pukul 3 sore dan sekali lagi kami melakukannya atas permintaan Tante Erni, tepat jam 4:30 kami mengakhiri dan kembali mandi, dan rombongan ibu-ibu pun pulang pukul 6 sore.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex kamu sudah baikan?" tanya Mamiku.</div><div style="text-align: justify;">"Sudah mam, aku sudah seger n fit nih" kataku.</div><div style="text-align: justify;">"Kamu kasih makan apa Ni, si Alex sampai-sampai langsung sehat" tanya Mami sama Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Hanya bubur ayam sama makan siang telur dadar terus kukasih saja obat anti panas" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Esoknya kamipun pulang ke jakarta dan di mobil pun aku duduk di samping Tante Erni yang semobil denganku. Mami yang menyopir ditemani Ibu Herman di depan. Di dalam mobilpun aku masih mencuri-curi memegang barangnya Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sampai sekarang pun aku masih suka melakukannya dengan Tante Erni bila rumahku kosong atau terkadang ke hotel dengan Tante Erni. Sekali waktu aku pernah mengeluarkan spermaku di dalam sampai 3 kali. Kini Tante Erni sudah dikarunia 2 orang anak yang cantik. Baru kuketahui bahwa suami Tante Erni ternyata menagalami ejakulasi dini. Sebenarnya kini aku bingung akan status anak Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Yah, begitulah kisahku sampai sekarang aku tetap menjadi PIL Tante Erni bahkan aku jadi lebih suka dengan wanita yang lebih tua dariku. Pernah juga aku menemani seorang kenalan Tante Erni yang nasibnya sama seperti Tante Erni, mempunyai suami yang ejakulasi dini dan suka daun muda buat obat awet muda, dengan menelan air mani pria muda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">THE END</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-48018430915525345302011-12-20T10:00:00.000-08:002011-12-20T10:00:08.991-08:00Tante Rita, Ibu Kostku Yang Seksi<div style="text-align: justify;">Sebelumnya saya kost diMalang dan karena ribut dengan salah satu anak kost di sana, saya coba cari tempat kost lain. Rumah kost baru ini saya ketahui dari salah seorang teman yang masih saudara sepupu ibu kost saya. Waktu pertama kali saya datang, ibu kost saya (sebut saja namanya Rita) agak ragu-ragu karena dia sebenarnya berencana untuk menerima wanita. Maklum karena dia hanya tinggal sendiri ditemani seorang pembantu. Untung akhirnya Mbak Rita mau menerima saya karena tahu saya adalah teman dekat saudara sepupunya.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Sebagai gambaran, Mbak Rita tingginya 163 cm dengan wajah yang cantik. Kulitnya putih dan badannya juga sangat seksi dengan ukuran dada yang lebih besar dari umumnya wanita Indonesia. Belum lama saya tinggal di sana saya mulai tahu kalau Mbak Rita dibalik penampilan luarnya yang cukup alim, ternyata mempunyai libido seks yang cukup tinggi. Waktu itu saya sedang di rumah sendiri dan saya suruh pembantu untuk membelikan makanan di luar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saya iseng dan masuk ke kamarnya serta membuka lemari pakaiannya. Di lacinya, di bawah tumpukan pakaian dalamnya ternyata terdapat dua buah vibrator yang mungkin sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Mbak Rita juga mempunyai beberapa pakaian dalam dan baju tidur yang sangat seksi. Hal ini sebenarnya sudah saya ketahui dengan memperhatikan pakaian-pakaian dalamnya bila dijemur di halaman belakang rumah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di rumah pun Mbak Rita cukup bebas, dia hampir tidak pernah menggunakan bra bila di rumah walaupun dia tahu saya ada di rumah. Di balik baju kaos ketat atau baju tidur yang dikenakannya seringkali putingnya terlihat menonjol dan saya sendiri yang kadang-kadang risih untuk melihatnya. Kalau keluar kamar mandi pun Mbak Rita biasanya hanya mengenakan handuk yang tidak terlalu besar dan dililitkan di badannya sehingga kemontokan buah dadanya dan kemulusan pahanya terlihat jelas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Suatu pagi waktu saya sedang sarapan, Mbak Rita masuk ke ruang makan sehabis melakukan senam aerobik di halaman belakang. Dia mengenakan baju senam berwarna merah muda dengan bahan yang cukup tipis tanpa lapisan dalam lagi. Karena bajunya basah oleh keringat, waktu dia masuk saya cukup kaget, karena buah dada dan putingnya terlihat jelas sekali di balik baju senamnya. Saya yakin dia sadar akan hal itu dan sengaja mengenakan baju senam itu untuk menggoda saya. Waktu saya menoleh ke dadanya, Mbak Rita langsung bertanya,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Hayo, lihat apa kamu ?".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saya sendiri hanya tersenyum dan berkata, "Nggak lihat apa-apa kok, lagian Mbak pakai baju kok transparan betul sih ?".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mbak Rita balik bertanya, "Memangnya kamu nggak suka lihat yang begini ?".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ya suka dong Mbak, namanya juga laki-laki".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Waktu itu saya malu sekali dan mencoba untuk mengalihkan pembicaraan ke hal lainnya. Tetapi sepanjang sarapan harus diakui kalau saya berkali-kali mencoba untuk mencuri pandang ke arah dadanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Malam harinya ketika saya sedang nonton TV di ruang depan Mbak Rita menghampiri saya dengan menggunakan baju tidurnya yang berwarna putih. Dia ikut nonton TV, dan selang beberapa lama dia berkata kepada saya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Wan, aku pegal-pegal semua nih badannya, mungkin karena aerobik tadi pagi. Bantu pijitin Mbak yah ?".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan spontan saya berkata, "Boleh Mbak. Di mana ?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ke kamar Mbak aja deh", katanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebenarnya saya sudah menunggu kesempatan ini sejak lama, tetapi memang karena saya orangnya pemalu, saya tidak pernah berani untuk mencoba-coba mengutarakan hal ini ke Mbak Rita. Saya mengikuti Mbak Rita ke kamarnya dan dia menyuruh saya duduk di tempat tidurnya. Mbak Rita kemudian mengambil baby oil dari laci sebelah tempat tidurnya dan memberikannya ke saya. Saya bilang kalau bajunya nanti kotor bila pakai baby oil.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tujuan saya sebenarnya adalah supaya Mbak Rita mau melepaskan baju tidurnya. Mbak Rita langsung mengangkat baju tidurnya di hadapan saya dan yang mengejutkan, dia hanya mengenakan celana dalam G-string berwarna putih yang tidak cukup untuk menutupi bulu kemaluannya yang lebat. Di kiri kanan celananya masih tampak bulu kemaluannya, Tubuhnya indah sekali, payudaranya besar dengan bentuk yang indah dan puting yang berwarna coklat kemerahan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Bagaimana Wan, menurut kamu badanku, bagus ?".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sayapun mengangguk sambil menelan ludah. Baru pertama kali ini saya melihat tubuh wanita dalam keadaan yang hampir telanjang bulat. Biasanya saya hanya melihat di film atau majalah saja (waktu itu belum ada internet seperti sekarang). Mbak Rita kemudian merebahkan badannya dan saya mulai memijitnya dari belakang setelah terlebih dulu mengoleskan baby oil. Luar biasa, kulitnya mulus sekali dan sekujur tubuhnya ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang menambah keseksiannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada waktu saya memijit kaki dan pahanya, Mbak Rita membuka kakinya lebih lebar, dan saya dapat melihat kemaluannya yang tercetak jelas pada celana dalamnya yang kecil itu. Belum lagi bulu kemaluannya yang keluar dan menambah indah pemandangan itu. Saya terus memijiti paha bagian dalamnya dan saya sengaja untuk tidak sampai ke selangkangannya agar dia terangsang secara perlahan-lahan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mbak Rita mengeluarkan lenguhan-lenguhan lembut dan saya tahu dia menikmati pijitan saya. Kakinya juga dibuka lebih lebar dan mengharapkan tangan saya menyentuh kemaluannya. Tetap saja saya sengaja untuk tidak menyentuh kemaluannya. Dari kemaluannya sudah mulai keluar sedikit cairan yang membasahi celana dalamnya. Saya tahu kalau dia sudah terangsang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saya minta Mbak Rita membalikkan badannya. Dia langsung menurut dan saya usapkan baby oil di dada dan perutnya. Payudaranya cukup kenyal dan waktu saya memainkan jari-jari saya di putingnya dia menutup matanya dan terlihat benar-benar menikmati apa yang saya lakukan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian Mbak Rita bangun dan meminta saya membuka pakaian saya. Dia berkata kalau dia sudah benar-benar terangsang dan sejak kematian suaminya dia tidak pernah tidur dengan seorang pria pun. Aku minta Mbak Rita yang melucuti pakaianku. Dengan cepat Mbak Rita membuka baju kaos yang aku kenakan dan kemudian celana pendek dan celana dalamku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kamu juga udah terangsang yah Wan ?".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Iya dong Mbak, dari tadi juga udah berdiri begini", kataku sambil tertawa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mbak Rita kemudian memegang kemaluanku dan mulai melakukan oral seks kepadaku. Terus terang itu adalah pertama kali seorang perempuan melakukan hal itu kepada saya. Dulu saya pernah punya pacar tapi kami tidak pernah melakukan hal-hal sejauh itu. Paling-paling juga kami hanya berpegangan tangan dan berciuman. Mbak Rita ternyata ahli sekali dan saya merasakan kenikmatan yang luar biasa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selang beberapa lama kemudian, Mbak Rita melepaskan celana dalamnya dan menyuruhku tiduran di ranjang dan dia naik di atasku. Kakinya dibuka lebar di atas kepalaku sambil lidahnya menjilati kemaluanku. Pinggulnya diturunkan dan kemaluannya hanya beberapa senti di atas mukaku. Sungguh pemandangan yang sangat indah. Langsung saja aku menjilati kemaluan dan clitorisnya dari bawah. Ternyata rasanya tidak jijik seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Cairannya sedikit asin dan tidak berbau. Aku tahu kalau dari kesehariannya yang resik, Mbak Rita pasti juga rajin menjaga kebersihan kemaluannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku terus menjilati kemaluannya dan mulai memberanikan diri menjilati bagian dalamnya dengan membuka kemaluannya dengan jariku lebih lebar. Mbak Rita sangat menikmati dan dia juga menjilati kemaluanku dengan lebih ganas lagi. Kemudian dia bangun dan memintaku memasukkan kemaluanku ke dalam punyanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ayo dong Wan, aku sudah nggak tahan lagi nih".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku bilang kalau aku belum pernah melakukan hal ini dan Mbak Rita berkata, "Kamu tiduran aja, nanti Mbak akan mengajari kamu."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian Mbak Rita duduk di atasku dan dengan perlahan memasukkan kemaluanku. Rasanya nikmat sekali dan Mbak Rita mulai menggoyangkan pinggulnya. Aku memejamkan mataku dan berpikir kalau beginilah rasanya berhubungan dengan wanita. Kalau sebelumnya hanya imajinasi semata, sekarang aku merasakan bagaimana nikmatnya berhubungan dengan wanita secantik Mbak Rita.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Malam itu kami berhubungan badan dua kali. Setelah kami selesai yang pertama, Mbak Rita mengajak saya mandi dan kemudian mengganti sprei dengan yang baru karena kotor oleh keringat dan baby oil yang digunakan tadi. Kemudian kita lanjut lagi dan mencoba melakukan gaya-gaya lainnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah kejadian malam itu, Mbak Rita sering mengajak saya tidur di kamarnya dan hubungan seks di antara kami menjadi hal yang rutin kami lakukan. Mbak Rita juga suka mengajak saya melakukannya di seluruh bagian rumah, dari ruang tamu sampai halaman belakang. Biasanya bila melakukan di luar kamar, kami melakukannya malam hari setelah pembantu tidur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pernah sekali pembantu rumah memergoki kami di ruang tengah waktu dia mau mengambil minuman di dapur. Cepat-cepat dia memalingkan muka dan balik ke kamarnya. Setelah itu dia tidak pernah lagi keluar malam-malam dan itu membuat kami lebih bebas melakukannya di rumah. Sewaktu pembantu mudik pada saat lebaran kami menghabiskan waktu di rumah tanpa mengenakan pakaian selembarpun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saya juga mulai sering pergi dengan Mbak Rita dan waktu itu hubungan kami sudah layaknya seperti orang pacaran. Diapun sudah tidak mau lagi disapa dengan Mbak dan dia minta saya memanggilnya dengan nama depannya sendiri. Dia juga tidak mau lagi menerima uang kost dari saya dan uang kiriman orang tua dapat saya gunakan untuk bepergian dengan dia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Satu hal yang saya ingin ceritakan, dia jarang sekali mengenakan celana dalam bila pergi keluar rumah, kecuali kalau ke kantor. Pernah juga beberapa kali saya minta dia ke kantor dengan tidak mengenakan celana dalam di balik roknya dan dia menuruti. Kalau saja karyawan laki-laki di bank tempat dia bekerja tahu kalau di balik roknya yang lumayan pendek itu tidak ada apa-apa lagi...</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kalau bra, biasanya dia kenakan karena bila tidak akan terlihat jelas dan dia risih bila banyak mata lelaki yang memandang ke arah dadanya. Sampe akhirnya tante rita menikah dan kami masih sering ML cuman ga sesering dulu cuman pas suaminya lagi pergi keluar kota dan kita ngelakuinnya di hotel....hmm enak bangett loh</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-68499302035639881942011-12-20T09:58:00.001-08:002011-12-20T09:58:20.809-08:00Kisah Mesum : Aku 'Obat Awet Muda' Tante Erni<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kejadian ini terjadi ketika aku kelas 3 SMP, yah aku perkirakan umur aku waktu itu baru saja 14 tahun. Aku entah kenapa yah perkembangan sexnya begitu cepat sampai-sampai umur segitu ssudah mau ngerasain yang enak-enak. Yah itu semua karena temen nyokap kali yah, Soalnya temen nyokap Aku yang namanya Tante Erni (biasa kupanggil dia begitu) orangnya cantik banget, langsing dan juga awet muda bikin aku bergetar.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Tante Erni ini tinggal dekat rumahku, hanya beda 5 rumahlah, nah Tante Erni ini cukup deket sama keluargaku meskipun enggak ada hubungan saudara. Dan dapat dipastikan kalau sore biasanya banyak ibu-ibu suka ngumpul di rumahku buat sekedar ngobrol bahkan suka ngomongin suaminya sendiri. Nah Tante Erni inilah yang bikin aku cepet gede (maklumlah anak masih puber kan biasanya suka yang cepet-cepet).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Biasanya Tante Erni kalau ke rumah Aku selalu memakai daster atau kadang-kadang celana pendek yang bikin aku ser.. ser.. ser.. Biasanya kalau sudah sore tuh ibu-ibu suka ngumpul di ruang TV dan biasanya juga aku pura-pura nonton TV saja sambil lirak lirik. Tante Erni ini entah sengaja atau nggak aku juga enggak tahu yah. Dia sering kalau duduk itu tuh mengangkang, kadang pahanya kebuka dikit bikin Aku ser.. ser lagi deh hmm.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apa keasyikan ngobrolnya apa emang sengaja Aku juga enggak bisa ngerti, tapi yang pasti sih aku kadang puas banget sampai-sampai kebayang kalau lagi tidur. Kadang kalau sedang ngerumpi sampai ketawa sampai lupa kalau duduk nya Tante Erni ngangkang sampai-sampai celana dalemnya keliatan (wuih aku suka banget nih). Pernah aku hampir ketahuan pas lagi ngelirik wah rasanya ada perasaan takut malu sampai-sampai Aku enggak bisa ngomong sampai panas dingin tapi Tante Erni malah diam saja malah dia tambahin lagi deh gaya duduknya. Nah dari situ aku sudah mulai suka sama tuh Tante yang satu itu. Setiap hari pasti Aku melihat yang namanya paha sama celana dalem tuh Tante.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pernah juga Aku waktu jalan-jalan bareng ibu-ibu ke puncak nginep di villa. Ibu-ibu hanya bawa anaknya, nah kebetulan Mami Aku ngsajak Aku pasti Tante Erni pula ikut wah asyik juga nih pikir ku. Waktu hari ke-2 malam-malam sekitar jam 8-9 mereka ngobrol di luar deket taman sambil bakar jagung. Ternyata mereka sedang bercerita tentang hantu, ih dasar ibu-ibu masih juga kaya anak kecil ceritanya yang serem-serem, pas waktu itu Tante Erni mau ke WC tapi dia takut. Tentu saja Tante Erni di ketawain sama gangnya karena enggak berani ke WC sendiri karena di villa enggak ada orang jadinya takut sampai-sampai dia mau kencing di deket pojokan taman.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu Tante Erni menarik tangan Aku minta ditemenin ke WC, yah aku sih mau saja. Pergilah aku ke dalam villa sama Tante Erni, sesampainya Aku di dalam villa Aku nunggu di luar WC eh malah Tante Ernin ngsajak masuk nemenin dia soalnya katanya dia takut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex temenin Tante yah tunggu di sini saja buka saja pintu nya enggak usah di tutup, Tante takut nih", kata Tante Erni sambil mulai berjongkok.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dia mulai menurunkan celana pendeknya sebatas betis dan juga celana dalamnya yang berwarna putih ada motif rendanya sebatas lutut juga. "Serr.. rr.. serr.. psstt", kalau enggak salah gitu deh bunyinya. Jantungku sampai deg-degan waktu liat Tante Erni kencing, dalam hatiku, kalau saja Tante Erni boleh ngasih liat terus boleh memegangnya hmm. Sampai-sampai aku bengong ngeliat Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Heh kenapa kamu Lex kok diam gitu awas nanti kesambet" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Ah enggak apa-apa Tante", jawabku.</div><div style="text-align: justify;">"Pasti kamu lagi mikir yang enggak-enggak yah, kok melihatnya ke bawah terus sih?", tanya Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Enggak kok Tante, aku hanya belum pernah liat cewek kencing dan kaya apa sih bentuk itunya cewek?" tanyaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni cebok dan bangun tanpa menaikkan celana sama CDnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kamu mau liat Lex? Nih Tante kasih liat tapi jangan bilang-bilang yah nanti Tante enggak enak sama Mamamu", kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku hanya mengangguk mengiyakan saja. Lalu tanganku dipegang ke arah vaginanya. Aku tambah deg-degan sampai panas dingin karena baru kali ini Aku megang sama melihat yang namanya memek. Tante Erni membiarkanku memegang-megang vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Sudah yah Lex nanti enggak enak sama ibu-ibu yang lain dikirain kita ngapain lagi".</div><div style="text-align: justify;">"Iyah Tante", jawabku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu Tante Erni menaikan celana dalam juga celana pendeknya terus kami gabung lagi sama ibu-ibu yang lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Esoknya aku masih belum bisa melupakan hal semalam sampai sampai aku panas dingin. Hari ini semua pengen pergi jalan-jalan dari pagi sampai sore buat belanja oleh-oleh rekreasi. Tapi aku enggak ikut karena badanku enggak enak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex, kamu enggak ikut?" tanya mamiku.</div><div style="text-align: justify;">"Enggak yah Mam aku enggak enak badan nih tapi aku minta di bawain kue mochi saja yah Mah" kataku.</div><div style="text-align: justify;">"Yah sudah istirahat yah jangan main-main lagi" kata Mami.</div><div style="text-align: justify;">"Erni, kamu mau kan tolong jagain si Alex nih yah, nanti kalau kamu ada pesenan yang mau di beli biar sini aku beliin" kata Mami pada Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Iya deh Kak aku jagain si Alex tapi beliin aku tales sama sayuran yah, aku mau bawa itu buat pulang besok" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya mereka semua pergi, hanya tinggal aku dan Tante Erni berdua saja di villa, Tante Erni baik juga sampai-sampai aku di bikinin bubur buat sarapan, jam menunjukan pukul 9 pagi waktu itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kamu sakit apa sih Lex? kok lemes gitu?" tanya Tante Erni sambil nyuapin aku dengan bubur ayam buatannya.</div><div style="text-align: justify;">"Enggak tahu nih Tante kepalaku juga pusing sama panas dingin aja nih yang di rasa" kataku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni begitu perhatian padaku, maklumlah di usia perkawinannya yang sudah 5 tahun dia belum dikaruniai seorang buah hati pun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kepala yang mana Lex atas apa yang bawah?" kelakar Tante Erni padaku.</div><div style="text-align: justify;">Aku pun bingung, "Memangya kepala yang bawah ada Tante? kan kepala kita hanya satu?" jawabku polos.</div><div style="text-align: justify;">"Itu tuh yang itu yang kamu sering tutupin pake segitiga pengaman" kata Tante Erni sambil memegang si kecilku.</div><div style="text-align: justify;">"Ah Tante bisa saja" kataku.</div><div style="text-align: justify;">"Eh jangan-jangan kamu sakit gara-gara semalam yah" aku hanya diam saja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selesai sarapan badanku dibasuh air hangat oleh Tante Erni, pada waktu dia ingin membuka celanaku, kubilang, "Tante enggak usah deh Tante biar Alex saja yang ngelap, kan malu sama Tante"</div><div style="text-align: justify;">"Enggak apa-apa, tanggung kok" kata Tante Erni sambil menurunkan celanaku dan CDku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dilapnya si kecilku dengan hati-hati, aku hanya diam saja.</div><div style="text-align: justify;">"Lex mau enggak pusingnya hilang? Biar Tante obatin yah"</div><div style="text-align: justify;">"Pakai apa Tan, aku enggak tahu obatnya" kataku polos.</div><div style="text-align: justify;">"Iyah kamu tenang saja yah" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu di genggamnya batang penisku dan dielusnya langsung spontan saat itu juga penisku berdiri tegak. Dikocoknya pelan-pelan tapi pasti sampai-sampai aku melayang karena baru pertama kali merasakan yang seperti ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Achh.. cchh.." aku hanya mendesah pelan dan tanpa kusadari tanganku memegang vagina Tante Erni yang masih di balut dengan celana pendek dan CD tapi Tante Erni hanya diam saja sambil tertawa kecil terus masih melakukan kocokannya. Sekitar 10 menit kemudian aku merasakan mau kencing.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Tante sudah dulu yah aku mau kencing nih" kataku.</div><div style="text-align: justify;">"Sudah, kencingnya di mulut Tante saja yah enggak apa-apa kok" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku bingung campur heran melihat penisku dikulum dalam mulut Tante Erni karena Tante Erni tahu aku sudah mau keluar dan aku hanya bisa diam karena merasakan enaknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Hhgg..achh.. Tante aku mau kencing nih bener " kataku sambil meremas vagina Tante Erni yang kurasakan berdenyut-denyut.</div><div style="text-align: justify;">Tante Ernipun langsung menghisap dengan agresifnya dan badanku pun mengejang keras.</div><div style="text-align: justify;">"Croott.. ser.. err.. srett.." muncratlah air maniku dalam mulut Tante Erni, Tante Erni pun langsung menyedot sambil menelan maniku sambil menjilatnya. Dan kurasakan vagina Tante Erni berdenyut kencang sampai-sampai aku merasakan celana Tante Erni lembab dan agak basah.</div><div style="text-align: justify;">"Enak kan Lex, pusingnya pasti hilang kan?" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Tapi Tante aku minta maaf yah aku enggak enak sama Tante nih soalnya Tante.."</div><div style="text-align: justify;">"Sudah enggak apa-apa kok, oh iya kencing kamu kok kental banget, wangi lagi, kamu enggak pernah ngocok Lex?"</div><div style="text-align: justify;">"Enggak Tante"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa kusadari tanganku masih memegang vagina Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Loh tangan kamu kenapa kok di situ terus sih". Aku jadi salah tingkah</div><div style="text-align: justify;">"Sudah enggak apa-apa kok, Tante ngerti" katanya padaku.</div><div style="text-align: justify;">"Tante boleh enggak Alex megang itu Tante lagi" pintaku pada Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni pun melepaskan celana pendeknya, kulihat celana dalam Tante Erni basah entah kenapa.</div><div style="text-align: justify;">"Tante kencing yah?" tanyaku.</div><div style="text-align: justify;">"Enggak ini namanya Tante nafsu Lex sampai-sampai celana dalam Tante basah".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dilepaskannya pula celana dalam Tante Erni dan mengelap vaginanya dengan handukku. Lalu Tante Erni duduk di sampingku</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex pegang nih enggak apa-apa kok sudah Tante lap" katanya. Akupun mulai memegang vagina Tante Erni dengan tangan yang agak gemetar, Tante Erni hanya ketawa kecil.</div><div style="text-align: justify;">"Lex, kenapa? Biasa saja donk kok gemetar kaya gitu sih" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">Dia mulai memegang penisku lagi, "Lex Tante mau itu nih".</div><div style="text-align: justify;">"Mau apa Tante?"</div><div style="text-align: justify;">"Itu tuh", aku bingung atas permintaan Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Hmm itu tuh, punya kamu di masukin ke dalam itunya Tante kamu mau kan?"</div><div style="text-align: justify;">"Tapi Alex enggak bisa Tante caranya"</div><div style="text-align: justify;">"Sudah, kamu diam saja biar Tante yang ajarin kamu yah" kata Tante Erni padaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mulailah tangannya mengelus penisku biar bangun kembali tapi aku juga enggak tinggal diam aku coba mengelus-elus vagina Tante Erni yang di tumbuhi bulu halus.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex jilatin donk punya Tante yah" katanya.</div><div style="text-align: justify;">"Tante Alex enggak bisa, nanti muntah lagi"</div><div style="text-align: justify;">"Coba saja Lex"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante pun langsung mengambil posisi 69. Aku di bawah, Tante Erni di atas dan tanpa pikir panjang Tante Erni pun mulai mengulum penisku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Achh.. hgghhghh.. Tante"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku pun sebenarnya ada rasa geli tapi ketika kucium vagina Tante Erni tidak berbau apa-apa. Aku mau juga menjilatinya kurang lebih baunya vagina Tante Erni seperti wangi daun pandan (asli aku juga bingung kok bisa gitu yah) aku mulai menjilati vagina Tante Erni sambil tanganku melepaskan kaus u can see Tante Erni dan juga melepaskan kaitan BH-nya, kini kami sama-sama telanjang bulat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni pun masih asyik mengulum penisku yang masih layu kemudian Tante Erni menghentikannya dan berbalik menghadapku langsung mencium bibirku dengan nafas yang penuh nafsu dan menderu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kamu tahu enggak mandi kucing Lex" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku hanya menggelengkan kepala dan Tante Erni pun langsung menjilati leherku menciuminya sampai-sampai aku menggelinjang hebat, ciumannya berlanjut sampai ke putingku, dikulumnya di jilatnya, lalu ke perutku, terus turun ke selangkanganku dan penisku pun mulai bereaksi mengeras. Dijilatinya paha sebelah dalamku dan aku hanya menggelinjang hebat karena di bagian ini aku tak kuasa menahan rasa geli campur kenikmatan yang begitu dahsyat. Tante Erni pun langsung menjilati penisku tanpa mengulumnya seperti tadi dia menghisap-hisap bijiku dan juga terus sampai-sampai lubang pantatku pun dijilatinya sampai aku merasakan anusku basah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kulihat payudara Tante Erni mengeras, Tante Erni menjilati sampai ke betisku dan kembali ke bibirku dikulumnya sambil tangannya mengocok penisku, tanganku pun meremas payudara Tante Erni. Entah mengapa aku jadi ingin menjilati vagina Tante Erni, langsung Tante Erni kubaringkan dan aku bangun, langsung kujilati vagina Tante Erni seperti menjilati es krim.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Achh.. uhh.. hhghh.. acch Lex enak banget terus Lex, yang itu isep jilatin Lex" kata Tante Erni sambil menunjuk sesuatu yang menonjol di atas bibir vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku langsung menjilatinya dan menghisapnya, banyak sekali lendir yang keluar dari vagina Tante Erni tanpa sengaja tertelan olehku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex masukin donk Tante enggak tahan nih"</div><div style="text-align: justify;">"Tante gimana caranya?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni pun menyuruhku tidur dan dia jongkok di atas penisku dan langsung menancapkannya ke dalam vaginanya. Tante Erni naik turun seperti orang naik kuda kadang melakukan gerakan maju mundur. Setengah jam kami bergumul dan Tante Erni pun mengejang hebat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex Tante mau keluar nih eghh.. huhh achh" erang Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akupun di suruhnya untuk menaik turunkan pantatku dan tak lama kurasakan ada sesuatu yang hangat mengalir dari dalam vagina Tante Erni. Hmm sungguh pengalaman pertamaku dan juga kurasakan vagina Tante Erni mungurut-urut penisku dan juga menyedotnya. Kurasakan Tante Erni sudah orgasme dan permainan kami terhenti sejenak. Tante Erni tidak mencabut penisku dan membiarkanya di dalam vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex nanti kalau mau kencing kaya tadi bilang ya" pinta Tante Erni padaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akupun langsung mengiyakan tanpa mengetahui maksudnya dan Tante Ernipun langsung mengocok penisku dengan vaginanya dengan posisi yang seperti tadi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Achh .. Tante enak banget achh.., gfggfgfg.." kataku dan tak lama aku pun merasakan hal yang seperti tadi lagi.</div><div style="text-align: justify;">"Tante Alex kayanya mau kencing niih"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tante Erni pun langsung bangun dan mengulum penisku yang masih lengket dengan cairan kewanitaanya, tanpa malu dia menghisapnya dan tak lama menyemburlah cairan maniku untuk yang ke 2 kalinya dan seperti yang pertama Tante Erni pun menelannya dan menghisap ujung kepala penisku untuk menyedot habis maniku dan akupun langsung lemas tapi disertai kenikmatan yang alang kepalang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami pun langsung mandi ke kamar mandi berdua dengan telanjang bulat dan kami melakukannya lagi di kamar mandi dengan posisi Tante Erni menungging di pinggir bak mandi. Aku melakukannya dengan cermat atas arahan Tante Erni yang hebat. Selasai itu jam pun menunjukan pukul 1 siang langsung makan siang dengan telur dadar buatan Tante Erni, setelah itu kamipun capai sekali sampai-sampai tertidur dengan Tante Erni di sampingku, tapi tanganku kuselipkan di dalam celana dalam Tante Erni. Kami terbangun pada pukul 3 sore dan sekali lagi kami melakukannya atas permintaan Tante Erni, tepat jam 4:30 kami mengakhiri dan kembali mandi, dan rombongan ibu-ibu pun pulang pukul 6 sore.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Lex kamu sudah baikan?" tanya Mamiku.</div><div style="text-align: justify;">"Sudah mam, aku sudah seger n fit nih" kataku.</div><div style="text-align: justify;">"Kamu kasih makan apa Ni, si Alex sampai-sampai langsung sehat" tanya Mami sama Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;">"Hanya bubur ayam sama makan siang telur dadar terus kukasih saja obat anti panas" kata Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Esoknya kamipun pulang ke jakarta dan di mobil pun aku duduk di samping Tante Erni yang semobil denganku. Mami yang menyopir ditemani Ibu Herman di depan. Di dalam mobilpun aku masih mencuri-curi memegang barangnya Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sampai sekarang pun aku masih suka melakukannya dengan Tante Erni bila rumahku kosong atau terkadang ke hotel dengan Tante Erni. Sekali waktu aku pernah mengeluarkan spermaku di dalam sampai 3 kali. Kini Tante Erni sudah dikarunia 2 orang anak yang cantik. Baru kuketahui bahwa suami Tante Erni ternyata menagalami ejakulasi dini. Sebenarnya kini aku bingung akan status anak Tante Erni.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Yah, begitulah kisahku sampai sekarang aku tetap menjadi PIL Tante Erni bahkan aku jadi lebih suka dengan wanita yang lebih tua dariku. Pernah juga aku menemani seorang kenalan Tante Erni yang nasibnya sama seperti Tante Erni, mempunyai suami yang ejakulasi dini dan suka daun muda buat obat awet muda, dengan menelan air mani pria muda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-40719562834148018862011-12-20T09:58:00.000-08:002011-12-20T09:58:07.920-08:00Kisah Mesum : Adik Kecilku<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku kost di daerah Senayan, kamarku bersebelahan dengan kamar seorang gadis manis yang masih kecil, tubuhnya mungil, putih bersih dan senyumnya benar-benar mempesona. Dalam kamar kostku terdapat beberapa lubang angin sebagai ventilasi. Mulanya lubang itu kututup dengan kertas putih.., tapi setelah gadis manis itu kost di sebelah kamarku, maka kertas putih itu aku lepas, sehingga aku dapat bebas dan jelas melihat apa yang terjadi pada kamar di sebelahku itu.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Suatu malam aku mendengar suara pintu di sebelah kamarku dibuka, lalu aku seperti biasanya naik ke atas meja untuk mengintip. Ternyata gadis itu baru pulang dari sekolahnya.., tapi kok sampai larut malam begini tanyaku dalam hati. Gadis manis itu yang belakangan namanya kuketahui yaitu Melda, menaruh tasnya lalu mencopot sepatunya kemudian mengambil segelas air putih dan meminumnya.., akhirnya dia duduk di kursi sambil mengangkat kakinya menghadap pada lubang angin tempat aku mengintip. Melda sama sekali tidak bisa melihat ke arahku karena lampu kamarku telah kumatikan sehingga malah aku yang dapat leluasa melihat ke dalam kamarnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada posisi kakinya yang diangkat di atas kursi, terlihat jelas celana dalamnya yang putih dengan gundukan kecil di tengahnya.., lalu saja tiba-tiba penisku yang berada dalam celanaku otomatis mulai ereksi. Mataku mulai melotot melihat keindahan yang tiada duanya, apalagi ketika Melda lalu bangkit dari kursi dan mulai melepaskan baju dan rok sekolahnya sehingga kini tinggal BH dan celana dalamnya. Sebentar dia bercermin memperhatikan tubuhnya yang ramping putih dan tangannya mulai meluncur pada payudaranya yang ternyata masih kecil juga. Diusapnya payudaranya dengan lembut. Dipuntirnya pelan puting susunya sambil memejamkan mata, rupanya dia mulai merasakan nikmat, lalu tangan satunya meluncur ke bawah, ke celana dalamnya digosoknya dengan pelan, tangannya mulai masuk ke celananya dan bermain lama. Aku bergetar lemas melihatnya, sedangkan penisku sudah sangat tegang sekali. Lalu kulihat Melda mulai melepaskan celana dalamnya dan.., Woww, belum ada bulunya sama sekali, sebuah vagina yang menggunduk seperti gunung kecil yang tak berbulu. Ohh, begitu indah, begitu mempesona. Lalu kulihat Melda naik ke tempat tidur, menelungkup dan menggoyangkan pantatnya ibarat sedang bersetubuh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Melda menggoyang pantatnya ke kiri, ke kanan.., naik dan turun.., rupanya sedang mencari kenikmatan yang ingin sekali dia rasakan, tapi sampai lama Melda bergoyang rupanya kenikmatan itu belum dicapainya, Lalu dia bangkit dan menuju kursi dan ditempelkannya vaginanya pada ujung kursi sambil digoyang dan ditekan maju mundur. Kasihan Melda.., rupanya dia sedang terangsang berat.., suara nafasnya yang ditahan menggambarkan dia sedang berusaha meraih dan mencari kenikmatan surga, Namun belum juga selesai, Melda kemudian mengambil spidol.., dibasahi dengan ludahnya lalu pelan-pelan spidol itu dimasukan ke lubang vaginanya, begitu spidol itu masuk sekitar satu atau dua centi matanya mulai merem melek dan erangan nafasnya makin memburu, "Ahh.., ahh", Lalu dicopotnya spidol itu dari vaginanya, sekarang jari tengahnya mulai juga dicolokkan ke dalam vaginanya.., pertama.., jari itu masuk sebatas kukunya kemudian dia dorong lagi jarinya untuk masuk lebih dalam yaitu setengahnya, dia melenguh, "Oohh.., ohh.., ahh", tapi heran aku jadinya, jari tengahnya dicabut lagi dari vaginanya, kurang nikmat rupanya.., lalu dia melihat sekeliling mencari sesuatu.., aku yang menyaksikan semua itu betul-betul sudah tidak tahan lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penisku sudah sangat mengeras dan tegang luar biasa, lalu kubuka celana dalamku dan sekarang penisku bebas bangun lebih gagah, lebih besar lagi ereksinya melihat vagina si Melda yang sedang terangsang itu. Lalu aku mengintip lagi dan sekarang Melda rupanya sedang menempelkan vaginanya yang bahenol itu pada ujung meja belajarnya. Kini gerakannya maju mundur sambil menekannya dengan kuat, lama dia berbuat seperti itu.., dan tiba-tiba dia melenguh, "Ahh.., ahh.., ahh", rupanya dia telah mencapai kenikmatan yang dicari-carinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah selesai, dia lalu berbaring di tempat tidurnya dengan nafas yang tersengal-sengal. Kini posisinya tepat berada di depan pandanganku. Kulihat vaginanya yang berubah warna menjadi agak kemerah-merahan karena digesek terus dengan ujung kursi dan meja. Terlihat jelas vaginanya yang menggembung kecil ibarat kue apem yang ingin rasanya kutelan, kulumat habis.., dan tanpa terasa tanganku mulai menekan biji penisku dan kukocok penisku yang sedang dalamn posisi "ON". Kuambil sedikit krim pembersih muka dan kuoleskan pada kepala penisku, lalu kukocok terus, kukocok naik turun dan, "Akhh", aku mengeluh pendek ketika air maniku muncrat ke tembok sambil mataku tetap menatap pada vagina Melda yang masih telentang di tempat tidurnya. Nikmat sekali rasanya onani sambil menyaksikan Melda yang masih berbaring telanjang bulat. Kuintip lagi pada lubang angin, dan rupanya dia ketiduran, mungkin capai dan lelah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Esok harinya aku bangun kesiangan, lalu aku mandi dan buru-buru berangkat ke kantor. Di kantor seperti biasa banyak kerjaan menumpuk dan rasanya sampai jam sembilan malam aku baru selesai. Meja kubereskan, komputer kumatikan dan aku pulang naik taksi dan sekitar jam sepuluh aku sampai ke tempat kostku. Setelah makan malam tadi di jalanan, aku masih membuka kulkas dan meminum bir dingin yang tinggal dua botol. Aku duduk dan menyalakan TV, ku-stel volumenya cukup pelan. Aku memang orang yang tidak suka berisik, dalam bicarapun aku senang suara yang pelan, kalau ada wanita di kantorku yang bersuara keras, aku langsung menghindar, aku tidak suka. Acara TV rupanya tidak ada yang bagus, lalu kuingat kamar sebelahku, Melda.., yang tadi malam telah kusaksikan segalanya yang membuat aku sangat ingin memilikinya</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku naik ke tempat biasa dan mulai lagi mengintip ke kamar sebelah. Melda yang cantik itu kulihat tengah tidur di kasurnya, kulihat nafasnya yang teratur naik turun menandakan bahwa dia sedang betul-betul tidur pulas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba nafsu jahilku timbul, dan segera kuganti celana panjangku dengan celana pendek dan dalam celana pendek itu aku tidak memakai celana dalam lagi, aku sudah nekat, kamar kostku kutinggalkan dan aku pura-pura duduk di luar kamar sambil merokok sebatang ji sam su. Setelah kulihat situasinya aman dan tidak ada lagi orang, ternyata pintunya tidak di kunci, mungkin dia lupa atau juga memang sudah ngantuk sekali, jadi dia tidak memikirkan lagi tentang kunci pintu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan berjingkat, aku masuk ke kamarnya dan pintu langsung kukunci pelan dari dalam, kuhampiri tempat tidurnya, lalu aku duduk di tempat tidurnya memandangi wajahnya yang mungil dan, "Alaamaak", Melda memakai daster yang tipis, daster yang tembus pandang sehingga celana dalamnya yang sekarang berwarna merah muda sangat jelas terbayang di hadapanku. "Ohh.., glekk", aku menelan ludah sendiri dan repotnya, penisku langsung tegang sempurna sehingga keluar dari celana pendekku. Kulihat wajahnya, matanya, alisnya yang tebal, dan hidungnya yang mancung agak sedikit menekuk tanda bahwa gadis ini mempunyai nafsu besar dalam seks, itu memang rahasia lelaki bagi yang tahu. Ingin rasanya aku langsung menubruk dan mejebloskan penisku ke dalam vaginanya, tapi aku tidak mau ceroboh seperti itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah aku yakin bahwa Melda benar-benar sudah pulas, pelan-pelan kubuka tali dasternya, dan terbukalah, lalu aku sampirkan ke samping. Kini kulihat pahanya yang putih kecil dan padat itu. Sungguh suatu pemandangan yang sangat menakjubkan, apalagi celana dalamnya yang mini membuat gundukan kecil ibarat gunung merapi yang masih ditutupi oleh awan membuat penisku mengejat-ngejat dan mengangguk-ngangguk. Pelan-pelan tanganku kutempelkan pada vaginanya yang masih tertutup itu, aku diam sebentar takut kalau kalau Melda bangun, aku bisa kena malu, tapi rupanya Melda benar-benar tertidur pulas, lalu aku mulai menyibak celana dalamnya dan melihat vaginanya yang mungil, lucu, menggembung, ibarat kue apem yang ujungnya ditempeli sebuah kacang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Huaa", aku merinding dan gemetar, kumainkan jariku pada pinggiran vaginanya, kuputar terus, kugesek pelan, sekali-sekali kumasukkan jariku pada lubang kecil yang betul-betul indah, bulunyapun masih tipis dan lembut. Penisku rasanya makin ereksi berat, aku mendesah lembut. Ahh, indahnya kau Melda, betapa kuingin memilikimu, aku menyayangimu, cintaku langsung hanya untukmu. Oh, aku terperanjat sebentar ketika Melda bergerak, rupanya dia menggerakkan tangannya sebentar tanpa sadar, karena aku mendengar nafasnya yang teratur berarti dia sedang tidur pulas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu dengan nekatnya kuturunkan celana dalamnya perlahan tanpa bunyi, pelan, pelan, dan lepaslah celana dalam dari tempatnya, kemudian kulepas dari kakinya sehingga kini melda benar-benar telanjang bulat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Luar biasa, indah sekali bentuknya, dari kaki sampai wajahnya kutatap tak berkedip. Payudaranya yang masih berupa puting itu sangat indah sekali. Akh, sangat luar biasa, pelan-pelan kutempelkan wajahku pada vaginanya yang merekah bak bunga mawar, kuhirup aroma wanginya yang khas. Oh, aku benar-benar tidak tahan, lalu lidahku kumainkan di sekitar vaginanya. Aku memang terkenal sebagai si pandai lidah, karena setiap wanita yang sudah pernah kena lidahku atau jilatanku pasti akan ketagihan, aku memang jago memainkan lidah, maka aku praktekan pada vagina si Melda ini. Lereng gunung vaginanya kusapu dengan lidahku, kuayun lidahku pada pinggiran lalu sekali-kali sengaja kusenggol clitorisnya yang indah itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian gua kecil itu kucolok lembut dengan lidahku yang sengaja kuulur panjang, aku usap terus, aku colok terus, kujelajahi gua indahnya sehingga lama-kelamaan gua itu mulai basah, lembab dan berair. Oh, nikmatnya air itu, aroma yang khas membuatku terkejet-kejet, penisku sudah tidak sabar lagi, tapi aku masih takut kalau kalau Melda terbangun bisa runyam nanti, tapi desakan kuat pada penisku sudah sangat besar sekali. Nafasku benar-benar tidak karuan, tapi kulihat Melda masih tetap saja pulas tidurnya.-Akupun lebih bersemangat lagi, sekarang semua kemampuan lidahku kupraktekan saat ini juga, luar biasa memang, vagina yang mungil, vagina yang indah, vagina yang sudah basah. Rasanya seperti sudah siap menanti tibanya senjataku yang sudah berontak untuk menerobos gua indah misterius yang ditumbuhi rumput tipis milik Melda, namun kutahan sebentar, karena lidahku dan jilatanku masih asyik bermain di sana, masih memberikan kenikmatan yang sangat luar biasa bagi Melda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sayang Melda tertidur pulas, andaikata Melda dapat merasakan dalam keadaan sadar pasti sangat luar biasa kenikmatan yang sedang dirasakannya itu, tapi walaupun Melda saat ini sedang tertidur pulas secara psycho seks yang berjalan secara alami dan biologis,..nikmat yang amat sangat itu pasti terbawa dalam mimpinya, itu pasti dan pasti, walaupun yang dirasakannya sekarang ini hanya sekitar 25%, Buktinya dengan nafasnya yang mulai tersengal dan tidak teratur serta vaginanya yang sudah basah, itu menandakan faktor psycho tsb sudah bekerja dengan baik. Sehingga nikmat yang luar biasa itu masih dapat dirasakan seperempatnya dari keseluruhannya kalau di saat sadar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya Karena kupikir sudah cukup rasanya lidahku bermain di vaginanya, maka pelan-pelan penisku yang memang sudah minta terus sejak tadi kuoles-oleskan dulu sesaat pada ujung vaginanya, lalu pada clitorisnya yang mulai memerah karena nafsu, rasa basah dan hangat pada vaginanya membuat penisku bergerak sendiri otomatis seperti mencari-cari lubang gua dari titik nikmat yang ada di vaginanya. Dan ketika penisku dirasa sudah cukup bermain di daerah istimewanya, maka dengan hati-hati namun pasti penisku kumasukan perlahan-lahan ke dalam vaginanya.., pelan, pelan dan, "sleepp.., slesepp", kepala penisku yang gundul sudah tidak kelihatan karena batas di kepala penisku sudah masuk ke dalam vagina Melda yang hangat nikmat itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu kuperhatikan sebentar wajahnya, Masih!, dia, Melda masih pulas saja, hanya sesaat saja kadang nafasnya agak sedikit tersendat, "Ehhss.., ehh.., ss", seperti orang ngigau. Lalu kucabut lagi penisku sedikit dan kumasukkan lagi agak lebih dalam kira-kira hampir setengahnya, "Akhh.., ahh, betapa nikmatnya, betapa enaknya vaginamu Melda, betapa seretnya lubangmu sayang". Oh, gerakanku terhenti sebentar, kutatap lagi wajahnya yang betul-betul cantik yang mencerminkan sumber seks yang luar biasa dari wajah mata dan hidungnya yang agak menekuk sedikit,.. ohh Melda, betapa sempurnanya tubuhmu, betapa enaknya vaginamu, betapa nikmatnya lubangmu. Oh, apapun yang terjadi aku akan bertanggung jawab untuk semuanya ini. Aku sangat menyayangimu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu kembali kutekan agak dalam lagi penisku supaya bisa masuk lebih jauh lagi ke dalam vaginanya, "Bleess.., blessess", "Akhh.., akhh", sungguh luar biasa, sungguh nikmat sekali vaginanya, belum pernah selama ini ada wanita yang mempunyai vagina seenak dan segurih milik Melda ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika kumasukan penisku lebih dalam lagi, kulihat Melda agak tersentak sedikit, mungkin dalam mimpinya dia merasakan kaget dan nikmat juga yang luar biasa dan nikmat yang amat sangat ketika senjataku betul-betul masuk, lagi-lagi dia mengerang, erangan nikmat, erangan sorga yang aku yakin sekali bahwa melda pasti merasakannya walaupun dirasa dalam tidurnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akupun demikian, ketika penisku sudah masuk semua ke dalam vaginanya, kutekan lagi sampai terbenam habis, lalu kuangkat lagi dan kubenamkan lagi sambil kugoyangkan perlahan ke kanan kiri dan ke atas dan bawah, gemetar badanku merasakan nikmat yang sesungguhnya yang diberikan oleh vagina Melda ini, aneh sangat luar biasa, vaginanya sangat menggigit lembut, menghisap pelan serta lembut dan meremas senjataku dengan lembut dan kasih sayang. Benar-benar vagina yang luar biasa. Oh Melda, tak akan kutinggalkan kamu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu dengan lebih semangat lagi aku mendayung dengan kecepatan yang taktis sambil membuat goyangan dan gerakan yang memang sudah kuciptakan sebagai resep untuk memuaskan melda ini. Akhirnya senjataku kubenamkan habis ke dasar vaginanya yang lembut, habis kutekan penisku dalam-dalam. Aakh, sumur Melda memang bukan main, walaupun lubang vaginanya itu kecil tetapi aneh dapat menampung senjata meriam milikku yang kurasa cukup besar dan panjang, belum lagi dengan urat-urat yang tumbuh di sekitar batang penisku ini, vagina yang luar biasa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lama-kelamaan, ketika penisku benar-benar kuhunjamkan habis dalam-dalam pada vaginanya, aku mulai merasakan seperti rasa nikmat yang luar biasa, yang akan muncrat dari lubang perkencinganku. "Ohh.., ohh", kupercepat gerakanku naik turun, dan akhirnya muncratlah air maniku di dalam vaginanya yang sempit itu. Aku langsung lemas, dan segera kucabut penisku itu, takut Melda terbangun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan setelah selesai, aku segera merapikan lagi. Celana dalamnya kupakaikan lagi, begitu juga dengan dasternya juga aku kenakan lagi padanya. Sebelum kutinggalkan, aku kecup dulu keningnya sebagai tanda sayang dariku, sayang yang betul-betul timbul dari diriku, dan akhirnya pelan-pelan kamarnya kutinggalkan dan pintunya kututup lagi. Aku masuk lagi ke kamarku, berbaring di tempat tidurku, sambil menerawang, aku menghayati permainan tadi. Oh, sungguh suatu kenikmatan yang tiada taranya. Dan Akupun tertidur dengan pulas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keesokan harinya seperti biasa aku bangun pagi, mandi dan siap berangkat ke kantor, namun ketika hendak menutup pintu kamar, tiba-tiba Melda keluar dan tersenyum padaku.</div><div style="text-align: justify;">"Mau berangkat Pak?", tanyanya, aku dengan gugup akhirnya mengiyakan ucapannya, lalu kujawab dengan pertanyaan lagi.</div><div style="text-align: justify;">"Kok Melda nggak sekolah?".</div><div style="text-align: justify;">"Nanti Pak, Melda giliran masuk siang", akupun tersenyum dan Meldapun lalu bergegas ke depan rumah, rupanya mau mencari tukang bubur ayam, perutnya lapar barangkali. Taxi kucegat dan aku langsung berangkat ke kantor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-73161229102518975522011-12-20T09:57:00.002-08:002011-12-20T09:57:46.521-08:00Kisah Mesum : ABG Toket Gede - 2<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bosan dengan posisi ini, aku kembali duduk di kursi. Novi lalu duduk membelakangiku dan mengarahkan penisku ke dalam vaginanya. Kusibakkan rambutnya yang panjang indah itu dan kuciumi lehernya yang putih mulus. Sementara itu tubuh Novi bergerak naik turun menikmati kejantananku. Tanganku tak ketinggalan sibuk meremas payudaranya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ahh.. Ahh.. Ahh.." erang Novi seirama dengan goyangan badannya di atas tubuhku. Terkadang erangan itu terhenti saat kusodorkan jemariku untuk dihisapnya.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Beberapa saat kemudian, kuhentikan goyangan badannya dan kucondongkan tubuhnya agak ke belakang, sehingga aku dapat menghisapi payudaranya. Memang enak sekali menikmati payudara kenyal gadis cantik ini. Dengan gemas kulahap bukit kembarnya dan sesekali kujilati puting payudara yang berwarna merah muda. Erangan Novi semakin keras terdengar, membuat aku menjadi semakin bergairah. Setelah selesai aku menikmati payudara ranumnya, kembali tubuh belia Novi mencari pelepasan gairah mudanya dengan memompa penisku naik turun dengan liar. Tak kusangka seorang gadis SMA dapat begini binal dalam bermain seks.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Cukup lama aku menikmati persetubuhan dengan gadis cantik ini di atas kursi. Lalu kuminta dia berdiri, dan kembali kami berciuman. Kubuka baju seragam sekolah berikut BH-nya sehingga sekarang kami berdua telah telanjang bulat. Kembali dengan gemas kuremas dan kuhisap payudara gadis 17 tahunan itu. Aku ingin segera menuntaskan permainan ini. Lalu kutuntun dia untuk merebahkan diri di atas ranjang. Aku pun kemudian mengarahkan penisku kembali ke dalam vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ahh.." erang Novi kembali ketika penisku kembali menyesaki liang kewanitaannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Langsung kupompa dengan ganas tubuh anak sekolah ini. Erangan nikmat kami berdua memenuhi ruangan itu, ditambah dengan bunyi derit ranjang menambah panas suasana. Kulihat Novi yang cantik menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri menahan nikmat. Tangannya meremas-remas sprei ranjang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Mas.. Novi hampir sampai Mas.. Terus.. Ahh.. Ahh" jeritnya sambil tubuhnya mengejang dalam dekapanku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tampak dia telah mencapai orgasmenya. Kuhentikan pompaanku, dan tubuhnya pun kemudian lunglai di atas ranjang. Kuperhatikan butir keringat mengalir di wajahnya nan ayu. Payudaranya naik turun seirama dengan helaan nafasnya. Payudara belia yang indah, besar, kenyal, dan padat. Mulutku pun dengan gemas kembali menikmati payudara itu dengan bernafsu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah itu, kucabut penisku dan kembali kujepitkan di payudaranya. Kali ini aku yang menjepitkan daging payudaranya pada penisku. Novi masih tampak terkulai lemas. Lalu kupompa kembali penisku dalam belahan payudara gadis ini. Jepitan daging kenyal itu membuatku tak dapat bertahan begitu lama. Tak lama aku pun menyemburkan spermaku di atas payudara gadis SMA yang seksi ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">*****</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami akhirnya menginap di motel tersebut. Selama di sana, aku sangat puas menikmati tubuh sintal Novi. Berulang kali aku menyetubuhinya, baik di atas ranjang, di meja rias, di kursi, ataupun di kamar mandi sambil berendam di bathtub. Sebenarnya ingin aku menginap lebih lama lagi, tetapi hari Senin itu aku harus menemui klienku di pagi hari, sementara ada bahan yang masih perlu dipersiapkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hari Minggu malam, kami pun kembali ke Bogor. Kali ini ganti Andi yang menyetir mobilku. Lisa duduk di kursi penumpang di depan, sedangkan Novi dan aku duduk di belakang. Dalam perjalanan, melihat Novi yang cantik duduk di sebelahku, dengan rok mini yang memamerkan paha mulusnya, membuatku kembali bergairah. Akupun mulai menciuminya sambil tanganku mengusap-usap pahanya. Kusibakkan celana dalamnya, dan kumainkan vaginanya dengan jemariku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ehmm.." erangnya saat klitorisnya kuusap-usap dengan gemas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Erangannya terhenti karena mulutnya langsung kucium dengan penuh gairah. Tanganku lalu membuka baju seragam sekolahnya. Kuturunkan cup BH-nya sehingga payudaranya yang besar itu segera mencuat keluar menantang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Suka banget sih Mas.. Nyusuin Novi" ucapnya lirih.</div><div style="text-align: justify;">"Iya habis susu kamu bagus banget" bisikku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Desah Novi kembali terdengar ketika lidahku mulai menari di atas puting payudaranya yang sudah menonjol keras. Kuhisap dengan gemas gunung kembar gadis cantik ini hingga membuat tubuhnya menggelinjang nikmat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Gantian dong Nov" bisikku ketika aku sudah puas menikmati payudaranya yang ranum.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami pun kembali berciuman sementara tangan Novi yang halus mulai membukai resleting celanaku. Diturunkannya celana dalamku, sehingga penisku yang telah membengkak mencuat keluar dengan gagahnya. Novi pun kemudian mendekatkan wajah ayunya pada kemaluanku itu, dan rasa nikmat menjalar di tubuhku ketika mulutnya mulai mengulum penisku. Sambil menghisapi penisku, Novi mengocok perlahan batangnya, membuatku tak tahan untuk menahan erangan nikmatku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ihh.. Gede banget.. Lisa juga pengen dong..". Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara Lisa yang ternyata entah sejak kapan memperhatikan aktifitas kami di belakang.</div><div style="text-align: justify;">"Pindah aja ke sini" kataku sambil mengelus-elus rambut Novi yang masih menghisapi penisku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lisa pun kemudian melangkah pindah ke bangku belakang. Langsung kuciumi wajahnya, yang walaupun tidak secantik Novi tetapi cukup manis. Lidahku dan lidahnya sudah saling bertaut, sementara Novi masih sibuk menikmati penisku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Di.. Bentar ya nanti gantian.." kataku pada Andi yang melotot melihat dari kaca spion.</div><div style="text-align: justify;">"Oke deh bos.." jawabnya sambil terus melotot melihat pemandangan di bangku belakang mobilku. Setelah puas berciuman, kucabut penisku dari mulut Novi.</div><div style="text-align: justify;">"Ayo Lis.. Katanya kamu suka" kataku sambil sedikit menekan kepala Lisa agar mendekat ke kemaluanku.</div><div style="text-align: justify;">"Iya.. Abis gede banget.." katanya sambil dengan imutnya menyibakkan rambut yang menutupi telinganya.</div><div style="text-align: justify;">"Ahh.. Yes.." desahku saat Lisa memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Dihisapinya batang kemaluanku seperti anak kecil sedang memakan permen lolipop. Rasa nikmat yang tak terhingga menjalari seluruh syarafku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Cukup lama juga Lisa menikmati penisku. Sementara itu Novi kembali menyodorkan payudara mudanya untuk kunikmati. Setelah beberapa lama kuhisapi payudaranya, Novi kemudian mendekatkan wajahnya ke arah kemaluanku dan menciumi buah zakarku, sementara Lisa masih sibuk mengulum batang kemaluanku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Nih gantian Nov.." katanya sambil menyorongkan penisku ke mulut Novi yang berada di dekatnya. Novi pun dengan sigap kembali mempermainkan kemaluanku dengan mulutnya. Sementara itu, kali ini gantian Lisa yang menjilati dan menciumi buah zakarku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat itu aku merasa seperti sedang berada di surga. Dua orang gadis SMA yang cantik sedang menghisapi dan menjilati penisku secara bergantian. Kuelus-elus kepala gadis-gadis ABG yang sedang menikmati kelelakianku itu. Nikmat yang kurasakan membuatku merasa tak akan tahan terlalu lama lagi. Tetapi sebelumnya aku ingin menyetubuhi Lisa. Ingin kurasakan nikmat jepitan vagina gadis hitam manis ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kuminta dia untuk duduk di pangkuan sambil membelakangiku. Kusibakkan celana dalamnya, sambil kuarahkan penisku dalam liang nikmatnya. Sengaja tak kuminta dia untuk membuka pakaiannya, karena aku tak mau menarik perhatian kendaraan yang melintas di luar sana.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ah.." desah Lisa ketika penisku mulai menyesaki vaginanya yang tak kalah sempit dengan kepunyaan Novi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lisa kemudian menaik-turunkan tubuhnya di atas pangkuanku. Novi pun tak tinggal diam, diciuminya aku ketika temannya sedang memompa penisku dalam jepitan dinding kewanitaannya. Goyangan tubuh Lisa membuatku merasa akan segera menumpahkan spermaku dalam vaginanya. Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak ejakulasi terlebih dahulu sebelum dia orgasme. Sambil menciumi Novi, tanganku memainkan klitoris Lisa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ah.. Terus Mas.. Lisa mau sampai.." desahnya. Semakin cepat kuusap-usap klitorisnya, sedangkan tubuh Lisa pun semakin cepat memompa penisku.</div><div style="text-align: justify;">"Ahh.." erangnya nikmat saat mengalami orgasmenya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tubuhnya tampak mengejang dan kemudian terkulai lemas di atas pangkuanku. Aku pun mengerang tertahan saat aku menyemburkan ejakulasiku dalam vagina gadis manis ini. Setelah beristirahat sejenak, kami segera membersihkan diri dengan tisu yang tersedia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Mau gantian Di? " tanyaku pada Andi yang tampak sudah tidak tenang membawa mobilku.</div><div style="text-align: justify;">"So pasti dong" jawab Andi sambil menepikan mobil di tempat yang sepi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami pun berganti tempat. Aku yang membawa mobil, sedangkan Andi pindah duduk di jok belakang. Rencananya dia juga akan main threesome, tetapi Novi juga ikut beranjak ke bangku depan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aku cape ah Mas.." katanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Andi tampak kecewa, tetapi apa boleh buat. Kami pun segera melanjutkan perjalanan kami. Kudengar suara lenguhan Andi di jok belakang. Lewat kaca spion kulihat Lisa sedang mengulum penisnya. Karena sudah puas, aku tak begitu mempedulikannya lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesampainya di Bogor, kedua gadis itu kami turunkan di tempat semula, sambil kuberi uang beberapa ratus ribu serta uang taksi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kalau ke Bogor hubungi Novi lagi ya Mas.." kata Novi manis saat kami akan berpisah. Kulihat beberapa orang memperhatikan mereka. Mungkin mereka curiga kok ada dua gadis berseragam SMA di hari Minggu, malam lagi he.. He..</div><div style="text-align: justify;">"Wan.. Gue doain lu dapat banyak proyek deh.. Biar lu traktir gue kayak tadi lagi.." kata Andi ketika aku turunkan di depan rumahnya.</div><div style="text-align: justify;">"Sip deh.." jawabku sambil pamit pulang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kukebut mobilku menyusuri jalan tol Jagorawi menuju Jakarta. Aku tersenyum puas. Yang dulu selalu menjadi obsesiku, kini bisa menjadi kenyataan. Ternyata hidup itu indah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-35811467769119393512011-12-20T09:57:00.001-08:002011-12-20T09:57:28.052-08:00Kisah Mesum : ABG Toket Gede - 1<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Minggu sore hampir pukul empat. Setelah menonton CD porno sejak pagi penisku tak mau diajak kompromi. Si adik kecil ini kepingin segera disarungkan ke vagina. Masalahnya, rumah sedang kosong melompong. Istriku pulang kampung sejak kemarin sampai dua hari mendatang, karena ada kerabat punya hajat menikahkan anaknya. Anak tunggalku ikut ibunya. Aku mencoba menenangkan diri dengan mandi, lalu berbaring di ranjang. Tetapi penisku tetap tak berkurang ereksinya. Malah sekarang terasa berdenyut-denyut bagian pucuknya.</div><div style="text-align: justify;">"Wah gawat gawat nih. Nggak ada sasaran lagi. Salahku sendiri nonton CD porno seharian", gumamku.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Aku bangkit dari tiduran menuju ruang tengah. Mengambil segelas air es lalu menghidupkan tape deck. Lumayan, tegangan agak mereda. Tetapi ketika ada video klip musik barat agak seronok, penisku kembali berdenyut-denyut. Nah, belingsatan sendiri jadinya. Sempat terpikir untuk jajan saja. Tapi cepat kuurungkan. Takut kena penyakit kelamin. Salah-salah bisa ketularan HIV yang belum ada obatnya sampai sekarang. Kuingat-ingat kapan terakhir kali barangku terpakai untuk menyetubuhi istriku. Ya, tiga hari lalu. Pantas kini adik kecilku uring-uringan tak karuan. Soalnya dua hari sekali harus nancap. "Sekarang minta jatah..". Sambil terus berusaha menenangkan diri, aku duduk-duduk di teras depan membaca surat kabar pagi yang belum tersentuh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba pintu pagar berbunyi dibuka orang. Refleks aku mengalihkan pandangan ke arah suara. Renny anak tetangga mendekat.</div><div style="text-align: justify;">"Selamat sore Om. Tante ada?"</div><div style="text-align: justify;">"Sore.. Ooo Tantemu pulang kampung sampai lusa. Ada apa?"</div><div style="text-align: justify;">"Wah gimana ya.."</div><div style="text-align: justify;">"Silakan duduk dulu. Baru ngomong ada keperluan apa", kataku ramah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">ABG berusia sekitar lima belas tahun itu menurut. Dia duduk di kursi kosong sebelahku.</div><div style="text-align: justify;">"Nah, ada perlu apa dengan Tantemu? Mungkin Om bisa bantu", tuturku sambil menelusuri badan gadis yang mulai mekar itu.</div><div style="text-align: justify;">"Anu Om, Tante janji mau minjemi majalah terbaru.."</div><div style="text-align: justify;">"Majalah apa sich?", tanyaku. Mataku tak lepas dari dadanya yang tampak mulai menonjol. Wah, sudah sebesar bola tenis nih.</div><div style="text-align: justify;">"Apa saja. Pokoknya yang terbaru".</div><div style="text-align: justify;">"Oke silakan masuk dan pilih sendiri".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kuletakkan surat kabar dan masuk ruang dalam. Dia agak ragu-ragu mengikuti. Di ruang tengah aku berhenti.</div><div style="text-align: justify;">"Cari sendiri di rak bawah televisi itu", kataku, kemudian membanting pantat di sofa.</div><div style="text-align: justify;">Renny segera jongkok di depan televisi membongkar-bongkar tumpukan majalah di situ. Pikiranku mulai usil. Kulihati dengan leluasa tubuhnya dari belakang. Bentuknya sangat bagus untuk ABG seusianya. Pinggulnya padat berisi. Bra-nya membayang di baju kaosnya. Kulitnya putih bersih. Ah betapa asyiknya kalau saja bisa menikmati tubuh yang mulai berkembang itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Nggak ada Om. Ini lama semua", katanya menyentak lamunan nakalku.</div><div style="text-align: justify;">"Ngg.. mungkin ada di kamar Tantemu. Cari saja di sana"</div><div style="text-align: justify;">Selama ini aku tak begitu memperhatikan anak itu meski sering main ke rumahku. Tetapi sekarang, ketika penisku uring-uringan tiba-tiba baru kusadari anak tetanggaku itu ibarat buah mangga telah mulai mengkal. Mataku mengikuti Renny yang tanpa sungkan-sungkan masuk ke kamar tidurku. Setan berbisik di telingaku, "inilah kesempatan bagi penismu agar berhenti berdenyut-denyut. Tapi dia masih kecil dan anak tetanggaku sendiri? Persetan dengan itu semua, yang penting birahimu terlampiaskan".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya aku bangkit menyusul Renny. Di dalam kamar kulihat anak itu berjongkok membongkar majalah di sudut. Pintu kututup dan kukunci pelan-pelan.</div><div style="text-align: justify;">"Sudah ketemu Ren?" tanyaku.</div><div style="text-align: justify;">"Belum Om", jawabnya tanpa menoleh.</div><div style="text-align: justify;">"Mau lihat CD bagus nggak?"</div><div style="text-align: justify;">"CD apa Om?"</div><div style="text-align: justify;">"Filmnya bagus kok. Ayo duduk di sini."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gadis itu tanpa curiga segera berdiri dan duduk pinggir ranjang. Aku memasukkan CD ke VCD dan menghidupkan televisi kamar.</div><div style="text-align: justify;">"Film apa sih Om?"</div><div style="text-align: justify;">"Lihat saja. Pokoknya bagus", kataku sambil duduk di sampingnya. Dia tetap tenang-tenang tak menaruh curiga.</div><div style="text-align: justify;">"Ihh..", jeritnya begitu melihat intro berisi potongan-potongan adegan orang bersetubuh.</div><div style="text-align: justify;">"Bagus kan?"</div><div style="text-align: justify;">"Ini kan film porno Om?!"</div><div style="text-align: justify;">"Iya. Kamu suka kan?"</div><div style="text-align: justify;">Dia terus ber-ih.. ih ketika adegan syur berlangsung, tetapi tak berusaha memalingkan pandangannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Memasuki adegan kedua aku tak tahan lagi. Aku memeluk gadis itu dari belakang.</div><div style="text-align: justify;">"Kamu ingin begituan nggak?", bisikku di telinganya.</div><div style="text-align: justify;">"Jangan Om", katanya tapi tak berusaha mengurai tanganku yang melingkari lehernya.</div><div style="text-align: justify;">Kucium sekilas tengkuknya. Dia menggelinjang.</div><div style="text-align: justify;">"Mau nggak gituan sama Om? Kamu belum pernah kan? Enak lo.."</div><div style="text-align: justify;">"Tapi.. tapi.. ah jangan Om." Dia menggeliat berusaha lepas dari belitanku. Namun aku tak peduli. Tanganku segera meremas dadanya. Dia melenguh dan hendak memberontak.</div><div style="text-align: justify;">"Tenang.. tenang.. Nggak sakit kok. Om sudah pengalaman.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tangan kananku menyibak roknya dan menelusupi pangkal pahanya. Saat jari-jariku mulai bermain di sekitar vaginanya, dia mengerang. Tampak birahinya sudah terangsang. Pelan-pelan badannya kurebahkan di ranjang tetapi kakinya tetap menjuntai. Mulutku tak sabar lagi segera mencercah pangkal pahanya yang masih dibalut celana warna hitam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ohh.. ahh.. jangan Om", erangnya sambil berusaha merapatkan kedua kakinya. Tetapi aku tak peduli. Malah celana dalamnya kemudian kupelorotkan dan kulepas. Aku terpana melihat pemandangan itu. Pangkal kenikmatan itu begitu mungil, berwarna merah di tengah, dan dihiasi bulu-bulu lembut di atasnya. Klitorisnya juga mungil. Tak menunggu lebih lama lagi, bibirku segera menyerbu vaginanya. Kuhisap-hisap dan lidahku mengaduk-aduk liangnya yang sempit. Wah masih perawan dia. Renny terus menggelinjang sambil melenguh dan mengerang keenakan. Bahkan kemudian kakinya menjepit kepalaku, seolah-olah meminta dikerjai lebih dalam dan lebih keras lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Oke Non. Maka lidahku pun makin dalam menggerayangi dinding vaginanya yang mulai basah. Lima menit lebih barang kenikmatan milik ABG itu kuhajar dengan mulutku. Kuhitung paling tidak dia dua kali orgasme. Lalu aku merangkak naik. Kaosnya kulepas pelan-pelan. Menyusul kemudian BH hitamnya berukuran 32. Setelah kuremas-remas buah dadanya yang masih keras itu beberapa saat, ganti mulutku bekerja. Menjilat, memilin, dan mencium putingnya yang kecil.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ahh.." keluh gadis itu. Tangannya meremas-remas rambutku menahan kenikmatan tiada tara yang mungkin baru sekarang dia rasakan.</div><div style="text-align: justify;">"Enak kan beginian?" tanyaku sambil menatap wajahnya.</div><div style="text-align: justify;">"Iii.. iya Om. Tapi.."</div><div style="text-align: justify;">"Kamu pengin lebih enak lagi?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa menunggu jawabannya aku segera mengatur posisi badannya. Kedua kakinya kuangkat ke ranjang. Kini dia tampak telentang pasrah. Penisku pun sudah tak sabar lagi mendarat di sasaran. Namun aku harus hati-hati. Dia masih perawan sehingga harus sabar agar tidak kesakitan. Mulutku kembali bermain-main di vaginanya. Setelah kebasahannya kuanggap cukup, penisku yang telah tegak kutempelkan ke bibir vaginanya. Beberapa saat kugesek-gesekkan sampai Renny makin terangsang. Kemudian kucoba masuk perlahan-lahan ke celah yang masih sempit itu. Sedikit demi sedikit kumaju-mundurkan sehingga makin melesak ke dalam. Butuh waktu lima menit lebih agar kepala penisku masuk seluruhnya. Nah istirahat sebentar karena dia tampak menahan nyeri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kalau sakit bilang ya", kataku sambil mencium bibirnya sekilas.</div><div style="text-align: justify;">Dia mengerang. Kurang sedikit lagi aku akan menjebol perawannya. Genjotan kutingkatkan meski tetap kuusahakan pelan dan lembut. Nah ada kemajuan. Leher penisku mulai masuk.</div><div style="text-align: justify;">"Auw.. sakit Om.." Renny menjerit tertahan.</div><div style="text-align: justify;">Aku berhenti sejenak menunggu liang vaginanya terbiasa menerima penisku yang berukuran sedang. Satu menit kemudian aku maju lagi. Begitu seterusnya. Selangkah demi selangkah aku maju. Sampai akhirnya.. "Ouu..", dia menjerit lagi. Aku merasa penisku menembus sesuatu. Wah aku telah memerawani dia. Kulihat ada sepercik darah membasahi sprei.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku meremas-remas payudaranya dan menciumi bibirnya untuk menenangkan. Setelah agak tenang aku mulai menggenjot anak itu.</div><div style="text-align: justify;">"Ahh.. ohh.. asshh..", dia mengerang dan melenguh ketika aku mulai turun naik di atas tubuhnya. Genjotan kutingkatkan dan erangannya pun makin keras. Mendengar itu aku makin bernafsu menyetubuhi gadis itu. Berkali-kali dia orgasme. Tandanya adalah ketika kakinya dijepitkan ke pinggangku dan mulutnya menggigit lengan atau pundakku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Nggak sakit lagi kan? Sekarang terasa enak kan?"</div><div style="text-align: justify;">"Ouu enak sekali Om.."</div><div style="text-align: justify;">Sebenarnya aku ingin mempraktekkan berbagai posisi senggama. Tapi kupikir untuk kali pertama tak perlu macam-macam dulu. Terpenting dia mulai bisa menikmati. Lain kali kan itu masih bisa dilakukan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekitar satu jam aku menggoyang tubuhnya habis-habisan sebelum spermaku muncrat membasahi perut dan payudaranya. Betapa nikmatnya menyetubuhi perawan. Sungguh-sungguh beruntung aku ini.</div><div style="text-align: justify;">"Gimana? Betul enak seperti kata Om kan?" tanyaku sambil memeluk tubuhnya yang lunglai setelah sama-sama mencapai klimaks.</div><div style="text-align: justify;">"Tapi takut Om.."</div><div style="text-align: justify;">"Nggak usah takut. Takut apa sih?"</div><div style="text-align: justify;">"Hamil"</div><div style="text-align: justify;">Aku ketawa. "Kan sperma Om nyemprot di luar vaginamu. Nggak mungkin hamil dong"</div><div style="text-align: justify;">Kuelus-elus rambutnya dan kuciumi wajahnya. Aku tersenyum puas bisa meredakan adik kecilku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kalau pengin enak lagi bilang Om ya? Nanti kita belajar berbagai gaya lewat CD".</div><div style="text-align: justify;">"Kalau ketahuan Tante gimana?"</div><div style="text-align: justify;">"Ya jangan sampai ketahuan dong"</div><div style="text-align: justify;">Beberapa saat kemudian birahiku bangkit lagi. Kali ini Renny kugenjot dalam posisi menungging. Dia sudah tak menjerit kesakitan lagi. Penisku leluasa keluar masuk diiringi erangan, lenguhan, dan jeritannya. Betapa nikmatnya memerawani ABG tetangga.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMATx</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-84770452203768910602011-12-20T09:57:00.000-08:002011-12-20T09:57:08.864-08:00Kisah Mesum : ABG Tetangga<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Minggu sore hampir pukul empat. Setelah menonton CD porno sejak pagi penisku tak mau diajak kompromi. Si adik kecil ini kepingin segera disarungkan ke vagina. Masalahnya, rumah sedang kosong melompong. Istriku pulang kampung sejak kemarin sampai dua hari mendatang, karena ada kerabat punya hajat menikahkan anaknya. Anak tunggalku ikut ibunya. Aku mencoba menenangkan diri dengan mandi, lalu berbaring di ranjang. Tetapi penisku tetap tak berkurang ereksinya. Malah sekarang terasa berdenyut-denyut bagian pucuknya.</div><div style="text-align: justify;">"Wah gawat gawat nih. Nggak ada sasaran lagi. Salahku sendiri nonton CD porno seharian", gumamku.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Aku bangkit dari tiduran menuju ruang tengah. Mengambil segelas air es lalu menghidupkan tape deck. Lumayan, tegangan agak mereda. Tetapi ketika ada video klip musik barat agak seronok, penisku kembali berdenyut-denyut. Nah, belingsatan sendiri jadinya. Sempat terpikir untuk jajan saja. Tapi cepat kuurungkan. Takut kena penyakit kelamin. Salah-salah bisa ketularan HIV yang belum ada obatnya sampai sekarang. Kuingat-ingat kapan terakhir kali barangku terpakai untuk menyetubuhi istriku. Ya, tiga hari lalu. Pantas kini adik kecilku uring-uringan tak karuan. Soalnya dua hari sekali harus nancap. "Sekarang minta jatah..". Sambil terus berusaha menenangkan diri, aku duduk-duduk di teras depan membaca surat kabar pagi yang belum tersentuh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba pintu pagar berbunyi dibuka orang. Refleks aku mengalihkan pandangan ke arah suara. Renny anak tetangga mendekat.</div><div style="text-align: justify;">"Selamat sore Om. Tante ada?"</div><div style="text-align: justify;">"Sore.. Ooo Tantemu pulang kampung sampai lusa. Ada apa?"</div><div style="text-align: justify;">"Wah gimana ya.."</div><div style="text-align: justify;">"Silakan duduk dulu. Baru ngomong ada keperluan apa", kataku ramah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">ABG berusia sekitar lima belas tahun itu menurut. Dia duduk di kursi kosong sebelahku.</div><div style="text-align: justify;">"Nah, ada perlu apa dengan Tantemu? Mungkin Om bisa bantu", tuturku sambil menelusuri badan gadis yang mulai mekar itu.</div><div style="text-align: justify;">"Anu Om, Tante janji mau minjemi majalah terbaru.."</div><div style="text-align: justify;">"Majalah apa sich?", tanyaku. Mataku tak lepas dari dadanya yang tampak mulai menonjol. Wah, sudah sebesar bola tenis nih.</div><div style="text-align: justify;">"Apa saja. Pokoknya yang terbaru".</div><div style="text-align: justify;">"Oke silakan masuk dan pilih sendiri".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kuletakkan surat kabar dan masuk ruang dalam. Dia agak ragu-ragu mengikuti. Di ruang tengah aku berhenti.</div><div style="text-align: justify;">"Cari sendiri di rak bawah televisi itu", kataku, kemudian membanting pantat di sofa.</div><div style="text-align: justify;">Renny segera jongkok di depan televisi membongkar-bongkar tumpukan majalah di situ. Pikiranku mulai usil. Kulihati dengan leluasa tubuhnya dari belakang. Bentuknya sangat bagus untuk ABG seusianya. Pinggulnya padat berisi. Bra-nya membayang di baju kaosnya. Kulitnya putih bersih. Ah betapa asyiknya kalau saja bisa menikmati tubuh yang mulai berkembang itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Nggak ada Om. Ini lama semua", katanya menyentak lamunan nakalku.</div><div style="text-align: justify;">"Ngg.. mungkin ada di kamar Tantemu. Cari saja di sana"</div><div style="text-align: justify;">Selama ini aku tak begitu memperhatikan anak itu meski sering main ke rumahku. Tetapi sekarang, ketika penisku uring-uringan tiba-tiba baru kusadari anak tetanggaku itu ibarat buah mangga telah mulai mengkal. Mataku mengikuti Renny yang tanpa sungkan-sungkan masuk ke kamar tidurku. Setan berbisik di telingaku, "inilah kesempatan bagi penismu agar berhenti berdenyut-denyut. Tapi dia masih kecil dan anak tetanggaku sendiri? Persetan dengan itu semua, yang penting birahimu terlampiaskan".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya aku bangkit menyusul Renny. Di dalam kamar kulihat anak itu berjongkok membongkar majalah di sudut. Pintu kututup dan kukunci pelan-pelan.</div><div style="text-align: justify;">"Sudah ketemu Ren?" tanyaku.</div><div style="text-align: justify;">"Belum Om", jawabnya tanpa menoleh.</div><div style="text-align: justify;">"Mau lihat CD bagus nggak?"</div><div style="text-align: justify;">"CD apa Om?"</div><div style="text-align: justify;">"Filmnya bagus kok. Ayo duduk di sini."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gadis itu tanpa curiga segera berdiri dan duduk pinggir ranjang. Aku memasukkan CD ke VCD dan menghidupkan televisi kamar.</div><div style="text-align: justify;">"Film apa sih Om?"</div><div style="text-align: justify;">"Lihat saja. Pokoknya bagus", kataku sambil duduk di sampingnya. Dia tetap tenang-tenang tak menaruh curiga.</div><div style="text-align: justify;">"Ihh..", jeritnya begitu melihat intro berisi potongan-potongan adegan orang bersetubuh.</div><div style="text-align: justify;">"Bagus kan?"</div><div style="text-align: justify;">"Ini kan film porno Om?!"</div><div style="text-align: justify;">"Iya. Kamu suka kan?"</div><div style="text-align: justify;">Dia terus ber-ih.. ih ketika adegan syur berlangsung, tetapi tak berusaha memalingkan pandangannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Memasuki adegan kedua aku tak tahan lagi. Aku memeluk gadis itu dari belakang.</div><div style="text-align: justify;">"Kamu ingin begituan nggak?", bisikku di telinganya.</div><div style="text-align: justify;">"Jangan Om", katanya tapi tak berusaha mengurai tanganku yang melingkari lehernya.</div><div style="text-align: justify;">Kucium sekilas tengkuknya. Dia menggelinjang.</div><div style="text-align: justify;">"Mau nggak gituan sama Om? Kamu belum pernah kan? Enak lo.."</div><div style="text-align: justify;">"Tapi.. tapi.. ah jangan Om." Dia menggeliat berusaha lepas dari belitanku. Namun aku tak peduli. Tanganku segera meremas dadanya. Dia melenguh dan hendak memberontak.</div><div style="text-align: justify;">"Tenang.. tenang.. Nggak sakit kok. Om sudah pengalaman.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tangan kananku menyibak roknya dan menelusupi pangkal pahanya. Saat jari-jariku mulai bermain di sekitar vaginanya, dia mengerang. Tampak birahinya sudah terangsang. Pelan-pelan badannya kurebahkan di ranjang tetapi kakinya tetap menjuntai. Mulutku tak sabar lagi segera mencercah pangkal pahanya yang masih dibalut celana warna hitam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ohh.. ahh.. jangan Om", erangnya sambil berusaha merapatkan kedua kakinya. Tetapi aku tak peduli. Malah celana dalamnya kemudian kupelorotkan dan kulepas. Aku terpana melihat pemandangan itu. Pangkal kenikmatan itu begitu mungil, berwarna merah di tengah, dan dihiasi bulu-bulu lembut di atasnya. Klitorisnya juga mungil. Tak menunggu lebih lama lagi, bibirku segera menyerbu vaginanya. Kuhisap-hisap dan lidahku mengaduk-aduk liangnya yang sempit. Wah masih perawan dia. Renny terus menggelinjang sambil melenguh dan mengerang keenakan. Bahkan kemudian kakinya menjepit kepalaku, seolah-olah meminta dikerjai lebih dalam dan lebih keras lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Oke Non. Maka lidahku pun makin dalam menggerayangi dinding vaginanya yang mulai basah. Lima menit lebih barang kenikmatan milik ABG itu kuhajar dengan mulutku. Kuhitung paling tidak dia dua kali orgasme. Lalu aku merangkak naik. Kaosnya kulepas pelan-pelan. Menyusul kemudian BH hitamnya berukuran 32. Setelah kuremas-remas buah dadanya yang masih keras itu beberapa saat, ganti mulutku bekerja. Menjilat, memilin, dan mencium putingnya yang kecil.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ahh.." keluh gadis itu. Tangannya meremas-remas rambutku menahan kenikmatan tiada tara yang mungkin baru sekarang dia rasakan.</div><div style="text-align: justify;">"Enak kan beginian?" tanyaku sambil menatap wajahnya.</div><div style="text-align: justify;">"Iii.. iya Om. Tapi.."</div><div style="text-align: justify;">"Kamu pengin lebih enak lagi?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa menunggu jawabannya aku segera mengatur posisi badannya. Kedua kakinya kuangkat ke ranjang. Kini dia tampak telentang pasrah. Penisku pun sudah tak sabar lagi mendarat di sasaran. Namun aku harus hati-hati. Dia masih perawan sehingga harus sabar agar tidak kesakitan. Mulutku kembali bermain-main di vaginanya. Setelah kebasahannya kuanggap cukup, penisku yang telah tegak kutempelkan ke bibir vaginanya. Beberapa saat kugesek-gesekkan sampai Renny makin terangsang. Kemudian kucoba masuk perlahan-lahan ke celah yang masih sempit itu. Sedikit demi sedikit kumaju-mundurkan sehingga makin melesak ke dalam. Butuh waktu lima menit lebih agar kepala penisku masuk seluruhnya. Nah istirahat sebentar karena dia tampak menahan nyeri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kalau sakit bilang ya", kataku sambil mencium bibirnya sekilas.</div><div style="text-align: justify;">Dia mengerang. Kurang sedikit lagi aku akan menjebol perawannya. Genjotan kutingkatkan meski tetap kuusahakan pelan dan lembut. Nah ada kemajuan. Leher penisku mulai masuk.</div><div style="text-align: justify;">"Auw.. sakit Om.." Renny menjerit tertahan.</div><div style="text-align: justify;">Aku berhenti sejenak menunggu liang vaginanya terbiasa menerima penisku yang berukuran sedang. Satu menit kemudian aku maju lagi. Begitu seterusnya. Selangkah demi selangkah aku maju. Sampai akhirnya.. "Ouu..", dia menjerit lagi. Aku merasa penisku menembus sesuatu. Wah aku telah memerawani dia. Kulihat ada sepercik darah membasahi sprei.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku meremas-remas payudaranya dan menciumi bibirnya untuk menenangkan. Setelah agak tenang aku mulai menggenjot anak itu.</div><div style="text-align: justify;">"Ahh.. ohh.. asshh..", dia mengerang dan melenguh ketika aku mulai turun naik di atas tubuhnya. Genjotan kutingkatkan dan erangannya pun makin keras. Mendengar itu aku makin bernafsu menyetubuhi gadis itu. Berkali-kali dia orgasme. Tandanya adalah ketika kakinya dijepitkan ke pinggangku dan mulutnya menggigit lengan atau pundakku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Nggak sakit lagi kan? Sekarang terasa enak kan?"</div><div style="text-align: justify;">"Ouu enak sekali Om.."</div><div style="text-align: justify;">Sebenarnya aku ingin mempraktekkan berbagai posisi senggama. Tapi kupikir untuk kali pertama tak perlu macam-macam dulu. Terpenting dia mulai bisa menikmati. Lain kali kan itu masih bisa dilakukan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekitar satu jam aku menggoyang tubuhnya habis-habisan sebelum spermaku muncrat membasahi perut dan payudaranya. Betapa nikmatnya menyetubuhi perawan. Sungguh-sungguh beruntung aku ini.</div><div style="text-align: justify;">"Gimana? Betul enak seperti kata Om kan?" tanyaku sambil memeluk tubuhnya yang lunglai setelah sama-sama mencapai klimaks.</div><div style="text-align: justify;">"Tapi takut Om.."</div><div style="text-align: justify;">"Nggak usah takut. Takut apa sih?"</div><div style="text-align: justify;">"Hamil"</div><div style="text-align: justify;">Aku ketawa. "Kan sperma Om nyemprot di luar vaginamu. Nggak mungkin hamil dong"</div><div style="text-align: justify;">Kuelus-elus rambutnya dan kuciumi wajahnya. Aku tersenyum puas bisa meredakan adik kecilku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kalau pengin enak lagi bilang Om ya? Nanti kita belajar berbagai gaya lewat CD".</div><div style="text-align: justify;">"Kalau ketahuan Tante gimana?"</div><div style="text-align: justify;">"Ya jangan sampai ketahuan dong"</div><div style="text-align: justify;">Beberapa saat kemudian birahiku bangkit lagi. Kali ini Renny kugenjot dalam posisi menungging. Dia sudah tak menjerit kesakitan lagi. Penisku leluasa keluar masuk diiringi erangan, lenguhan, dan jeritannya. Betapa nikmatnya memerawani ABG tetangga.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-8120512946246805072011-12-20T09:56:00.002-08:002011-12-20T09:56:49.285-08:00Guru Matematikaku<div style="text-align: justify;">Waktu aku kelas satu SMA ada guru matematika yang cantik dan sangat enak jika memberikan pelajaran. Namanya Asmiati umurnya dua puluh sembilan, kulitnya putih halus dan bodynya padat berisi terlebih lagi dia menikah pada usia dua puluh tujuh tapi sekarang janda karna suaminya meninggal waktu usia perkawinan mereka baru tiga bulan karna kecelakaan lalulintas. Yang aku senang dari Bu Asmi adalah jika mengajar ia sering tak sadar kalau bagian atas bajunya agak terbuka sehingga tali BH pada bagian pundaknya sering terlihat oleh aku yang jika pelajarannya selalu mengambil duduk di depan dekat meja guru. BH yang dia gunakan selalu warna hitam dan itu selalu menjadi tontonan gratisku setiap pelajarannya.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Pagi itu sekitar jam delapan lewat kami sudah dipulangkan karna akan ada rapat guru. Aku agak kesal karna pelajaran kedua matematika artinya aku gak bisa ngeliat pemandangan indah hari ini, dan untuk menghilangkan suntuk aku pun pergi main ketempat kawanku. Aku masih tak tahu aku akan dapat rejeki nomplok.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekitar jam sembilan lewat aku pergi pulang, dan pada saat lewat sekolah aku melihat Bu Asmi sedang menunggu angkot, aku pun mengajaknya</div><div style="text-align: justify;">" mari saya antar Bu " ajakku tanpa berharap dia mau</div><div style="text-align: justify;">" tapi rumah ibu agak jauh ko " ia mencoba menolak</div><div style="text-align: justify;">" gak pa-pa kok bu, gak enak sama guru PPKN " candaku</div><div style="text-align: justify;">setelah berpikir sebentar akhirnya ia mau " iya deh tapi ibu pegangan ya soalnya ibu pernah jatuh dari motor "</div><div style="text-align: justify;">" silahkan Bu " setelah itu kau menjalnkan motorku dengan kecepatan sedang.</div><div style="text-align: justify;">Tangan Bu Asmi yang berpegangan pada pahaku menyebabkan reaksi pada penisku, apalagi jika mengerem pada lampu merah aku merasa ada sesuatu yang empuk menekan dari belakang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sampai dirumahnya yang agak berjauhan dengan rumah-rumah yang lain aku disuruh masuk dulu. Dan ketika sudah duduk di sofa empuk Bu Asmi bicara</div><div style="text-align: justify;">"ibu ganti baju dulu ya ko "</div><div style="text-align: justify;">setelah itu ia masuk kamar dan menutup pintu mungkin karna kurang rapat sehingga pintu itu terbuka lagi sedikit. Entah setan mana yang masuk kekepala ku sehingga aku memberanikan diri untuk mengintip ke dalam. Di dalam sana aku bisa melihat bagaimana Bu Asmi sedang membuka satu persatu kancing bajunya dan setelah kancing terakhir ia tidak langsung menanggalkan bajunya, tapi itu sudah cukup membuat napasku membuat nafasku memburu karna kau bisa melihat kalau sepasang dadanya yang besar seperti hendak melompat keluar. Karna terlalu asyik pintu itupun terbuka lebar. Aku kaget dan hanya bisa mematung karna ketakutan. Bahkan penisku langsung mengkerut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Melihat aku, Bu Asmi tidak terlihat kaget dan tetap membiarkan bajunya terbuka. Setelah itu ia mendekati aku</div><div style="text-align: justify;">" kamu sering ngeliat BH ibu kan " tanyanya didekat telingaku</div><div style="text-align: justify;">" i..iya Bu " jawabku ketakutan.</div><div style="text-align: justify;">" kalau gitu ibu kasih kamu hukuman " lalu ia menarikku dan didudukkan ditepi tempat tidur.</div><div style="text-align: justify;">" sekarang kamu baring tutup mata dan jangan gerak kalo teriak boleh aja " katanya dengan suara nafas yang agak memburu.</div><div style="text-align: justify;">Aku pun menurut karna merasa bersalah. Lalu ia membuka retsleting celana sekolahku menurunkan CDnya dan mengelus-elus penisku dengan lembut, setelah penisku tegak lagi dia berjongkok dan menjilatinya.</div><div style="text-align: justify;">"auh.. uh.. uuh .." rintihku menahan kenikmatan semantara Bu Asmi sibuk dengan aktivitasnya</div><div style="text-align: justify;">"ah .. mmhh.. Bu stop bu" rintihku karna aku merasa seperti mau meledak</div><div style="text-align: justify;">Dia tak menjawab, malah semakin hebat menyedot penisku. Tubuhku semakin mengejang dan tanpa bisa kubendung lagi, muncratlah cairan putih itu dan aku langsung terduduk sambil berpegangan pada tepi ranjang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rasanya seperti sedang melayang, ia telan habis spermaku sementara aku masih terduduk kaku, malu takut dan senang bercampur jadi satu. Bu Asmi lalu berdiri dan tersenyum</div><div style="text-align: justify;">"gimana..lebih enak dari pada cuman liat khan..?" sambil kedua tangannya menjambak rambutku</div><div style="text-align: justify;">"iya Bu enak sekali" jawabku mulai berani sambil ikut berdiri.</div><div style="text-align: justify;">Setelah wajah kami berhadapan ia menciumku dengan lembut, lalu membimbingku duduk ditempat tidur. Kami berpelukan dan Asmi kembali menciumku, lalu melumat bibirku sementara tangannya menanggalkan seluruh pakaian ku, dengan tangkas aku mengimbangi gerakan tangan itu sehingga akhirnya kami sama sama tanpa pakaian. Bedanya aku telanjang bulat sementara Asmi masih memakai BH hitamnya karna memang sengaja tak ku lepas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Asmi melepaskan ciuman dibibirku lalu mengarahkan kepala ku kebawah yaitu payudaranya, aku segera melepas BH nya dan mulai meremas-remas dadanya, sekali-sekali aku puntir putingnya sehingga ia melenguh panjang. Puas meraba aku lalu menyapu seluruh dadanya dengan lidahku dan menyedot ujung putingnya sambil digigit-gigit sedikit. Hasilnya hebat sekali Asmi bergoyang sambil meracau dengan kata-kata yang tak jelas. Setelah itu Asmi berdiri sehingga aku berhadapan dengan vaginanya, wangi yang baru pernah kucium itu membuatku bertambah panas sehingga kujilati semua permukaan vaginanya yang sudah banjir itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah itu Asmi merebahkan diri di ranjang tangannya mendekap kepalaku pahanya dibuka. Sehingga memudahkan aku menjilat dan memasukkan lidahku kedalam vaginanya dan menggigit-gigit bagian daging yang merah jambu. Sehingga tubuh Asmi semakin mengejang hebat</div><div style="text-align: justify;">"sshh.. aahh.. terus ko" pintanya diikuti desah nafasnya.</div><div style="text-align: justify;">Sekitar lima menit ku sapu vaginaya aku melepaskan dekapan pada kepalaku dan kembali mengulum bibirnya. Ia lalu meraih penisku</div><div style="text-align: justify;">"masukkan ya ko udah gak tahan" katanya dengan terengah dan membimbing penisku menerobos goa miliknya yang tek pernah lagi merasakan penis semenjak suaminya meninggal.</div><div style="text-align: justify;">Aku merasakan kenikmatan yang kebih hebat dibandingkan saat dimasukkan kemulutnya.</div><div style="text-align: justify;">"slep..slep..slep" kuputar-putar didalam sambil mengikuti goyangan pantat Asmi. sambil kupompa bibir kami terus berperang dan tanganku meraba dan meremas payudaranya dan sekali kali memuntir putingnya.</div><div style="text-align: justify;">"uh..ah..mm..ssh..terus ko..mmh" desahnya sambil meremas pantatku.</div><div style="text-align: justify;">Penisku terasa semakin menegang dan vaginanya semakin hebat berdenyut memijit penisku, tak terasa sudah sepuluh menit kami "bergoyang".</div><div style="text-align: justify;">"ooh ..mmh.. ah udah gak kuat.. biarin aja di situ ko mmh .." rintih Asmi terpejam.</div><div style="text-align: justify;">Akupun semakin memperdalam tusukanku dan mempercepat tempo karna juga merasakan sesuatu yang akan keluar.</div><div style="text-align: justify;">"sshh..aarrgghh" jeritnya sambil mencengkram punggungku,</div><div style="text-align: justify;">"aahh..aahh" desahku pada saat yang bersamaan sambil mulutku menyedot kedua puting susunya kuat-kuat secara bergantian.</div><div style="text-align: justify;">Air maniku muncrat bertepatan dengan air hangat yang terasa memandikan penisku didalam vaginanya.Kami menikmati puncak orgasme sampai betul-betul habis, baru aku mencabut penisku setelah sangat lelah dan bebaring di sebelahnya sambil meremas dadanya pelan-pelan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian dia menindihku dari atas dan bertanya "gimana hukuman dari aku ko ..?"</div><div style="text-align: justify;">"enak Bu hukuman terenak didunia makasih ya"</div><div style="text-align: justify;">"ibu yang terima kasih udah lama ibu bendung hasrat, hari ini dan seterusnya ibu akan tumpahkan kekamu semuanya" sambil mencium ku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah istirahat beberapa waktu kami kembali melanjutkan aktivitas itu tentu saja dengan tehnik dan gaya yang berbeda-beda. Tak terhitung berapa kali aku melakukannya sewaktu SMA yang jelas jika aku pulang kesana pasti kami melakukan lagi dan lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-92188416662884544292011-12-20T09:56:00.001-08:002011-12-20T09:56:37.178-08:00Dokter Sinta 2<div style="text-align: justify;">Perjalanan itu hampir memakan waktu 1 jam. Mungkin hanya 10 menit kalau jalanannya macam jalan aspal di kota. Sampai di pintu desa nampak mereka yang menjemputku. Masih beberapa rumah dan kebon yang mesti kami lewati. Aku mendapatkan seorang perempuan yang sedang menggigil karena demam yang tinggi. Sesudah kuperiksa dia kuberi obat-obatan yang diperlukan. Kepada suami dan kerabatnya yang di rumah itu aku berkesempatan memberikan sedikit penerangan kesehatan. Aku sarankan banyak makan sayur dan buah-buahan yang banyak terdapat di desa itu. Bagaimana mencuci bakal makanan sehingga bersih dan sehat. Jangan terlalu asyik dengan ikan asin. Kalau berkesempatan buatlah kakus yang benar. Perhatikan kebersihan rumah dan sebagainya. Terkadang Pak Tanba ikut melengkapi omonganku. Dari sekian puluh kali dia mengantar aku, akhirnya dia juga menguasai ilmu populer yang sering kusiarkan pada penduduk itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><a name='more'></a>Saat pulang, kilat dari langit makin sering dengan sesekali diiringi suara guntur. Jam tanganku menujukkan pukul 10.30 malam. Ah, hujan, nih. Pak Tanba mencoba mempercepat laju kendaraannya. Angin malam di pedesaan yang dingin terasa menerpa tubuhku.<br />
<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kira-kira setengah perjalanan kami rasakan hujan mulai jatuh. Lampu motor Pak Tanba menerangi titik-titik hujan yang seperti jarum-jarum berjatuhan. Aku lebih mempererat peganganku pada pinggulnya dan lebih menyandarkan kepalaku ke punggungnya untuk mencari kehangatan dan menghindarkan jatuhan titik-titik air ke wajahku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hujan memang tak kenal kompromi. Makin deras. Aku pengin ngomong ke Pak Tanba agar berteduh dulu, tetapi derasnya hujan membuat omonganku tak terdengar jelas olehnya. Dia terus melaju dan aku semakin erat memeluki pinggulnya. Tiba-tiba dia berhenti. Rupanya kami mendapatkan dangau beratap daun nipah yang sepi di tepi jalanan. Aku ingat, dangau tempat jualan milik orang desa sebelah. Kalau siang hari tempat ini dikunjungi orang yang mau beli peniti, sabun atau barang-barang kebutuhan lain yang bersifat kering. Ada ‘amben’ dari bambu yang tidak luas sekedar cukup untuk duduk berteduh. Pak Tanda lekas menyandarkan motornya kemudian lari kebawah atap nipah. Aku menyilahkannya duduk.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Sini Pak, cukup ini buat berdua,”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan tanpa canggung dia mendekat ke aku dan sambil merangkulkan tangannya ke pundakku duduk di sampingku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ibu kedinginan?”</div><div style="text-align: justify;">“Iyalah, Pak..” sambil aku juga merangkul balik pinggangnya dengan rasa akrab.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk beberapa saat kami hanya diam mendengarkan derasnya hujan yang mengguyur. Omongan apapun nggak akan terdengar. Suara hujan yang seperti dicurahkan dari langit mengalahkan suara-suara omongan kami. Beberapa kali aku menekan pelukanku ke tubuh Pak Tanba untuk lebih mendapatkan kehangatannya. Kepala dan wajahku semakin rebah menempel ke dadanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku nggak tahu bagaimana mulanya. Kudengar dengusan nafas Pak Tanba di telingaku dan tahu-tahu kurasakan mukanya telah nyungsep ke leherku. Aku diam. Aku pikir dia juga perlu kehangatan. Dan aku merasakan betapa damai pada saat-saat seperti ini ada Pak Tanba. Aku juga ingin membuat dia merasa senang di dekatku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba dia menggerakkan kecil wajahnya dan leherku merasakan bibirnya mengecupku. Aku juga diam. Aku sendiri sesungguhnya sedang sangat lelah. Ini jam-jam istirahatku. Kondisi rasio dan emosiku cenderung malas. Aku cenderung cuek dan membiarkan apa maunya. Aku nggak perlu mengkhawatirkan ulah Pak Tanba yang telah demikian banyak berkorban untukku. Dan aku sendiri yang semakin kedinginan karena pakaianku yang basah ditambahi oleh angin kencang malamnya yang sangat dingin merasakan bibir itu mendongkrak kehangatan dari dalam tubuhku. Bahkan kemudian aku juga tetap membiarkan ketika akhirnya kurasakan kecupan itu juga dilengkapi dengan sedotan bibirnya. Aku hanya sedikit menghindar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Aiihh..” desahku tanpa upaya sungguh-sungguh untuk menghindar. Hingga kudengar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Bb.. Bu dokteerr..” desis bisik setengah samar-samar di tengahnya suara hujan yang semakin deras menembusi gendang telingaku.</div><div style="text-align: justify;">“Buu..” kembali desis itu.</div><div style="text-align: justify;">Dan aku hanya, “Hhmm..”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku nggak tahu mesti bagaimana. Aku secara tulus menyayangi Pak Tanba sebagai sahabat dan orang yang telah demikian banyak menolong aku. Aku menyayanginya juga karena adanya rasa ‘damai dan terlindungi’ saat dia berada di dekatku. Aku juga menyayanginya karena rasa hormatku pada seorang lelaki yang begitu ‘concern’ akan nilai tanggung jawabnya. Aku menyayangi Pak Tanba sebagai bentuk hormatku pada seorang manusia yang juga mampu menunjukkan rasa sayangnya pada sesama manusia lainnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adakah aku juga menyayangi karena hal-hal lain dari Pak Tanba yang usianya mungkinlebih tua dari ayahku? Adakah aku sedang dirundung oleh rasa sepiku? Adakah aku merindukan belaian seorang ayah yang belum pernah kujumapi? Adakah aku merindukan belaian Rudi tunanganku? Sementara aku masih gamang dan mencari jawab, kecupan dan sedotan bibir dengan halus melata pelan ke atas menyentuhi kupingku yang langsung membuat darahku berdesir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jantungku tersentak dan kemudian berdenyut kencang. Tubuhku tersentak pula oleh denyut jantungku. Rasa dingin yang disebabkan angin malam dan pakaian basah di tubuhku langsung sirna. Kegamanganku menuntun tanganku untuk berusaha mencari pegangan. Dan pada saat yang bersamaan tangan kiri Pak Tanba mendekap tangan-tanganku kemudian tangan kanannya merangkul untuk kemudian menelusup ke bawah baju basahku. Dia meraba kemudian mencengkeramkan dengan lembut jari-jarinya pada buah dadaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian juga meremasinya pelan. Darahku melonjak dalam desiran tak tertahan. Jari-jari tangannya yang kasar itu menyentuh dan menggelitik puting susuku. Aku tak menduga atas apa yang Pak Tanba lakukan ini. Tetapi aku tak hendak menolak. Aku merasakan semacam nikmat. Aku menggelinjang berkat remasan tangan Pak Tanba pada susuku. Aku langsung disergap rasa dahaga yang amat sangat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan sedikit menggeliat aku mendesah halus sambil sedikit menarik leher dan menengadahkan mukaku. Sebuah sergapan hangat dan manis menjemput bibirku. Bibir Pak Tanba langsung melumat bibirku. Oocchh.. Apa yang telah terjadi.. Apa yang melandaku dalam sekejab ini.. Apa yang melemparkan aku dalam awang tanpa batas ini.. Dimana orbitku kini..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seperti burung yang terjerat pukat, aku merasakan ada arus yang mengalir kuat dan menyeretku. Namun aku tak berusaha mencari selamat. Aku justru kehausan dan ingin lebih lumat larut dalam arus itu. Tanganku bergerak ke atas. Kuraih kepala Pak Tanba dan menarik menekan ke bibirku. Aku ingin dia benar-benar melumatku habis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku mau dahagaku terkikis dengan lumantannya. Aku menghisap bibirnya. Kami saling melumat. Lidah Pak Tanba meruyak ke mulutku dan aku menyedotinya. Aku langsung kegerahan dalam hujan lebat dan dinginnya malam pedesaan itu. Tubuhku terasa mengeluarkan keringat. Mungkin pakaianku mengering karena panas tubuhku kini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Mmmhh..” desahnya.</div><div style="text-align: justify;">“Mllmmhh..” desahku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku tak tahu lagi apa yang berikutnya terjadi. Aku hanya merasa Pak Tanba merebahkan tubuhku ke ‘amben’ bambu itu sambil mulutnya terus melumati bibirku. Dan tanganku tak lepas dari pegangan di kepalanya untuk aku bisa lebih menekankannya ke bibirku. Desah dan rintih yang tertimpa bunyi derasnya hujan menjadi mantera dan sihir yang dengan cepat menggiring kami ketepian samudra birahi. Hasrat menggelora menggelitik saraf-saraf libidoku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian kehangatan bibir itu melepas dari bibirku untuk melata. Pak Tanba sesaat melumat dan menggigit kecil bibir bawahku untuk kemudian turun melumati daguku. Aamppuunn.. Kenapa gairah ini demikian mengobarkan syahwatku.. Ayoo.. Terus Paakk.. Aku hauss.. Pak Tanbaa..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Leherku mengelinjang begitu bibir Pak Tanba menyeranginya. Kecupan demi kecupan dia lepaskan dan aku tak mampu menahan gejolak nafsuku. Aku beranikan menjerit di tengah hujan keras di atas dangau sepi dekat tepian desa ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Ayyoo.. Paakk.. Aku hauss Pak Tanbaa.. “.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku menggelinjang kuat. Aku meronta ingin Pak Tanba merobek-robek nafsu birahiku. Aku ingin dia cepat menyambut dahagaku.</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba tangan Pak Tanba merenggut keras baju dokterku. Dia renggut pula blusku. Semua kancing-kancing bajuku putus terlepas. Pak Tanba menunjukkan kebuasan syahwat hewaniahnya. Duh.. Aku jadi begitu terbakar oleh hasrat nikmat birahiku. Aku merasakan seorang yang sangat jantan sedang berusaha merampas kelembutan keperempuananku. Dan aku harus selekasnya menyerah pada kejantanannya itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dia ‘cokot’i buah dadaku. Dia emoti susu-susuku. Di gigit-gigit pentil-pentilku. Sambil tangannya mengelusi pinggulku, pantatku, pahaku. Ciuman-ciumannya terus menyergapi tubuhku. Dari dada turun ke perut dan turun lagi.. Turun lagi.. Aku benar-benar terlempar ke awang lepas. Aku memasuki kenikmatan dalam samudra penuh sensasi. Semua yang Pak Tanba lakukan pada tubuhku belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku sama sekali tak mempertimbangkan adanya Rudi tunanganku itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan yang lebih-lebih menyiksaku kini adalah rasa gatal yang sangat di seputar kemaluanku. Tanpa mampu kuhindarkan tanganku sendiri berusaha menggaruk elus rasa gatal itu. Dengan sigap tanpa rasa malu aku lepasi celana dalamku sendiri. Kulemparkan ke tanah. Aku menekan-nekan bagian atas vaginaku untuk mengurangi kegatalan itu. Aku makin merasakan cairan birahiku meleleh luber keluar dari vaginaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sensasi dari Pak Tanba terus mengalir. Kini bibirnya telah merasuk lebih kebawah. Dia mengecupi dan menjilat-jilat selangkanganku. Dan itu membuat aku menjadi sangat histeris. Kujambaki rambut Pak Tanba dalam upaya menahan kegatalan syahwatku. Pak Tanba rupanya tahu. Bibirnya langsung merambah kemaluanku. Bibirnya langsung melumat bibir vaginaku. Lidahnya menjilati cairan birahiku. Kudengar.. Ssluurrpp.. Sslluurrpp.. Saat menyedoti cairan itu. Bunyi itu terdengar sangat merangsang nafsuku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku tak tahan lagi. Aku ibarat hewan korban persembahan Pak Tanba yang siap menerima tusukan tajam dari tombaknya. Kobaran birahiku menuntut agar persembahan cepat dilaksanakan. Aku tarik bahu Pak Tanba agar bangkit dan cepat menikamkan tombaknya padaku. Ayoolaahh.. Paakk..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku tak tahu kapan Pak Tanba melepasi pakaiannya. Bahkan aku juga tak sepenuhnya menyadari kenapa kini aku telah telanjang bulat. Pak Tanba memang lekas merespon kobaran nafsuku. Dia telah jauh pengalamannya. Apa yang aku lakukan mungkin sudah sering dia dapatkan dari istri-istrinya. Dengan sigap dia naik dan menindihku dalam keadaan telah telanjang. Dia benamkan wajahnya ke lembah ketiakku. Dia menjilati dan menyedotinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara itu aku juga merasakan ada batang keras dan panas menekan pahaku. Tak memerlukan pengalaman untuk mengetahui bahwa itu adalah kemaluan Pak Tanba yang telah siap untuk menikam dan menembusi kemaluanku. Tetapi dia terhenti. Detik-detik penantianku seakan-akan bertahun-tahun. Dia berbisik dalam parau.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Bu Dokter, ibu masih perawan?”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku sedikit tersentak atas bisikkannya itu. Yaa.. Aku memang masih perawan. Akankah aku serahkan ini kepada Pak Tanba? Bagaimana dengan Rudi nanti? Bagaimana dengan masa depanku? Bagaimana dengan risiko moralku? Bagaimana dengan karirku? Dalam sekejab aku harus mengambil sikap. Dengan sangat kilat aku mencoba berkilas balik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam posisi begini ternyata aku mampu berpikir jernih, walau sesaat. Kemudian aku kembali ke arus syahwat birahi yang menyeretku. Aku tidak menjawab dalam kata kepada Pak Tanba. Aku langsung menjemput bibirnya untuk melumatinya sambil sedikit merenggangkan pahaku. Aku rela menyerahkan keperawananku kepada Pak Tanba.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ditengah derasnya hujan dan dinginnya pedesaan, diatas ‘amben’ bambu dan disaksikan dangau beratap daun nipah di tepi jalan tidak jauh dari pintu desaku Pak Tanba telah mengambil keperawananku. Aku tak menyesalinya. Hal itu sangat mungkin karena rasa relaku yang timbul setelah melihat bagaimana Pak Tanba tanpa menunjukkan pamrihnya membantu tugas-tugasku. Dan mungkin juga atas sikapnya yang demikian penuh perhatian padaku. Rasa ‘adem’ dan ‘terlindungi’ dari sosok dan perilaku Pak Tanba demikian menghanyutkan kesadaran emosi maupun rasioku hingga aku tak harus merasa kehilangan saat keperawananku di raihnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesaat setelah peristiwa itu terjadi Pak Tanba nge-’gelesot’ di rerumputan dangau itu sambil menangis di depan kakiku. Ini juga istimewa bagiku karena aku pikir orang seperti Pak Tanba tidak bisa menangis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Maafkan kekhilafan saya, Bu Dokter. Saya minta ampuunn..”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tetapi aku cepat meraihnya untuk kembali duduk di ‘amben’. Bahkan aku merangkulinya. Bahkan sambil kemudian menjemput bibirnya dan kembali melumatinya aku katakan bahwa aku sama sekali rela atas apa yang Pak Tanba telah lakukan kepadaku. Malam itu sebelum beranjak pulang kami sekali lagi menjemput nikmat syahwat birahi. Tanpa kata-kata Pak Tanba menuntunku bagaimana supaya aku bisa meraih orgasmeku. Dia bimbing aku untuk menindih tubuhnya yang kekar itu. Dia tuntun kemaluannya untuk diarahkan ke kemaluanku. Kemudian dia dorong tarik sesaat sebelum aku berhasil melakukannya sendiri. Betapa sensasi syahwat langsung menyergapku. Aku mengayun pantat dan pinggulku seperti perempuan yang sedang mencuci di atas penggilesan. Hanya kali ini yang berayun bukan tanganku tetapi pantat dan pinggulku. Aku berhasil meraih orgasmeku secara beruntun menyertai saat-saat orgasme dan ejakulasinya Pak Tanba yang kurasakan pada kedutan-kedutan kemaluannya yang disertai dengan panasnya semprotan sperma kentalnya dalam liang sanggamaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aneh, saat kami bersiap pulang langit mendadak jadi terang benderang. Bahkan bulan yang hampir purnama membagikan cahayanya mengenai pematang sawah di tepian jalan itu. Sebelum Pak Tanba menarik motornya dia sekali lagi meraih pinggangku dan kembali memagut bibirku kemudian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Bu Dokter maukah kamu menjadi istriku?,”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku tak menjawab dalam kata pula. Aku hanya mencubit lengannya yang dibalas Pak Tanba dengan ‘aduh’.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam keremangan cahaya bulan kami memasuki desa tantanganku. Aku merenungi betapa desa ini telah memberiku banyak arti dalam hidupku. Dan pada dini pagi yang dingin itu kutetapkan hatiku. Aku akan mengabdi pada desa tantanganku ini. Aku akan jadi dokter desa dan tinggal bersama suamiku sebagai istri ke.4 Pak Tanba yang sangat baik itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat pamanku datang menjemput dan kebetulan tanpa disertai Rudi karena sedang bertugas di luar kotanya semuanya kuceritakan kepadanya. Kusampaikan bahwa dengan sepenuh kesadaranku aku telah menemukan jalan dan pilihanku. Aku akan mengabdi di desa tantanganku. Dan aku minta tolong untuk disampaikan kepada Rudi permohonan maafku yang telah mengecewakannya. Dan tentu saja kepada ibuku disamping restunya yang selalu aku perlukan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">E N D</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-59643459765294542592011-12-20T09:56:00.000-08:002011-12-20T09:56:14.165-08:00Dokter Sinta 1<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Shinta adalah seorang dokter muda. Dia baru saja menamatkan pendidikannya pada sebuah universitas ternama di Sumatera. Selain kecerdasannya yang mengantarkan dirinya meraih gelar dokter. Shinta juga merupakan gambaran profil generasi muda masa kini. Disamping sebagai gadis yang sangat cantik, Shinta yang berusia 24 tahun ini juga lincah dan intelek dan dikenal oleh teman-temannya sebagai gadis yang cinta lingkungan dan masalah sosial budaya. Dia sangat senang dengan petualangan alam.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Selama 2 tahun terakhir di kampusnya Shinta dipercaya teman-temannya menjadi Ketua Group Pecinta Alam. Sangat kontras memang. Dilihat dari penampilan fisiknya yang demikian cantik dan lembut Shinta adalah ahli bela diri Kung Fu pemegang sabuk hitam. Disamping itu dia juga sebagai pemanjat tebing yang handal dan juga beberapa kali telah mengikuti kegiatan arung jeram dengan menelusuri sungai-sungai ganas di seputar Sumatera.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana dokter baru ia harus menjalani masa PTT pada sebuah desa yang jauh dari tempat tinggalnya. Reaksi orang tuanya dalam hal ini ibunya dan Rudi tunangannya adalah sangat keberatan saat mendengar bahwa dia harus bertugas di desa terpencil itu. Ibu Shinta sangat menyayangi Shinta. Beliaulah yang terus mendorong sekolah Shinta hingga lulus menjadi dokter. Orang tua Shinta cerai saat Shinta masih kecil. Sampai tamat dokter Shinta mengikuti ibunya. Shinta tak pernah kenal dan tahu bagaimana dan dimana ayahnya sekarang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain jauh dari kotanya daerah itu masih sangat terbelakang dan terisolir. Bayangkan, untuk mencapai daerah itu orang harus seharian naik bus antar kota, kemudian disambung dengan ojek hingga ke tepian desa yang dimaksud. Di desanya sendiri yang sama sekali tak ada sarana transportasi juga belum terjangkau oleh penerangan listrik. Tak ada TV dan belum ada sambungan pesawat telpon maupun antene repeater untuk penggunaan hand phone.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ibunya minta pamannya yang adik kandung ibunya bersama Rudi tunangannya untuk menyempatkan diri meninjau langsung desa itu. Sepulang dari desa tersebut mereka menyatakan bahwa betapa berat medan yang akan dihadapi oleh Shinta nantinya. Mereka khawatir dan cemas pada Shinta yang rencananya pada bulan Haji nanti akan dinikahkan dengan Rudi. Shinta dan Rudi telah bertunangan selama hampir 2 tahun. Rudi sendiri adalah seorang insinyur pertanian yang telah bekerja di Dinas Pertanian Kabupaten. Tetapi semua kecemasan dan kekhawatiran orang tua dan tunangannya itu tidak terlampau ditanggapi oleh Shinta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk lebih menghayati cerita selanjutnya, biarlah Shinta sendiri yang menceriterakan kisah yang dialaminya sebagaimana yang tertera di bawah ini,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Cerita Shinta</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku sendiri justru sangat tertantang oleh kondisi desa itu. Idealisku muncul dan mendorong aku untuk terus maju saat kupelajari keadaan geografi, sosial demografi dan sosial ekonomi dan budaya lokal masyarakat desa itu. Aku berketatapan hati tak akan mundur oleh tantangan yang sungguh romantik itu. Aku ingin bisa membagi ilmu dan pengetahuanku dan ketrampilan serta pengalamanku bagi masyarakat di desa itu. Aku ingin bisa mengabdikan diriku pada mereka yang serba kekurangan dan penuh keterbelakangan itu. Dan pada akhirnya karena sikapku yang cerah dan tegar maka baik ibu maupun tunanganku mendukung PTT-ku di desa terpencil itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah melalui 1 hari perjalanan yang melelahkan dengan diantar oleh paman dan Mas Rudi aku sampai di desa penuh tantangan itu. Kami di sambut oleh perangkat desa itu dan kepala dusun. Seorang tetua yang juga kepala dusun yang bernama Pak Tanba secara spontan meminjamkan salah satu ruangan di rumahnya untuk kubuat poliklinik sederhana.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesudah 2 hari membuat persiapan tempat praktek dokter dan acara peresmian ala kadarnya aku diterima resmi oleh masyarakat sebagai dokter di desa itu. Aku juga akan memberikan pelayanan kesehatan ke desa-desa di sekitar desaku. Dengan pesan-pesan serta berbagai wanti-wanti, paman bersama Rudi pulang kembali ke kota dengan meninggalkan aku yang telah siap untuk memulai tugasku. Sesaat sebelum beranjak aku memandangi Rudi. Dari matanya aku membaca kerinduan yang hinggap. Dia akan rindu kapan akan kembali saling membelai. OK, Rud. Ini khan hanya untuk waktu 6 bulan. Dan kita akan menikah sesudahnya, bukan?!</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada hari pertama aku diajak keliling desa oleh Pak Tanda bersama aparat desa untuk dikenalkan kepada masyarakat desa itu. Pada hari-hari selanjutnya aku menunggu masyarakat yang memerlukan bantuanku di poliklinik. Apabila diperlukan aku juga akan mendatangi pasien yang tidak mampu mengunjungi tempat praktekku. Hari-hari pertama bertugas aku dibantu oleh kader kesehatan yang telah aku beri pelatihan sederhana. Pada saat yang sangat diperlukan Pak Tanba bersedia membantu untuk mengantar aku melayani panggilan dari masyarakat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang-orang desa itu telah mafhum akan kelebihan Pak Tanba. Dia sangat akrab dan disenangi masyarakat di sekitarnya. Dia merupakan orang yang paling kaya untuk ukuran desa itu namun sama sekali tidak menunjukkan kesombongan. Dengan usahanya selaku pengumpul hasil bumi Pak Tanba bisa memiliki beberapa rumah di desa itu dan beberapa lagi di desa sekitarnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Yang lebih hebat lagi, Pak Tanba yang usianya sudah lebih 65 tahun itu mampu memiliki 3 orang istri. Artinya disamping mampu dalam arti materiil, Pak Tanba juga memiliki kemampuan lahiriah yang sangat baik. Tubuhnya masih nampak sehat dan tegar dan selalu siap melakukan kewajibannya untuk memberikan nafkah lahir batin kepada para istrinya. Wajahnya yang keras tetapi penuh wibawa memberikan kesan ‘melindungi’ pada siapapun yang dekat dengannya. Dan memang demikianlah, Pak Tanba orang yang ringan tangan dan kaki untuk memberikan pertolongan pada orang lain, pada masyarakat desanya atau siapapun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Istri-istri Pak Tanba boleh dibilang bukan perempuan sembarangan. Istri pertamanya Rhayah, usianya telah 57 tahun. Dialah ‘permaisuri’ sesungguhnya dari Pak Tanba. Dari Rhayah lahir 3 anaknya yang telah dewasa dan berumah tangga. Pada Rhayah, Pak Tanba menunjukkan bagaimana dirinya sebagai suami yang selalu memberikan nafkah lahir bathin tanpa pernah pilih kasih pada yang lebih muda atau lebih cantik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Istri ke 2-nya adalah Siti Nurimah. Seorang janda dari desa yang cukup jauh dari desanya. Siti Nurimah adalah perempuan yang memiliki toko klontong di desanya. Dari Nurimah Pak Tanba memiliki 2 orang anak yang masih bersekolah. Nurimah sangat baik hatinya. Dia tak pernah menunjukan iri atau cemburu pada istri Pak Tanba yang lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian istrinya yang terakhir masih sangat muda. Umurnya 19 tahun. Dia masih perawan saat dikawini Pak Tanba. Karena jasa Pak Tanba pada keluarganya, Halimah demikian namanya yang berperangai halus dan cantik itu rela menjadi istri ke 3 Pak Tanba. Sikapnya selalu hormat pada Pak Tanba dan para istrinya yang terdahulu. Sehari-hari Halimah adalah guru SD di desanya. Saat ini Halimah sedang mengandung 9 bulan. Diperkirakan dia akan melahirkan dalam waktu dekat ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku sering berpikir bahwa koq ada orang macam Pak Tanba. Pendidikannya yang rendah, dia hanya tamatan SD, tidak membuatnya menjadi orang kecil. Aku menilai Pak Tanba adalah ‘orang besar’ dalam arti sesungguhnya. Dia orang yang selalu pegang komitmen, terlihat pada bagaimana hubungannya dengan para istrinya. Dia juga seorang yang pekerja keras dan senang melakukan kegiatan sosial demi kebahagiaan orang banyak. Tak pernah aku mendengar keluhannya selama dia membantu tugas-tugasku. Dia selalu menunjukkan kegembiraannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan yang juga aku kagumi, dia jarang lelah atau sakit. Dia nampak selalu sehat. Tubuhnya sendiri yang nampak cukup gempal kondisinya sangat segar tanpa penyakit. Dengan rambutnya yang masih hitam dan tebal, giginya yang tetap utuh di tempatnya dan sorot matanya yang demikian energik, sepintas orang yang melihatnya akan terkesan umur Pak Tanba paling sekitar 50 tahunan. Atau lebih muda 15 tahun dari umur yang sebenarnya. Dan satu hal yang mungkin membuatnya mudah mendapatkan istri, tampang dan gayanya yang simpatik. Tidak tampan tetapi enak dilihatnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kegiatannya selaku pengumpul hasil bumi Pak Tanba banyak berkeliling ke desa-desa disekitarnya dengan mengendarai sepeda motor. Di saat tak ada kegiatan dengan senang hati Pak Tanba juga meminjamkan motornya kepadaku untuk keperluan mendatangai pasienku yang tinggal jauh dari desa. Bahkan apabila keadaannya sangat genting Pak Tanba turun tangan sendiri membantu aku dengan memboncengkan menuju ke tempat tinggal pasienku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pelayanan kesehatan di tengah-tengah masyarakat desa yang terpencil ini boleh dibilang tidak mengenal waktu. Beberapa kali aku harus menerima panggilan dari pasienku jauh di tengah malam. Dan tentu saja hanya dengan bantuan Pak Tanba aku bisa memenuhi panggilan dan kewajibanku itu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tak terasa kegiatanku yang terus merangkak telah memasuki bulan ke 4. Aku telah mengenal dan dikenal banyak orang di desaku maupun desa-desa disekitarnya. Selama itu pula Pak Tanba telah menunjukkan betapa dia telah membantu aku dengan tidak tanggung-tanggung demi kesejahteraan serta kesehatan masyarakat di desanya. Aku benar-benar respek dengan ‘goodwill’-nya Pak Tanba ini. Bahkan aku sering merasa terharu manakala dalam mengantar aku sering mendapatkan berbagai kesulitan. Terkadang ban motornya yang meletus, atau mesin yang ngadat sehingga tak jarang dia mesti menuntun motornya dengan berjalan kaki dalam jarak yang cukup jauh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kesempatan yang lain kami sering terjebak dalam jalanan yang licin bekas hujan. Dengan terseok-seok dia mesti mendorong motornya melewati lumpur dan beberapa kali terpeleset jatuh hingga pakaiannya belepotan lumpur. Aku sendiri tak bisa berbuat banyak pada kondisi macam itu. Yang kumiliki hanyalah rasa iba yang tak mungkin berbagi padanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di lain pihak kami berdua sering menrasakan suatu kepuasan batin. Manakala upaya menolong orang sakit atau sesekali ibu-ibu yang melahirkan dan semuanya berakhir dengan selamat dan sukses kami sungguh merasa sangat bahagia. Terkadang kebahagiaan itu kami ungkapkan dengan sangat spontan. Kami saling berpelukan karena perasaan bahagia atas sukses yang begitu banyak menuntut pengorbanan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari berbagai macam hal yang penuh suka duka macam itu hubunganku dengan Pak Tanba menjadi semakin emosional. Kami bukan semata berhubungan dengan tugas atau kewajiban semata. Tetapi kami semakin merasakan apa yang membuat Pak Tanba senang atau susah akupun ikut merasakan senang atau susahnya. Demikian pula sebaliknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terkadang terlintas dalam pikiranku, alangkah bahagianya istri-istrinya memiliki suami macam Pak Tanba yang sangat ‘concern’ pada peranannya sebagai suami maupun sebagai manusia yang merupakan bagian dari manusia lainnya. Sungguh langka seorang suami macam Pak Tanba.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku sendiri merasakan betapa ‘adem’ saat Pak Tanba hadir di dekatku. Perasaan yang tak pernah kudapatkan sebelumnya. Seakan didekatku ada pelindung. Ada yang memperhatikan dan membantu saat aku mendapatkan masalah. Adakah begitu yang diberikan seorang ‘ayah’ pada putrinya? Adakah aku merindukan ‘ayah’ yang hingga kini aku tak pernah mengenal dan tahu dimana keberadaannya? Perasaan ‘menyayangi’ secara tulus, aku menyayangi Pak Tanba dan Pak Tanba menyanyangi aku merupakan wujud nyata yang mengiringi setiap kebersamaanku dengan dia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan anehnya, ini aku akui, aku resah kalau tak ada Pak Tanba. Aku gelisah kalau tak berjumpa dengannya. Misalnya aku kehilangan konsentrasi kerja saat dia sedang menggilir istrinya barang 1 atau 2 hari. Aku sering merenungi kenapa perasaanku aku jadi sangat tergantung pada Pak Tanba. Dan perasaan resahku itu semakin dalam dan mendalam dari hari ke hari.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada suatu malam, sekitar pukul 9 malam ada orang dari desa sebelah bukit dan ladang yang datang. Istrinya sedang diserang demam dan meracau. Dia panik dan kemudian dengan ditemani tetangganya dia mendatangi aku minta pertolongan. Kebetulan saat itu ada Pak Tanba yang baru pulang dari mengurus dagangan hasil bumi dari desanya. Tanpa menunjukkan kelelahan atau kejenuhan Pak Tanba menyarankan agar aku lekas mengunjungi orang sakit itu. Dia siap untuk mengantar aku. Sesudah menanyakan letak rumahnya secara jelas dia minta pamit untuk mendahului pulang. Dengan berjalan kaki mereka bisa memotong jalan hingga kemungkinan dia akan lebih dahulu sampai dari pada aku. Mereka akan menunggu kami di pintu desa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesudah aku menyiapkan alat-alat yang diperlukan kami berangkat ke desa yang dimaksud. Aku melihat langit begitu gelap. Sesekali nampak kilat menerangi pepohonan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Wah, ini mau hujan kelihatannya, Pak Tanba “,</div><div style="text-align: justify;">“Iya nih, Bu dokter, Mudah-mudahan nantilah hujannya sesudah semua urusan rampung”,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Namun aku tak khawatir. Selama Pak Tanba ada di dekatku sepertinya segala hambatan hanya untuk dia. Dia akan menghadapinya untuk aku. Karena jalan desa yang tak mulus macam di kota, aku harus erat-erat memeluk pinggang Pak Tanba agar tak terlempar dari boncengan motornya. Memang demikianlah setiap kali kami berboncengan. Dan kalau badan yang seharusnya tidur ini masih harus bepergian, maka kantukku kusalurkan dengan menempelkan kepalaku ke punggung Pak Tanba. Dia nggak keberatan atas ulahku ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Tidur saja Bu dokter, jalannya masih cukup jauh”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ke bagian 2</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-44312169783451454312011-12-20T09:55:00.001-08:002011-12-20T09:55:55.319-08:00Kisah Mesum : Angela - 4<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah berselang beberapa menit,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra.."</div><div style="text-align: justify;">"Iya sayang.." jawabku sambil membelai rambut dan pipinya.</div><div style="text-align: justify;">"Cerita dong.."</div><div style="text-align: justify;">"Cerita apa?"</div><div style="text-align: justify;">"Cerita kenapa Ko Indra suka sekali sama pantyhose."</div><div style="text-align: justify;">"Wah kalau diinget-inget sih sudah lumayan lama juga. Yang pasti pertama kali aku merasakan yang namanya stocking itu waktu aku masih SD, kira-kira kelas satu atau dua. Adik terkecil dari ibuku yang tinggal di medan sedang berkujung ke Jakarta. Dia menginap di rumahku. Suatu hari kami sedang berada di dalam mobil, aku duduk di sebelahnya. Secara tidak sengaja kakiku menyenggol betisnya. Sentuhan pertama itu bagaikan perkenalan dengan sebuah sensasi yang tidak dapat kulupakan. Tanteku memakai stocking berwarna kulit. Sepanjang perjalanan kakiku selalu menempel dengan kakinya dan sesekali mengelus-elusnya. Dia tidak mengatakan apa-apa mungkin karena aku masih kecil dan iseng. Setelah itu aku tidak pernah dapat melupakan perasaan itu."</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">"Terus.."</div><div style="text-align: justify;">"Ketika aku tumbuh makin besar aku mulai suka memperhatikan perempuan-perempuan yang memakai stocking dan pantyhose, dan penisku langsung berdiri dengan tegak. Rasa nafsu dan horny menguasai pikiranku. Ketika sampai di rumah dan tidak ada yang memperhatikan, aku bermain-main dengan penisku sambil membayangkan bercinta dengan perempuan yang memakai pantyhose/stocking tadi."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela tersenyum dan tangannya bermain-main dengan penisku yang masih keras.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Semakin lama aku semakin kecanduan, akhirnya dengan menahan malu aku nekat membeli sepasang pantyhose di supermarket terdekat. Kubawa pulang dan langsung kukenakan. Penisku menjulang tinggi, ketika kakiku saling bersentuhan, rasanya aku langsung mabuk kepayang. Benar-benar sensual. Kukeluarkan penisku dan aku bermasturbasi."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela membuka matanya dan menatap wajahku dengan penuh rasa ingin tahu, sambil me-masturbasikan penisku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Seperti ini?" tanya Angela.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kakinya digosok-gosokkan ke kakiku. Setiap gesekan menimbulkan gelombang-gelombang listrik kenikmatan ke seluruh badanku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Akhirnya aku mempunyai banyak koleksi pantyhose dan stocking namun yang benar-benar bagus dan enak dipakai hanya beberapa merk. Aku juga suka mencari gambar-gambar model yang memakai pantyhose maupun stocking atau lingerie di internet. Aku selalu bermasturbasi dengan koleksi-koleksiku. Kelihatannya ceritaku membuat Angela horny. Sekarang ini ia sedang menjilati putingku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Semua teman wanita yang kukenal tidak ada yang suka memakai pantyhose atau stocking. Aku suka sekali pergi ke pameran mobil berskala besar karena SPG nya cantik-cantik dan hampir semuanya memakai pantyhose. Sampai akhirnya aku melihat kamu memakai kemeja lengan pendek putih, rok coklat dan pantyhose. Rasanya aku ingin langsung bercinta dengan Adik teman baikku ini."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela meninggalkan putingku dan mengulum mulutku, tangannya semakin agresif memainkan penisku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Bagaimana dengan Angela, kelihatannya kamu juga suka."</div><div style="text-align: justify;">"Sama seperti Ko Indra.. Pertamanya aku tidak begitu suka, namun karena iseng maka aku membeli sepasang. Ketika aku memakainya, rasanya aku sedang terbang dan tubuhku terbuai. Vaginaku rasanya seperti sedang bergetar. Akhirnya aku beli lagi beberapa pasang dan aku sangat menyukainya. Bekas cowoku yang tolol itu tidak suka. Aku tahu Ko Indra melihat aku dengan penuh nafsu, dan entah kenapa aku tidak merasa aneh atau takut. Ketika Ko Indra memegang pahaku, rasanya seluruh badanku menjadi lemas dan nyaman. Akhirnya aku sadar kalau aku juga menyukai pantyhose. Apa Ko Indra sudah sering melakukan ini?"</div><div style="text-align: justify;">"Belum, percaya atau tidak Angela adalah yang pertama."</div><div style="text-align: justify;">"Lebih enak mana sama masturbasi?"</div><div style="text-align: justify;">"Tentu saja lebih enak bercinta dengan Angela."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba Angela bangkit dan mencari sesuatu di lantai. Semua pantyhose yang ada di taruh di atas tubuhku. Tubuhku bergetar merasakan sentuhan lembut dari pantyhose yang lembut. Angela mengambil sebuah stocking berwarna putih transparan, kemudian menyarungkannya ke penisku. Getaran-getaran erotis menghujani kejantananku ketika stocking tersebut bergesekan dengan penisku. Sekarang celah kecil pada ujung kejantananku bertemu dengan garis jahitan pada ujung kaki stocking. Garis itu dengan lembut membelah celah kepala penisku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Stocking kondom." seru Angela dengan senyumnya yang manja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Stocking tersebut ditarik agak kencang sehingga membaluti seluruh bagian penisku seperti sebuah kondom. Lidah Angela terjulur dan menjilati kepala penisku yang terbalut dengan kondom stocking. Rasanya beda dengan biasanya. Tidak lama kemudian kepala penisku pun hilang di dalam mulutnya yang seksi. Aku benar-benar tersesat dalam jalan kenikmatan duniawi yang tak terbayangkan. Permainan mulut dan lidah angela tetap tidak berkurang nikmatnya, malah bertambah nikmat. Aku terus mengerang nikmat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kuarahkan Angela pada posisi doggy style. Sambil memegang ujung Stocking pada pangkal penisku, ku masukan kejantananku ke dalam liang cintanya. Vaginanya yang sudah kebanjiran menerima penisku tanpa gesekan yang berarti. Namun, tetap saja terasa berbeda. Aku tidak dapat menenggelamkan seluruh batang penisku, karena terhalang tanganku yang memegangi kondom stocking agar tidak lepas. Tidak kusangka Angela mengalami orgasme secepat ini. Badannya bergetar hebat dan otot-otot vaginanya menjepit erat kejantananku. Kutarik keluar penisku dan stocking kondomku benar-benar basah akan cairan cinta Angela.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kuposisikan Angela sehingga dia yang berada di atas dan mulai bercumbu. Setelah beberapa saat, aku arahkan penisku ke dalam vaginanya. Angela memejamkan matanya dan merasakan kejantananku memenuhi seluruh ruangan di dalam lembah kenikmatannya. Angela mengulum telinga dan leher bagian kiriku yang sensitif. Kupegang pinggulnya dan kuangkat naik-turun. Setelah beberapa kali, Angela langsung melakukan gerakan memompa itu sendiri. Lama-lama makin cepat. Ia mengangkat pundaknya dan bertumpu pada kedua tangannya. Ia merasakan rangsangan yang luar biasa karena dalam posisi ini ia dapat dengan mudah merangsang G spotnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kuputuskan untuk membantu Angela mempercepat prosesnya. Ku tarik dan kutekan pinggulku ke bawah saat pinggul Angela terangkat dan ketika pinggulnya turun, langsung ku sodok ke atas. Angela mendesah tiada hentinya. Angela benar-benar mendapatkan rangsangan ganda, karena batang penisku menggesek-gesek klitorisnya dan kepala penisku memberikan tekanan yang mantap pada daerah G spotnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Oh.. Ko Indra.." kutatap wajahnya yang manis yang sedang merasakan getaran-getaran ekstasi yang hebat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bunyi 'plak-plak' terdengar nyaring setiap kali selangkangan kami bertemu. Penisku tertarik keluar sampai ke ujungnya, kemudian langsung melesat ke dalam dengan cepat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko.. Indra.. Nanti.. Keluarin.. Di dalam ya.."</div><div style="text-align: justify;">"Nanti kalau hamil bagaimana?"</div><div style="text-align: justify;">"Lagi masa.. tidak subur.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku semakin terpacu dan bersemangat, Bidadariku menginginkan aku ejakulasi di dalam vaginanya. Saat ini penisku pun sudah benar-benar dalam keadaan yang sangat sensitif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra.. Aku sudah.. nggak tahan lagi.."</div><div style="text-align: justify;">"Sebentar ya.. Tahan sedikit lagi.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku menginginkan kami mencapai orgasme bersama-sama. Beberapa saat kemudian,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra.. Argh.."</div><div style="text-align: justify;">"Angela.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Secara bersamaan kami mencapai puncak kenikmatan duniawi bersama-sama. Pinggulku terangkat ke atas dan pinggulnya menekan ke bawah dengan sepenuh tenaga, sehingga kejantananku tertanam dalam lembah cintanya dalam-dalam. Sebuah gelombang orgasme yang panjang mengawali puncak kenikmatan kami. Angela berteriak seiring dengan gelombang pasang naik orgasmenya yang dahsyat. Orgasme yang kami rasakan serasa tiada habis-habisnya. Penisku mengeluarkan madu putihku terus menerus karena diperah oleh otot-otot vaginanya yang terus berkontraksi. Angela pun merasakan hal yang sama, orgasmenya serasa tiada akhir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya Angela roboh kehabisan tenaga dan jatuh di dalam pelukanku. Nafasnya masih memburu dan keringat membasahi sekujur tubuhnya. Kami saling berpelukan tanpa memisahkan diri. Kubelai-belai punggung dan kepalanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Angela.. Kamu benar-benar hebat.. Tidak kusangka kita bisa berorgasme sepanjang dan selama ini.." pujiku.</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra yang hebat.. Aku benar-benar beruntung.. Ini adalah pengalaman seks ku yang paling hebat.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kubelai Angeladengan penuh kasih sayang. Tidak lama kemudian kami masuk kamar mandi bersama-sama. Air pancuran yang hangat membawa kesegaran yang menenangkan. Ku gosok tubuh Angela yang mungil dengan sabun. Ia pun melakukan hal yang sama. Tanganku meluncur di atas tubuhnya yang licin dan basah. Payudaranya tidak dapat kuremas karena licinnya sabun. Tubuhku kembali diselimuti dengan perasaan erotis yang sensual. Tidak dapat dihindari lagi, kejantananku langsung terpanggil dan menyahut dengan siaga.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra.." seru Angela dengan nada yang takjub.</div><div style="text-align: justify;">"Masa Ko Indra terangsang lagi? Padahal kan tadi kita sudah ML begitu lama, dan Ko Indra pun sudah orgasme beberapa kali. Masa sekarang sudah ereksi lagi?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angeka membelai-belai penisku yang masih diselimuti oleh sabun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Angela sayang, ini semua gara-gara Angela. Siapa suruh Angela begitu cantik dan seksi, sampai Adik kecil pun tidak dapat menahan nafsu. Apa Angela suka?"</div><div style="text-align: justify;">"Tentu saja aku sayang sekali dengan si kecil yang perkasa, yang sudah membuatku orgasme berkali-kali dan merasakan kenikmatan yang tidak ada bandingannya."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela segera membersihkan sabun yang ada pada kejantananku. Tanganku meremas-remas vaginanya sambil membersihkan sisa-sisa sabun. Raut wajah Angela terlihat penuh dengan antisipasi atas apa yang akan berikutnya terjadi. Setelah bersih, Angela langsung mengarahkan penisku ke vaginanya. Kejantananku berada di dalam kenikmatan duniawi yang hangat dan basah. Di bawah siraman air hangat kembali kami bersetubuh dengan penuh nafsu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Desahan manja dan kenimatan bercampur menciptakan rangsangan exotis. Irama persetubuhan kami makin lama makin cepat. Angela memeluk tubuhku erat-erat supaya tidak jatuh lemas. Dengan kaki kanannya yang kutahan dengan lenganku, penisku meluncur jauh ke dalam dan keluar sampai ke ujungnya. bagaikan koreografi pada sebuah film yang berkualitas, kami mengalami puncak kenikmatan secara bersama-sama. Suara desahan meluncur keluar, tubuhku bergetar dengan hebat. Seperti yang telah Angela antisipasi sebelumnya, kenikmatan orgasmenya menguasai semua akal sehatnya. Di dalam hatinya, ia telah menyerahkan tubuhnya, perasaannya, semuanya untuk kenikmatan yang telah kuberikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat-saatku bersama dengan Angela adalah romantika yang indah penuh dengan nafsu. Kami masih sering bertemu dan bersetubuh dengan hebat dan liar. Entah kenapa, kami tidak pernah memutuskan untuk menikah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-85125716509668133522011-12-20T09:55:00.000-08:002011-12-20T09:55:09.455-08:00Kisah Mesum : Angela - 3<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Malamnya kutelepon Angela. Kami setuju untuk pergi ke mall untuk berjalan-jalan. Angela mengenakan terusan model babydoll dengan panjang sampai 10 cm di atas lutut. Bahannya halus dan lembut. Pantyhose berwarna putih, ultra sheer, ditambah dengan sepatu tali berwarna putih yang melingkar sampai ke pertengahan betisnya, membangunkan penisku yang sedang tidur. Rambutnya terurai rapi, make up berwarna natural dan tipis, lipstick merah muda yang paling muda dengan wet look. Ketika masuk ke dalam mobil, dia menyapaku dengan manis dan manja.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">"Sabar ya Ko Indra sayang.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela mengatakan hal itu seolah-olah ia mengetahui apa yang sedang kupikirkan saat ini, yaitu berhubungan sex dengannya saat ini juga. Dengan tampang kecewa yang kubuat komikal aku mengeluh. Namun hal ini mengundang tawa bahak dari Angela.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Apa tidak ada yang tahu kalau kita pergi bersama?" tanyaku.</div><div style="text-align: justify;">"Tidak ada, aku cuma bilang mau bantu-bantu temanku yang mau married, jadi aku punya alasan untuk pulang sampai malam." jawab Angela sambil tersenyum manis.</div><div style="text-align: justify;">"Angela, kamu benar-benar cantik, manis dan seksi sekali."</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra bisa aja, kan aku dandan seperti ini cuma untuk Ko Indra."</div><div style="text-align: justify;">"Memangnya kamu tidak pernah dandan untuk cowok kamu?"</div><div style="text-align: justify;">"Cowok yang mana ya?"</div><div style="text-align: justify;">"Kemarin katanya sudah punya?"</div><div style="text-align: justify;">"Oh yang itu.. Sudah putus tuh.."</div><div style="text-align: justify;">"Kapan?"</div><div style="text-align: justify;">"Tadi malam." Angela menjawab dengan tenang.</div><div style="text-align: justify;">"Boleh tahu kenapa?"</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra lucu deh, pake acara nanya segala."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku menduga bahwa akulah yang menjadi alasan dari putusnya hubungan antara Angela dengan pacarnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Gara-gara aku ya?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba saja Angela mencium pipi kiriku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Cuma Ko Indra yang bisa membahagiakanku."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rasanya jantungku hendak meloncat keluar mendengar pernyataannya. Kuelus-elus pahanya yang dengan manis terbungkus oleh ultra sheer pantyhose berwarna putih sambil tersenyum manis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah beberapa saat, kami tiba di Plaza Senayan. Sambil bergandengan tangan kami memasuki pintu samping Plaza. Kami masuk ke Metro dan langsung menuju ke bagian pakaian dalam. Angela melihatku dengan senyumnya yang nakal. Kami mulai dari lantai dasar yang banyak menjual sepatu-sepatu wanita. Aku menyodorkan beberapa pasang sepatu tali yang sexy dan bagus. Ternyata Angela juga menyukainya dan aku membeli 2 pasang sepatu tali yang ber-hak tinggi dan sedang untuk Angela. Kemudian kami naik ke lantai atas untuk melihat-lihat stocking dan pantyhose yang dipajang pada counternya dan sibuk membahasnya. Akhirnya kami memutuskan untuk membeli semua merk yang ada dalam beberapa warna. Namun kali ini Angela yang memaksa untuk membayar. Setelah itu kami makan siang di sebuah cafe di lantai atas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku sengaja memilih tempat yang terletak disudut ruangan. Kami duduk di sofa yang menempel pada kedua sisi ruangan. Kami memesan dua piring spagheti, dan jus untuk makan siang kami. Setelah pelayan yang mencatat pesanan kami pergi, aku sibuk memeriksa sekeliling kami. Suasana masih sepi dan tidak ada yang memperhatikan kami, yang terpenting adalah taplak meja yang panjangnya sampai ke lantai. Benar-benar cocok untuk melaksanakan rencanaku. Dengan sekejap aku masuk ke bawah meja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra.." Angela berusaha menyingkap kain yang menutupiku.</div><div style="text-align: justify;">"Ssst.. Jangan keras-keras, nanti ketahuan.." Bisikku.</div><div style="text-align: justify;">"Mau ngapain sih?"</div><div style="text-align: justify;">"Ada deh.." Jawabku dengan senyum nakal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kurapikan kain penutup meja itu sehingga menutupi seluruh bagian pinggang Angela. Kemudian kubuka kedua kaki Angela yang menutupi selangkangannya. Lalu aku belai-belai vaginanya yang terbalut oleh pantyhose putih yang seksi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra.. Jangan di sini nanti ada yang melihat.." Bisiknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku mengacuhkan bisikannya, karena aku merasakan bahwa Angela tidak memakai celana dalam dan pantyhose yang dikenakannya adalah yang 'sheer to waist'. Langsung saja kukulum vaginanya sambil membelai-belai kakinya yang panjang dan lembut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku dapat merasakan sensasi nikmat yang menghanyutkan bersamaan dengan perasaan takut begitu pula dengan Angela. Kujilati seluruh bagian dari selangkangan Angela. Tidak lama kemudian aku dapat merasakan cairan manis yang khas mengalir dari vaginanya dan bercampur dengan kulumanku yang basah. Aku menjadi semakin bersemangat dan horny. Kupercepat kuluman dan tarian erotis lidahku. Sensasi yang menggelitik dan eksotis membuat tubuh Angela bergetar-getar. Aku yakin Angela pasti sedang berusaha keras untuk menahan ekspresinya dan menahan desahannya. Penisku meronta-ronta untuk keluar dari dekapan celana dalamku. Aku terus melahap Angela dengan penuh nafsu, dan tanganku tidak henti-hentinya membelai dan mengelus-elus kakinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Silahkan Minumnya." Terdengar suara dari seorang pelayan wanita yang mengantarkan minuman.</div><div style="text-align: justify;">"Terima kasih.." jawab Angela dengan suara yang sedikit bergetar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku dapat merasakan Angela sedang menyedot jus yang baru saja di antar. Tangan kanannya menyelinap masuk ke dalam taplak meja dan mengelus-ngelus kepalaku. Tidak lama kemudian terdengar lagi suara dari pelayan wanita yang sama, membawakan pesanan kami. Setelah meletakan pesanan kami, pelayan itu meninggalkan Angela.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Sayang ayo dimakan dulu." Bisikku dari bawah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela dengan kikuk mencoba memakan spagheti yang telah kami pesan. Dia berusaha untuk tenang dan mencoba menikmati makanannya. Aku tahu dengan pasti sensasi yang dihasilkan oleh vaginanya (dengan pertolongan lidahku yang nakal) telah mengambil alih kesadarannya. Tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki yang mendekat, bersamaan dengan itu pula kedua kaki Angela menjepit kepalaku dengan kencang. Akhirnya aku merasakan otot-otot pinggul dan kakinya berkontraksi dengan keras. Cairan orgasmenya mengalir makin banyak, kulahap semua sampai tak tersisa. Badan Angela sedikit berguncang dan mengeluarkan suara seperti tersedak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Apa Ibu tidak apa-apa?"</div><div style="text-align: justify;">"Oh.. Tidak.. Cuma sedikit tersedak.." Jawabnya dengan gugup.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tidak kusangka Angela masih dapat berbicara menutupi keadaannya yang sedang orgasme. Setelah beberapa saat, Angela mulai mengendorkan jepitan kakinya, otot-otot pinggulnyapun mulai rileks. Aku mengintip dari belakang kain untuk melihat keadaan dan langsung aku keluar dari kolong meja dan duduk di sebelahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Batuk ya?" tanyaku.</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra! Hampir saja tadi ketahuan!" Serunya sambil mencubit kecil pahaku.</div><div style="text-align: justify;">"Tapi seru kan?" jawabku sambil tertawa kecil.</div><div style="text-align: justify;">"Iya.. Tapi sekarang waktunya pembalasan!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan cepat Angela memeriksa keadaan dan langsung turun ke bawah meja. Dengan cekatan Angela membuka resleting celanaku dan membebaskan penisku dari kurungan celana dalamku. Langsung saja penisku berdiri dengan tegak. Tanpa mengulur waktu Angela mulai menjilati ujungkepala penisku, menikmati cairan pra orgasme yang telah membasahi kepala penisku. Lidahnya yang lembut dan hangat menari-nari indah, diselingi dengan kuluman yang dalam. Gerakan Angela sangat agresif seakan-akan ingin membuatk meledak saat itu juga. Aku tentu saja tenggelam dalam kenikmatan eksotis dan erotis yang diberikan oleh Angela.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seperti halnya Angela, aku tidak dapat berkonsentrasi menikmati makananku. Untung saja porsinya sedikit. Seluruh badanku dipenuhi oleh listrik-listrik kecil yang semuanya menyerbu pusat saraf sensorikku. Tinggal suapan terakhir, oral yang diberikan oleh Angela membawaku ke puncak kenikmatan duniawi, yaitu orgasme. Badanku ikut bergetar dan menimbulkan suara. Aku berhasil menahan desahan nikmatku dalam-dalam. Seorang pelayan wanita datang untuk menawarkan tambahan minuman atau makanan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Tidak.. Sudah cukup.." dengan seluruh kesadaran yang tersisa aku menjawab.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gelombang demi gelombang orgasme melanda penisku. Dengan setia Angela menampung semua itu di dalam mulutnya dan kemudian menelan madu murni yang keluar dari penisku. Setelah reda, dia masih saja menjilati dan menghisap penisku sampai kering, sampai semua madu yang melekat di penisku dihabiskannya, baru penisku yang masih setengah berdiri disimpan kembali ke dalam celanaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku memberinya isyarat untuk keluar. Dengan Senyum nakal yang manis, Angela berkata:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Benar nih nggak mau tambah lagi?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami tertawa terbahak-bahak sambil berpelukan. Setelah menghabiskan minuman kami, aku memanggil pelayan dan meminta bon.</div><div style="text-align: justify;">Setelah membayar, kami berdiri, menenteng belanjaan kami, pada saat itu juga manajer cafe datang menghampiri kami.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Terima kasih atas kedatangannya. Apakah rasa makanannya cocok?"</div><div style="text-align: justify;">Dengan spontan kujawab, "Dessertnya enak sekali."</div><div style="text-align: justify;">"Appetizernya juga enak." sambung Angela.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan senyum nakal kami meninggalkan manajer yang sedang kebingungan karena jelas-jelas kami tidak memesan makanan pembuka maupun pencuci mulut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Petualangan yang menegangkan di cafe tersebut ternyata makin membangkitkan nafsu horny kami. Akhirnya kami memutuskan untuk nonton film di bioskop. Ternyata cara ini tidak banyak membantu. Film tidak kami gubris sama sekali selama hampir satu setengah jam kami bercumbu dengan liar. Leher dan kuping tidak luput dari kuluman kami. Jari-jari mungil Angela berkelana ke selangkanganku dan masuk ke dalam celanaku dan bermain-main dengan penisku. Jarinya yang halus dan lembut membelai-belai kejantananku, kadang-kadang membuat lingkaran-lingkaran kecil pada ujung kepala penisku. Benar-benar kenikmatan tiada tara. Tanganku tidak dapat menjangkau selangkangannya karena posisi duduk yang tidak memungkinkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah film selesai, kami masuk ke kamar kecil untuk merapikan diri. Aku tidak mengalami orgasme, meskipun demikian itu merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Aku juga yakin pasangan yang duduk tidak jauh dari kami juga melakukan hal yang sama karena kami.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah itu kami langsung menuju ke sebuah hotel yang telah kubooking pada waktu pagi tadi. Ketika pintu kamar ditutup dan dikunci, aku langsung menarik lengan Angela dan memeluknya dengan erat. Barang-barang belanjaan kami jatuh berceceran di lantai. Ku kulum bibir dan lidahnya yang lembut dan hangat. Aku tidak tahu Darimana asalnya french kiss, namun aku yakin orang pertama yang menemukannya akan langsung horny melihat adegan french kiss kami yang dipenuhi dengan hasrat dan nafsu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di sebelah pintu masuk terdapat sebuah lemari baju dengan kaca yang panjang. Posisi kami tepat di depan kaca tersebut. Aku melihat bayangan kami yang sedang bercumbu. Benar-benar pemandangan yang sangat erotis dan indah. Mulut kami terbuka lebar, bibir saling beradu. Lidahku dengan lincah menelusuri bagian luar dari mulut dan dagu Angela. Lidah bidadariku pun tidak kalah lincah dan agresifnya. Semua dagu dan mulutku, bahkan sampai ke pipi ku basah semua. Setiap kali lidahnya menyapu permukaan kulitku, kurasakan api hasrat liarku makin membesar. Lidah kami akhirnya bertemu. Angela makin bertambah semangat dan terus mendesah nikmat. Tangannya menelusuri seluruh bagian dari punggungku. Kubelai kepalanya sambil meremas-remas rambutnya yang lembut, tangan kiriku meremas-remas pantatnya yang bulat dan kenyal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Kohh.. In.. Dra.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba saja Angela menghentikan cumbuannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aku punya sesuatu untuk Ko Indra."</div><div style="text-align: justify;">"Apa itu?" jawabku dengan tergesa-gesa, karena akuingin secepat mungkin bersetubuh dengannya.</div><div style="text-align: justify;">"Lepas semua pakaian dan duduk di ranjang."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku ikuti permainannya dan melakukan apa yang ia minta. Penisku mencuat bagaikan tiang bendera. Angela menghampiriku dan berlutut dihadapanku. Bibirnya langsung mengecup kebanggaanku yang telah membuatnya tenggelam dalam lembah kenikmatan duniawi yang indah. Lidahnya menjilati kepala penisku, tepatnya menjilati cairan bening yang keluar dari celah penisku, kemudian mulutnya melahap selurh kepala penisku dan disedotnya sampai kering, tidak lupa lidahnya yang lembut dan basah menari-nari dengan sensual.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kubelai rambut dan kepalanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Angela.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dia melihatku dan tersenyum, kemudian bangkit dan mengulum bibir dan lidahku. Aku masih dapat merasakan aroma memabukan dari cairan pra orgasmeku yang bercampur dengan ludahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra duduk di sini dan nikmati pertunjukannya, tapi tidak boleh dalam bentuk atau cara apapun merangsang atau menyentuh penis milikku."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela mengatakan itu disebelah telinga kiriku, sambil mengelus-elus kejantananku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Bagaimana Ko..?" angela menjulurkan lidahnya dan menjilat rahang dan kupingku.</div><div style="text-align: justify;">"Ok." jawabku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dia tersenyum nakal dan genit. Sepertinya aku telah membangkitkan sisi nafsunya yang terpendam. Angela mengambil barang-barang belanjaan kami dan menaruhnya di depanku. Ia mengambil sebuah pantyhose berwarna hitam transparan dan mengeluarkan isinya. Angela menarik bangku meja rias dan menaruhnya di hadapanku, kemudian ia duduk menghadap ke kanan, sehingga sisi kanan tubuhnya ada di hadapanku. Kaki kanannya diletakan sedikit lebih maju dari kaki kirinya. Dengan perlahan ia menunduk dan tangannya membelai dan mengelus-elus betisnya yang ramping dan padat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terdengar suara gesekan halus yang terjadi karena gesekan antara tangannya dengan pantyhose yang ia kenakan. Suara ini bagaikan musik eksotis yang luar biasa, hingga cairan beningku kembali menetes keluar. Ia melihat ke arahku dan tersenyum manis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Apa Ko Indra suka?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku hanya dapat mengagguk. Angela kembali mengelus-elus betis, pergelangan kaki, sampai jari-jari kakinya. Benar-benar pemandangan yang tidak ada bandingannya. Dia sengaja merangsangku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan perlahan-lahan dan anggun jari-jari mungilnya menarik simpul tali sepatunya yang terletak di tengah-tengah betisnya. Tali tersebut diletakan dengan lembut olehnya. Ujung kakinya ia kuncupkan dan perlahan-lahan ditarik mundur dari sepatunya. Ujung kakinya di daratkan di lantai dan kedua tangannya membelai dan memijat-mijat kecil tumit dan telapak kakinya. Kembali ia melihatku sambil tersenyum nakal. Ia berbalik ke arah kiri dan hal yang sama ia ulangi sekali lagi untuk kaki kirinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penisku makin bertambah keras dan basah melihat pertunjukan erotis angela. Ia berdiri, baju baby doll putihnya ia angkat setinggi pinggang. Pantyhose putih transparannya yang sexy membuat mataku berkunang-kunang dan penisku meronta-ronta untuk dapat masuk ke dalam vagina Angela dan bersetubuh dengannya habis-habisan. Itulah rencana balas dendam ku karena angela telah dengan sengaja menggoda dan membuatku demikian terangsang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela membelakangiku dan membungkuk sehingga pantatnya tepat di depan mataku. Ia turunkan pantyhose putihnya pelan-pelan. Ketika Pantyhosenya telah melewati selangkangannya, dengan jelas dapat kulihat vaginanya yang berwarna merah muda diseliputi oleh cairan hornynya yang membuatku ketagihan, dan mekar Dengan indah. Aku yakin Angela juga merasa terangsang dengan pertunjukan solonya. Satu persatu Kakinya diangkat dan keluar dari lapisan pantyhosenya. Setelah itu Angela melemparkannya ke ranjang di sebelahku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia mengambil Pantyhose berwarna hitam transparan (ultra sheer) dan memasukan tangannya ke kaki bagian kanan pantyhose tersebut, ia raih ujungnya dan ia tarik ke atas. Angela kembali duduk di ujung bangku. Ia masukan ujung kaki kanannya ke dalam pantyhose dan tanganya menarik pantyhose itu ke atas mengikuti lekuk tumit dan betisnya sampai lutut. Dengan cara yang sama ia lakukan lagi dengan kaki kirinya sambil melihat kudengan tatapan penuh dengan nafsu. Pantyhose di tarik ke atas sampai ke pinggangnya. Angela merapikan pantyhosenya mulai dari ujung kaki sampai ke pangkal pahanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penisku rasanya ingin meledak saat itu juga. Setelah rapi ia mengambil sepatu tali hitam dengan tumit tinggi dan memakainya dengan sensual. Ia jilat bibirnya untuk menggoda ku. Entah sudah berapa banyak cairan kenikmatanku mengalir. Baju babydoll nya ia rapikan kemudian dengan gaya seperti seorang peragawati Angela berjalan lenggak-lenggok di hadapanku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela memang pernah menjadi model dan masuk TV. Warna hitam pantyhosenya tipis sekali sehingga hanya meninggalkan aksen hitam pada kakinya yang panjang. Dua pasang, tiga pasang.. Yang ketiga adalah sebuah stocking berwarna kulit sangat transparan yang terbuat dari bahan yang halus sekali. Saat ini juga, Angela telah telanjang bulat. Penis dan selangkanganku sudah basah total. Pikiranku hanya terfokus pada Angela bidadariku. Kuperhatikan wajahnya yang cantik dan manis seperti sedang menahan sesuatu. Setiap pasang pantyhose yang telah ia pakai semuanya meninggalkan bercak basah pada selangkangannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Stocking yang ia kenakan tidak dapat menahan cairan manisnya sehingga dengan sinar matahari sore aku dapat melihat dengan jelas ujung stocking bagian atas berwarna lebih gelap seperti terkena air. Tidak lain dapat kusimpulkan cairan itu berasal dari vagina Angela yang sudah sangat sensitif dan horny.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Angela.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ia datang menghampiriku. Langsung kudekap dan kutidurkan Angela di atas ranjang. Kucumbu dengan penuh nafsu pelampiasan dan tangan kiriku mendarat di selangkangannya yang sudah banjir. Kuelus-elus bibir-bibir vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela mendesah dan bergetar. Kukonsentrasikan jari tengahku pada klitorisnya. Kutekan dengan sedikit kencang dan kugetarkan tanganku. Angela mendesah dengan kencang dan dalam hitungan detik seluruh tubuh Angela menggeliat hebat dan otot-otot pinggulnya bergetar dengan kencang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra..!" Angela meneriakan namaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gelombang demi gelombang orgasme klitoris Angela membuktikan betapa nikmatnya kenikmatan seksual. Setelah hampir satu menit, orgasmenya mulai mereda. Ia menatapku dengan penuh kasih. Kumasukan jariku ke dalam vaginanya dan mencari titik G spotnya. Badannya kembali menggeliat dan desahan yang keluar bagaikan musik erotis di telingaku. Dengan variasi tekanan kurangsang daerah G spotnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sampai pada akhirnya meledaklah orgasmenya. Kukulum payudaranya dan kuhisap kencang-kencang. Otot-otot dinding vaginanya berkontraksi kencang sekali mendorong jariku. Kupertahankan posisiku dan Angela meronta-ronta dalam kenikmatan orgasme yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Cairan yang hangat mengalir keluar dari dalam vaginanya. Aku berpindah posisi dan mengulum vaginanya dan madu murni yang keluar dari dalam. Lidahku kujulurkan dan merangsang kembali G spotnya. Angela kembali bergetar tiada henti. Cairan hangat itu kembali keluar tiada habis. Kuhisap dan kutelan semuanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah puas, aku mengangkat kedua kakinya yang sudah lemas ke pundakku. Kepalaku berada di tengah-tengah kakinya. Kumasukan penisku. Mulutnya terbuka lebar namun tidak ada suara. Penisku menemukan surga didalam vaginanya. Kutarik keluar dan masuk lagi dengan lembut dan stabil. Ku belai dan elus kedua kakinya yang terbungkus stocking yang lembut dan seksi. Angela dengan pasrah menikmati percintaan ini. Matanya terpejam dan nafasnya pendek dan cepat. Aku juga tidak akan dapat bertahan lama setelah semua rangsangan visual yang ia berikan, namun aku mencoba untuk bertahan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Vaginanya yang sudah terlalu sensitif langsung meledak lagi. Aku sudah tidak dapat bertahan lebih lama lagi, karena dinding-dinding vaginanya meremas-remas penisku. Ku tarik penisku dan memasukannya ke dalam mulut Angela. Dengan setia ia menerima semua semburan orgasme ku dan menghabiskan madu ku. Badanku bergetar dan mendesah nikmat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela membuka matanya dan menatapku dengan manis. Aku tahu dia pasti kelelahan karena mengalami orgasme kuat secara berturut-turut. Setelah bersih kukeluarkan penisku, namun Angela menolaknya. Dengan segenap tenaganya ia berbalik dan membaringkan aku di atas ranjang. Bidadariku terus memberikan oral pada kejantananku yang tetap keras. Lidahnya menelusuri seluruh bagian dari batang penisku. Makin lama Angela semakin fasih meng-oral seks penisku. Kuganjal kepalaku dengan beberapa buah bantal agar dapat melihat pemandangan yang indah ini. Bidadari cantik ku benar-benar sangat menikmati dan menyukainya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku tidak ingin sensasi dan waktu ini berlalu. Aku benar-benar laki-laki yang beruntung. Menit-menitpun berlalu tanpa terasa. Orgasme kuat kembali mengambil alih tubuh dan pikiranku. Kali ini Angela sengaja mengumpulkan madu orgasmeku di dalam mulutnya, kemudian ia bermain-main dengan penisku dan spermaku. Hasilnya penisku berlumuran madu putihku. Sambil tersenyum dan memandangku ia menjilat dan menghisap habis semua madu yang berceceran. Meskipun telah berorgasme dan ejakulasi berkali-kali kejantananku masih menolak untuk istirahat dan tetap horny. Aku tidak mungkin melanjutkannya lagi karena Angela sudah lelah. Dia tertidur dengan senyum puas di dadaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bersambung...</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-10531801749764512102011-12-20T09:54:00.002-08:002011-12-20T09:54:41.050-08:00Kisah Mesum : Angela - 2<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Segera setelah pintu kamar ditutup, aku duduk di atas kasur yang empuk dan menarik tangan Angela dan menyuruhnya duduk di atas pangkuanku. Posisi badannya menghadap ke kanan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Apa Angela yakin mau melakukan ini denganku?"</div><div style="text-align: justify;">"Kalau memang orgasme terasa seindah dan senikmat itu, aku rela melakukannya."</div><div style="text-align: justify;">"Apa setelah ini Angela akan melakukannya dengan orang lain juga?"</div><div style="text-align: justify;">"Ya tidak lah Ko Indra ku sayang. Aku bukan pelacur seperti itu. Aku hanya ingin melakukannya dengan Ko Indra."</div><div style="text-align: justify;">"Benarkah?"</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Dia merangkul leherku dan kusambut dengan ciuman yang basah di bibirnya. Angela memejamkan matanya, ku julurkan lidahku ke dalam mulutnya. Dengan sedikit kaku dan kikuk bidadariku menyambut tarian lidahku. Tidak lama kemudian Irama cumbuan kami semakin meningkat dan cepat dan panas penuh dengan nafsu. Tangan kiriku menelusuri semua bagian dari punggungnya dan tangan kananku menelusuri paha dan betisnya yang terbalut oleh pantyhose.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Cumbuan kami bertambah liar, kutelusuri lehernya sambil menarikan lidahku. Terdengar desahan nikmat bercampur geli dari bibirnya. Angela membelai rambut dan punggungku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Oh.. Ko Indra.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat ini tangan kiriku berhasil meraih payudara kirinya dari belakang. Ku pijat-pijat dengan lembut dan ku remas-remas. Tangan kananku dengan cepat melepaskan kancing-kancing bajunya. Angela pun mengikuti tindakanku dan melepaskan kancing bajuku, dan celanaku. Kusuruh Angela berdiri. Aku pun ikut berdiri dan langsung saja celana panjangku jatuh ke bawah. Ku tarik tangan kiri Angela dan meletakannya di penisku yang masih terbungkus celana dalam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Keras sekali dan basah.. Ngompol ya?" ejek Angela.</div><div style="text-align: justify;">"Angela juga basah." Ku elus-elus selangkangannya. Kemudian dia tersipu malu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kubuka BH nya dan di depan mataku adalah sepasang payudara yang berukuran sedang dan ranum. Bajunya sengaja tidak kulepaskan, karena dia terlihat sangat cocok dan cantik dengan baju itu. Ku lihat celana dalamnya yang berwarna kulit menutupi vaginanya. Kuturunkan pantyhosenya sedikit dan kurobek celana dalamnya dan menariknya keluar. Kubetulkan kembali pantyhosenya, dan ku hirup aroma dari cairan vaginanya dan kujilat. Angela melihat dengan tatapan sedikit terkejut. Kutempelkan celana dalamnya ke hidung Angela.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Bagaimana aromanya?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seakan-akan tidak percaya, ia menghirupnya beberapa kali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Aromanya seakan-akan menggetarkan seluruh tubuhku.." jawabnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tiba-tiba saja aku merasakan tangan kirinya dengan penuh nafsu meremas-remas penisku. Kuturunkan celana dalam ku dan penisku berdiri dengan keras dan panjang. Mulutnya sedikit terbuka melihat penisku yang berukuran sedang namun keras seperti batu. Jarinya yang mungil menyentuh ujung kepala penisku. Tidak terbayangkan nikmatnya sentuhan Angela pada penis ku. Perlahan-lahan ia mulai memegang dan mengelus-elus seluruh batang penisku, akibatnya penisku benar-benar basah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku suruh Angela tidur di atas ranjang. Ku jelajahi seluruh bagian dari kakinya yang panjang dan seksi. Aku habiskan lebih dari 30 menit hanya mengelus-elus dan memijat-mijat kecil seluruh bagian kakinya. Setiap kali aku melihat kaki dan sepatu talinya, rasanya ingin ku kulum. Akhirnya ku angkat kaki kanannya dan kuserbu dengan kuluman dan ciuman pada jari-jari kakinya tanpa melepas sepatunya. Setelah puas ku lanjutkan dengan mengulum vaginanya. Tanpa melepas pantyhosenya, aku mainkan tarian erotis dengan lidahku. Angela terus mendesah nikmat tanpa henti. Setelah beberapa saat, aku merasakan otot-otot pinggulnya mulai menegang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela mengalami orgasme kecil. Kubuat sebuah lubang kecil dengan bantuan gigi dan jari ku. Lidah ku langsung menerobos masuk dan menyerbu klitoris Angela. Nafas Angela semakin memburu dan dari bibirnya terus mengalir alunan desahan kenikmtan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko.. Indra.. Enak banget.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ku arahkan pandanganku sedikit ke atas, bidadariku terlihat sangat menikmati oral yang ku berikan. Ku dorong lidahku lebih dalam lagi ke dalam vaginanya. Cairan cinta Angela terus mengalir tanpa henti. Aku ingin angela merasakan nikmatnya bercinta, dan betapa mengagumkannya multi orgasme. Ku masukan jari tengah ku ke dalam vaginanya. Jariku masuk dengan mulus tanpa menemui hambatan apa pun. Ku coba untuk mencari titik G spot yang menjadi puncak kenikmatan sexual Angela.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Desahan yang keluar dari mulutnya semakin kencang. Ada beberapa tempat yang mencurigakan, akhirnya aku berexperimen satu per satu. Memang makan waktu, tetapi setelah beberapa kali mencoba, akhirnya kutemukan. Aku tidak begitu yakin, tetapi semakin lama aku memberikan rangsangan pada titik tersebut, semakin kuat Angela menggeliat dan akhirnya orgasme. Kurasakan otot-otot vaginanya menjepit jariku dengan kuat. Setelah orgasmenya reda, aku memposisikan diriku di atas badan Angela. Kukulum bibir dan lidahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Sayang.. Aku akan memberikan kenikmatan yang tiada bandingannya, apa kamu sudah siap?"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela melihatku dengan nafsu yang membara dan menganggukan kepalanya. Kuberikan senyum manisku dan memposisikan penis ku di depan pantyhose yang sudah ku robek sedikit. Pelan-pelan ku masukan penis ku. Dinding vaginanya yang ketat dan kencang menyambut kedatangan penisku dengan hangat. Ketika kepala penisku tenggelam di dalam vaginanya, Angela memejamkan matanya dan mulutnya terbuka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kudorong lagi perlahan-lahan sampai seluruh batang penisku berada di dalam vaginanya. Hangat, basah dan kencang, itulah yang kurasakan ketika meluncur masuk. Pelan-pelan ku tarik sedikit dan masuk lagi. Setelah beberapa tarikan Angela membuka matanya dan menatapku dengan penuh kepatuhan. Dia sudah mulai terbiasa dengan penisku, kupercepat gerakan memompa ku dalam posisi misionaris. Angela mendesah nikmat. Makin lama makin cepat, kembali Angela hilang dalam orgasmenya yang kuat dan panjang. Titik G spot yang kutemukan berada disebelah bawah dinding vaginanya. Sulit untuk merangsangnya dalam posisi misionaris.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kusuruh Angela membalikan badannya. Darah keperawanannya membekas di atas ranjang hotel. Begitu pula dengan penis ku, tertempel darah segar dari Angela. Kuarahkan Angela membentuk posisi doggy style. Aku sendiri juga sudah tidak dapat bertahan lama lagi. Aku ingin menyelesaikannya dengan memberikan multiple orgasme. Ku posisikan penisku ke daerah G spot Angela. Saat itu pula angela mendesah dengan kencang, karena vaginanya sudah terlalu sensitif. Kupompa Angela dari belakang, pertama-tama pelan kemudian semakin cepat dan cepat. Tidak sampai 5 menit, badan Angela kembali berkontraksi. Kontraksinya jauh lebih kuat dari sebelumnya. Kurasakan otot-otot vaginanya meremas-remas penisku. Benar-benar sensasi yang tidak ada bandingannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku dapat merasakan cairan madu Angela terus mengalir keluar membasahi paha kami. Badan Angela berkontraksi dan menggeliat dengan hebat bagaikan gempa bumi. Orgasme yang ia rasakan tak kunjung habis. Ku pelankan gerakanku, dan membiarkan Angela menikmati keseluruhan orgasmenya. Kucabut penisku dari vaginanya dan menyuruhnya tidur dengan terlentang. Kuposisikan penisku di depan bibirnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Angela, buka mulutnya.. Anggap aja lolipop."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela menuruti kata-kataku dan menyambut 'lolipop' yang basah dengan ejakulasinya. Angela dengan kaku mengulum penisku. Namun rupanya dia mempunyai bakat alami dalam memberikan oral pada penis ku. Tidak lama kemudian, orgasme ku datang bagaikan petir. Seluruh badanku bergetar. Angela kaget ketika sperma ku meluncur dengan cepat dan kuat. Tidak terhitung berapa banyak spermaku yang keluar. Angela hampir tersedak, namun dengan cepat ia telan spermaku dan membersihkan sisa-sisanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela sudah kehabisan tenaga, aku berbaring disebelahnya. Ia menatapku dengan tatapan puas dan sayang. Bidadariku.. Akhirnya aku berhasil bercinta dengannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah berbaring selama beberapa saat, aku mengajak Angela untuk mandi bersama. Terpaksa Angela harus melepaskan pantyhosenya. Kami saling membersihkan satu sama lain, tidak lama kemudian aku kembali memasukan penisku yang masih keras dan horny ke dalam vagina Angela. Dibawah pancuran shower yang hangat aku kembali bercinta dengan Angela. Ku angkat dan kutahan kaki kirinya dengan tangan kananku dan kusandarkan dia pada dinding kamar mandi. Ku pompa vaginanya dengan penisku, lembut namun mantap. Angela menarikan tarian lidahnya pada leherku. Tanpa disengaja dia menemukan tempat yang sensitif pada leher bagian kiriku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Iya.. Di sini.. Terus.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela memfokuskan tariannya pada titik tersebut. Tak pernah kuduga betapa sensitifnya tempat itu, aliran-aliran listrik kecil seolah-olah berjalan di seluruh tubuhku, menambah sensasi yang luar biasa pada penisku. Aku terus mendesah dan sedikit mempercepat gerakan penisku, kadang-kadang aku mendorongnya sedalam mungkin dan mempertahankannya dalam posisi seperti itu dan kugoyangkan pinggangku dengan gerakan melingkar. Angela mendesah dan menghentikan tariannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kulanjutkan lagi proses percintaanku. Dia merangkulku dengan kuat. Desahannya semakin cepat dan kuat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko.. Indra.."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di bawah pancuran shower yang hangat, Angela mengalami orgasme yang kesekian kalinya. Badannya bergetar kuat. Otot-otot dinding vaginanya meremas-remas batang penisku dan membawaku ke ujung kenikmatan yang tak terbayangkan. Aku berusaha untuk menahannya selama mungkin, paling tidak sampai orgasme Angella mereda. Setelah reda, langsung ku keluarkan penisku, dengan tanggap Angela berlutut di depanku dan melahap penisku dengan mulutnya. Separuh penisku hilang didalam mulutnya. Lidahnya dengan cekatan menari-nari di penisku. Benar-benar tidak terlukiskan rasanya. Kupegang kepala Angela dengan kedua tanganku, pelan-pelan ku dorong masuk penisku sampai habis. Angela hampir tersedak dan dengan cepat menyesuaikan rongga kerongkongannya untuk menyambut penisku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kutarik lagi dan kumasukan lagi. Lidahnya tak pernah berhenti sedikitpun menarikan tarian erotis pada penisku. Rangsangan ini benar-benar membuat penisku meledak dengan orgasme yang kuat dan menggetarkan. Karena aku terus menarik dan mendorong penisku akibatnya spermaku ada yang mengalir keluar dari mulutnya. Spermaku yang mengalir keluar dari sudut bibirnya membuat Angela semakin cantik dan menggairahkan. Angela terus menjilat dan menelan sperma dari penisku sampai bersih.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Suka ya?" Kutanya dengan lembut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanpa melepaskan kulumannya, ia tersenyum dan mengangguk. Bidadariku ternyata sungguh luar biasa, ini benar-benar mimpi menjadi kenyataan. Seorang gadis cantik memberikan oral dan menelan sperma dari penisku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kami terpaksa menyudahi percintaan kami, karena sudah larut malam. Ku antar Angela pulang ke rumahnya. Sebelum keluar dari pintu mobil, kami bercumbu dengan penuh nafsu..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bersambung...</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-82723492706542570772011-12-20T09:54:00.001-08:002011-12-20T09:54:14.539-08:00Kisah Mesum : Anak Gelandangan<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kisah Mesum : Anak Gelandangan</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nama saya Tiyo, umur 34 tahun dan saya bertempat tinggal dekat kampus sebuah PTS di Jogja. Saya mengirim cerita ini untuk membagi pengalaman saya sehingga bisa menjadi referensi dalam mengarungi kehidupan para pembaca. Cerita ini sungguh nyata, akan tetapi nama-nama yang terlibat disini saya samarkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">*****</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Aku adalah seorang karyawan di sebuah Perusahaan yang bergerak di bidang beverage. Posisiku sudah lumayan tinggi, yaitu sebagai General Manager sehingga aku mendapatkan fasilitas perumahan dan sebuah mobil sedan. Aku masih lajang sehingga sehabis pulang kerja hobiku jalan-jalan cari pengalaman dan refresing.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Cerita ini berawal saat aku pulang kerja sekitar jam 11 malam, mobilku menabrak seorang anak yang digandeng ibunya sedang menyeberang jalan. Untung saja aku cepat menginjak rem sehingga anak itu lukanya tidak parah hanya sedikit saja dibagian pahanya. Ketika aku tawarkan untuk ke rumah sakit, Ibu itu menolak dan katanya lukanya tidak parah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ya udah bu, sekarang aku antar Ibu pulang, dimana rumah Ibu?"</div><div style="text-align: justify;">"Nggak usah den, si Mbok nggak usah diantar".</div><div style="text-align: justify;">"Kenapa Mbok, inikan sudah malam, nggak apa-apa Mbok aku antar ya?"</div><div style="text-align: justify;">Si mbok ini tidak menjawab pertanyaanku dan hanya menunduk lesu dan ketika dia mau menjawab, dari arah ujung trotoar mencul anak kecil sambil membawa bekicot.</div><div style="text-align: justify;">"Ini Mbok bekicotnya, biar luka Mbak Tika cepat sembuh".</div><div style="text-align: justify;">Ibu itu menerima bekicot dari gadis itu, memecahnya dibagian ujung dan mengoleskannya diluka gadis yang ternyata namanya Tika. Tapi, Setelah selesai mengoleskan, simbok itu mengandeng Tika dan adiknya mau pergi. Sebelum melangkah jauh, aku hadang dan berusaha untuk mengantarnya pulang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Simbok mau pulang.., aku antar ya Mbok, kasihan Tika jalannya pincang".</div><div style="text-align: justify;">"Ngaak usah den, simbok..".</div><div style="text-align: justify;">"Kenapa Mbok, nggak sungkan-sungkan, ini kan sudah malam, kasihan Tika Mbok..".</div><div style="text-align: justify;">"Simbok ini nggak punya rumah den, sombok cuma gelandangan".</div><div style="text-align: justify;">Aku sempat benggong mendengar jawaban simbok ini, akhirnya aku putuskan untuk mengajaknya ke rumahku walaupun hanya untuk malam ini saja. Terus terang aku kasihan kepada mereka.</div><div style="text-align: justify;">"Ya sudah Mbok, kamu dan kedua anakmu itu malam ini boleh tidur dirumahku"</div><div style="text-align: justify;">"Tapi ndoroo..".</div><div style="text-align: justify;">"Sudahlah Mbok, ini juga kan untuk menebus kesalahanku karena menabrak Tika".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari informasi yang aku dapatkan didalam mobil selama perjalanan pulangp, simbok ini ternyata ditinggak suaminya saat mengandung adiknya Tika, yang akhirnya aku ketahui namanya Intan. Simbok ini yang ternyata namanya Inem, usianya sekitar 42 tahun, dan anaknya si Tika umurnya 14 tahun sedangkan Intan baru 11 tahun. Tika sempat lulus SD, sedangkan Intan hanya sempat menikmati bangku SD kelas 4.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah sampai dirumah, Mbok Inem dan kedua anaknya langsung aku suruh mandi dan makan malam. Ternyata simbok, Tika dan Intan tidak membawa baju ganti sehingga setelah mandi baju yang dipakainya ya tetap yang tadi. Padahal baju yang dipakai ketigany sudah tidak layak untuk dipakai lagi. Simbok memakai daster yang lusuh dan sobek disana-sini sedangkan Tika dan Intan sama saja lusuh dan penuh jahitan disana sini. Besok yang kebetulan hari minggu, aku memang mempunyai rencana membelikan baju untuk mereka bertiga. Aku memang tipe orang yang nggak bisa melihat ada orang lain menderita. Kata temen-temen sih, aku termasuk orang yang memiliki jiwa sosial yang tinggi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Tika dan juga kamu Intan makan yang banyak ya.. biar cepet gede..".</div><div style="text-align: justify;">"Inggih Ndoro.., boleh nggak kalau Intan habiskan semuanya, karena Intan sudah 2 hari nggak makan".</div><div style="text-align: justify;">"Boleh nduuk.., Intan dan Tika boleh makan sepuasnya disini".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">*****</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mulai dari sinilah awal dari petualangan seksku. Setelah acara makan malam selesai, ketiganya aku suruh tidur di kamar belakang. Sekitar jam 1 malam setelah aku selesai nonton acara TV yang membosankan, aku menuju kekamar belakang untuk meneggok keadaan mereka. Ketika aku masuk kekamar mereka, jantungku langsung berdeguk cepat dan keras saat aku melihat daster Mbok Inem yang tersingkap sampai ke pinggang. Ternyata dibalik daster itu, Mbok inemku ini memiliki paha yang betul-betul mulus dan dibalik CD nya yang lusuh dan sobek dibagian depannya terlihat dengan jelas jembutnya yang tebal dan hitam. Pikiranku langsung melayang dan kontolku yang masih perjaka ini langsung berontak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah agak tenang, tanganku langsung bergerilnya mengelus paha mulus Mbok inemku ini. Setelah puas mengelus pahanya, aku mulai menjilati ujung paha dan berakhir dipangkal pahanya. Aku sempat mau muntah ketika mulai menjilati klitorisnya. Di depan tadi kan aku sudah bilang kalau CD Mbok ku ini sobek dibagian depan.., jadi clitnya terlihat dengan jelas. Sedangkan yang bikin aku mau muntah adalah bau CDnya. Ya.. mungkin sudah berhari-hari tidak dicuci. Setelah sekitar 13 menit aku jilati clitnya dan ternyata Mbok inemku ini tidak ada reaksi.. ya mungkin terlalu capek shingga tidurnya pulas banget, aku mulai keluarkan kontolku dan mulai aku gesek-gesekkan di clitnya. Aku tidak berani melapas CDnya takut dia bangun. Ya.. aku hanya berani mengocok kontolku sambil memandangi clit dan juga teteknya. Ternyata Mbok inemku ini tidak memakai BH sehingga puting payudaranya sempat menonjol di balik dasternya. Aku tidak berani untuk memeras teteknya karena takut Mbok Inem akan bangun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sedang asyik-asyiknya aku mengocok kontolku, si Tika bangun dan melihat ke arahku. Tika sempat mau teriak dan untung saja aku cepat menutup mulutnya dan memimta Tika untuk diam. Setelah Tika diam, berhubung aku sudah tanggung, terus saja aku kocok kontolku. Tika yang masih terduduk lemas karena ngantuk, tetap saja melihat tangan kiriku yang mengocok kontolku dan tangan kananku mengusap-usap paha mulus ibunya. Sambil melakukan aktivitasku, aku pandangi si Tika, gadis kecil yang benar-benar polos, dan aku lihat sesekali Tika melihat mataku terus berpindah ke paha ibunya yang sedang aku elus-elus berulangkali. Setelah sekitar 8 menit berlalu, aku tidak tahan lagi, dan akhirnya ".. croot.. crrott.. croot.." ada 6 kali aku menembakkan pejuhku ke arah clit Mbok inemku ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat aku keluarkan pejuhku, si Tika menutup matanya sambil memeluk kedua kakinya. Pada saat itulah aku tanpa sengaja melihat pangkal pahanya dan ternyata.., tikaku ini tidak memakai CD. Saat aku sedang melihat memeknya Tika, dia bilang..</div><div style="text-align: justify;">"Ndoro.. kenapa pipis di memeknya simbok". aku sendiri sempat kaget mendengarnya.</div><div style="text-align: justify;">"Nduuk.. itu biar ibumu tidur nyenyak..".</div><div style="text-align: justify;">"Ndoroo.. Tika kedingingan.., Tika mau pipis.. tapi Tika takut ke kamar mandi..".</div><div style="text-align: justify;">"Ya.. sudah Nduk.. ayo aku antar ke kamar mandi".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tika kemudian aku ajak pipis ke toilet di kamar tidurku. Aku sendiri juga pengen pipis, terus Tika aku suruh jongkok didepanku. Tika kemudian mengangkat roknya dan.. suur.. banyak sekali air seni yang keluar dari memeknya. Aku sendiri hanya sedikit sekali kencingku. Setelah acara pipisnya selesai, Tika aku gendong dan aku dudukkan di pinggir ranjangku. Lalu aku peluk dan aku belai lembut rambut panjangnya yang sampai ke pinggang.</div><div style="text-align: justify;">"Ndoro.. Tika belum cebok.. nanti memeknya Tika bau lho.. Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">"Nggak apa-apa Nduk.. biar nanti Ndoro yang bersihin memeknya Tika.. Tika bobok disini ya.. sama ndoromu ini..".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian Tika aku angkat dan mulai aku baringkan di ranjang empukku ini. Tangganku mulai aktif membelai rambutnya, pipinya, bibirnya.. dan juga payudaranya yang lumayan montok. Pada saat tanganku mengelus pahanya..</div><div style="text-align: justify;">"Ndoro.. kenapa mengusap-usap kaki Tika yang lecet..".</div><div style="text-align: justify;">"Oh iya Nduk.. Ndoro lupa..".</div><div style="text-align: justify;">Tahu sendirilah, aku memang benar-benar sudah horny untuk mencicipi Tika, gadis kecilku ini. Bayangkan pembaca, disebelahku ada gadis 14 tahun yang begitu polos, dan dia diam saja ketika tanganku mengelus-elus seluruh tubuhnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pembaca.. gimana udah belum ngebayanginya.. udah belum..! udah yaa.. aku terusin ceritanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian aku jongkok diantara kakinya dan mulailah aku singkap rok yang dipakai Tika sampai ke pinggang. Sekarang terpampanglah dihadapanku seorang gadis kecil usia 14 tahun denga bibir kemaluan yang masih belum ditumbuhi bulu. Setelah pahanya aku kangkangkan, terpangpanglah segaris bibir memek yang dikanan-kirinya agak mengelembung.., eh maksudku tembem. Dengan jari telunjuk dan Ibu jari aku berusaha untuk menguak isi didalamnya. Dan ternyata.. isinya merah muda, basah karena ada sisa pipisnya yang tadi itu lho dan juga agak mengkilap.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tangankupun mulai mengelus memek keperawanannya, dan sesekali aku pijit, pelintir dan aku tarik-tarik clitorisnya. Ake sendiri heran clitnya tikaku ini ukurannya nggak kalah sama ibunya.</div><div style="text-align: justify;">"Aduuh.. Ndoro.. memeknya Tika diapain.. Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">"Tenang Nduk.. nggak apa-apa.. Ndoro mau nyembuhin luka kamu kok.. Tika diam saja yaa..".</div><div style="text-align: justify;">"Inggiih.. Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">Setelah Tika tenang, akupun mulai menjilati memeknya dan memang ada rasa dan bau pipisnya Tika.</div><div style="text-align: justify;">"Ndoro.. jangaan.. Tika malu ndoroo.. memek Tika kan bau..".</div><div style="text-align: justify;">Aku bahkan sempat memasukkan jariku ke liang perawannya dan mulai aku kocok-kocok dengan pelan. Tikapun mulai menggelinjang dan mengangkat-angkat pantatnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku pun mulai menyedot memeknya Tika dengan kuat dan aku lihat Tika menggigit bibir bawahnya sambil kepalanya digoyang kekanan kiri.</div><div style="text-align: justify;">"Ndoroo.. geli Ndoro.. memeknya Tika diapain sih ndoroo..".</div><div style="text-align: justify;">Akupun tidak peduli dengan keadaan Tika yang kakinya menendang-nendang dan tangannya mencengkeram seprei ranjangku sampai sobek disana sini. Dan akhirnya..</div><div style="text-align: justify;">"Ndoroo.. sudah Ndoro.. Tika mau pii.. piis dulu Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">Dan tidak lama kemudian "Ssuur.. suur.. suur.."</div><div style="text-align: justify;">Banyak sekali cairan hangatnya membanjiri mulutku. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menelan semua cairan memeknya yang mungkin baru pertama kali ini dikeluarkannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah kujilati dan kuhisap sampai bersih, akupun tiduran disebelahnya dan kurangkul tikaku ini.</div><div style="text-align: justify;">"Ndoro.. maafin Tika ya.. Tika tadi pipis di mulutnya Ndoro.. pipis Tika bau ya Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">"Nggak apa-apa Nduk.. tapi Tika harus dihukum.. karena udah pipis dimulut Ndoro.."</div><div style="text-align: justify;">"Tika mau dihukum apa saja Ndoro.. asalkan Ndoro nggak marahin Tika..".</div><div style="text-align: justify;">"Hukumannya, Tika gantian minum pipisnya Ndoro.. mau nggak..".</div><div style="text-align: justify;">"Iya Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya aku keluarkan kontolku yang sudah tegang. Begitu kontolku sudah aku keluarkan dari CDku, Tika yang masih terlalu polos itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aku lihat wajah Tika agak memerah. Setelah aku lepaskan kedua tangannya, aku sodorkan kontolku kedepan wajahnya dan aku suruh Tika untuk memegangnya.</div><div style="text-align: justify;">"Nduk.. ayo dipegang dan dielus-elus..!</div><div style="text-align: justify;">"Inggih Ndoro.. tapi Tika malu Ndoro.. Tika takut Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">"Nggak apa-apa Nduk.. ini nggak nggigit kok.. ini namanya kontol Nduk..".</div><div style="text-align: justify;">Kemudian gadis kecilku ini mulai memegang, mengurut, meremas dan kadang-kadang diurut.</div><div style="text-align: justify;">"Nduk.. kontolnya ndoromu ini diemut ya..".</div><div style="text-align: justify;">"Tapi Ndoro.. Tika takut Ndoro.. Tika jijik Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">"Nggak apa-apa Nduk.. diemut saja seperti saat Tika ngemut es krim.. ayo nanti Tika Ndoro kasih es krim.. mau ya..".</div><div style="text-align: justify;">"Benar Ndoro.. nanti Tika dikasih es krim.."."Iya Nduk..".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tika pun jongkok diantara pahaku dan mulai memasukkan kontolku ke mulutnya yang mungil. Agak susah sih, bahkan kadang-kadang kontolku mengenai giginya.</div><div style="text-align: justify;">"Nah gitu nduuk.. diisep ya.. yaa.. ya gituu.. nduuk..".</div><div style="text-align: justify;">Sambil Tika mengoral kontolku, kaos lusuhnya Tika pun aku angkat dan aku lepaskan dari tubuh mungilnya. Aku elus-elus teteknya dan kadang aku remas dengan keras.</div><div style="text-align: justify;">"Aku gemes banget sih sama payudaranya yang bentuknya agak meruncing itu".</div><div style="text-align: justify;">Sekitar 12 menit kemudian, aku rasakan kontolku sudah berdenyut-denyut. Aku tarik kepala Tika dan aku kocok kontolku dimulut mungilnya.. dan.. aku tekan sampai menyentuh kerongkongannya dan akhirnya ".. croot.. croot.. croot.. cruut..!"</div><div style="text-align: justify;">Cairan pejuhku sebagian besar tertelan oleh Tika dan hanya sedikit yang menetes keluar dari mulutnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ndoroo.. pipisnya banyak banget.. Tika sampai mau muntah..".</div><div style="text-align: justify;">"He.. eh.. nduuk.. tapi enak kan.. pipisnya Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">"Inggih Ndoro.. pipis Ndoro kental banget.. Tika sampai nggak bisa telan.. agak amis Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">Aku memang termasuk laki-laki yang suka merawat tubuhku. Hampir setiap hari aku fitnes. Menuku setiap hari: susu khusus lelaki, madu, 6 butir telur mentah, dan juga suplemen protein produk Amerika. Jadi ya wajar kalau spermaku kental dan agak amis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian aku peluk bidadariku kecilku ini dan sesuai janjiku dia aku kasih es krim rasa vanilla. Setelah habis Tika memakan es krimnya, dia aku telentangkan lagi diranjangku. Terus aku kangkangkan lagi pahanya dan aku mulai lagi menjilati memek tembemnya. terus terang saja aku penasaran sebelum membobol selaput daranya.</div><div style="text-align: justify;">"Ndoro.. mau ngapain lagi.. nanti Tika pipis lagi lho Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">"Nggak apa-apa Nduk.. pipis lagi aja Nduk.. Tika mau lagi khan es krim.."</div><div style="text-align: justify;">"Mau Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah aku siap, pahanya aku kangkangkan lagi lebih lebar, dan aku mulai memasukkan kepala kontolku ke lubang surgawinya. Baru masuk sedikit, tikaku meringgis.</div><div style="text-align: justify;">"Ndoro.. memek Tika diapain.. kok sakit.."</div><div style="text-align: justify;">Aku sempat tarik ulur kontolku di liang memeknya. Dan setelah kurasa mantap, aku tekan dengan keras. Aku rasakan ujung kontolku merobek selaput tipis, yang aku yakin itu adalah selaput daranya.</div><div style="text-align: justify;">"Ndoorroo.. sakiit.." Langsung aku peluk Tika, kuciumi wajah dan bibir mungilnya.</div><div style="text-align: justify;">"Nggak apa-apa Nduk.. nanti enak kok.. Tika tenang saja ya..".</div><div style="text-align: justify;">Setelah kudiamkan beberapa saat, aku mulai lagi memompa memeknya dan aku lihat masih meringis sambil menggigit bibir bawahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Oohh.. ahh.. auuhh.. geli Ndoro.. ahh.." itulah yang keluar dari mulutnya Tika.</div><div style="text-align: justify;">"Auuhh.. oohh.., Ndoro.., periih.., aahh.. gelii Ndoro.. aahh..,".</div><div style="text-align: justify;">SAmbil aku terus meusuk-nusuk memeknya, aku selalu perhatikan wajah imutnya Tika. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Wajahnya memerah, bibirnyapun kadang-kadang menggigit bibir bawahnya dan kalau aku lihatnya matanya terkadang hanya terlihat putihnya saja. Kedua kaki Tika pun sudah tidak beraturan menendang kesana-kesini dan juga kedua tangannya menarik-narik seprei kasurku hingga terlepas dari kaitannya.</div><div style="text-align: justify;">"Auuhh.. oohh.., ndoroo.., aahh.. ooh.. aahh, ndoroo..".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku mulai rasakan ada denyutan-denyutan vaginanya di kontolku, pertanda tikaku sebentar lagi orgasme. Kepala Tika pun mulai menengadah ke atas dan kadang-kadang badannya melengkung. Sungguh pemandangan yang sensasional, gadis 14 tahun yang masih begitu polos, tubuhnya mengelinjang dengan desahan-desahan yang betul-betul erotis. Aku yakin para pembaca setuju dengan pendapatku, tapi tangannya pembaca kok megang-megang "itu" nya sendiri, hayo udah terangsang ya. Aku tahu kok, nggak usah malu-malu, terusin aja sambil membaca ceritaku ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Oohh.. ahh.. auuhh.. geli ndoroo.. ahh.."</div><div style="text-align: justify;">"Ndoroo.. Tika mau pipiiss.. ndoroo.."</div><div style="text-align: justify;">"Seerr.. suurr.. suurr.., kontolku seperti disiram air hangat..".</div><div style="text-align: justify;">Aku peluk sebentar tikaku untuk memberikan kesempatan gadis kecilku menuntaskan orgamesme. Setelah agak reda, aku lumat-lumat bibir mungilnya.</div><div style="text-align: justify;">"Maapin Tika ya Ndoro.. Tika pipis dikasurnya Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">"Tika malu Ndoro.. udah gede masih ngompol di kasur..".</div><div style="text-align: justify;">"Nggak apa-apa Nduk.. (lugu sekali gadisku ini).. Ndoro juga mau pipis di kasur kok..".</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku sendiri sudah nggak tahan. Kakinya aku angkat, lalu kuletakkan di pundakku. Dengan posisi ini kurasakan kontolku menyentuh dinding rahimnya. Memeknya jadi becek banget, dan aku mulai mempercepat sodokan kontolku.</div><div style="text-align: justify;">"Ndooro.. Tika capek.. Tika mau bobok.. ndooroo..".</div><div style="text-align: justify;">"Iya nduuk.. Tika bobok saja yaa..".</div><div style="text-align: justify;">"Memeek Tika periih.. ndooroo..".</div><div style="text-align: justify;">Kutekan keras-keras kontolku ke liang kenikmatannya dan kutarik pantatnya dan "croot.. cruut.. croot.. croot.. cruut.. croot..!". Aku muntahkan pejuhku kedalam rahimnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku cabut kontolku dari memek tembemnya, terlihat lendir putih bercampur dengan darah segar mengalir keluar dari liang kemaluannya.</div><div style="text-align: justify;">"Ndoro.., kenapa Ndoro pipis diperutnya Tika.., perut Tika jadi hangat Ndoro..".</div><div style="text-align: justify;">"Iya nduuk.., biar kamu nggak kedinginan.., ayo sekarang Tika bobok ya.., sini Ndoro kelonin..".</div><div style="text-align: justify;">"Inggih Ndoro.., sekarang Tika capek.., Tika pengen bobok..".</div><div style="text-align: justify;">Aku perhatikan memeknya sudah mulai melebar dan agak membelah dibandingkan sebelum aku perawanin. Aku peluk dia dan aku cium dengan mesra Tika, si gadis kecilku. Aku dan tikapun akhirnya tertidur dengan pulas. Nikmaat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">*****</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Gimana pembaca udah orgasme belum.., kalau udah.., dibersihin yaa.., terus bobok.. byee. Nantikan ceritaku selanjutnya, dimana aku akhirnya bisa juga menikmati Mbok Inemku dan juga bidadari kecilku, si Intan. Apabila ada pembaca yang ingin berkenalan dengan saya, silakan kirim email ke saya, pasti saya balas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-8070902239028974902011-12-20T09:54:00.000-08:002011-12-20T09:54:12.939-08:00Kisah Mesum : Angela - 1<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku punya seorang teman baik. Dia punya 2 orang adik perempuan. Yang paling kecil berumur 22 tahun. Namanya Angela, tingginya sekitar 170 cm, dengan badan yang langsing, sepasang kaki yang panjang, dan dada yang tidak terlalu besar. Wajahnya bagaikan bidadari dalam mimpi semua pria. Aku tidak menyangka dia akan menjadi secantik ini.</div><div style="text-align: justify;"></div><a name='more'></a><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Suatu hari aku ke rumah temanku utk berangkat ke kantor bersama. Ketika itu aku melihat Angela sedang sarapan di ruang makan sendirian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Hi.." sapaku.</div><div style="text-align: justify;">"Ko Adi sedang mandi, mungkin sebentar lagi selesai." Katanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian dia bangkit dan merapikan piring dan sendoknya dan langsung pamit untuk pergi ke kampus. Ketika Angella berdiri, aku bisa melihat seluruh tubuhnya. Dia memakai baju kemeja putih lengan pendek, rok coklat selutut, kemudian penis ku rasanya ingin meletus saat itu juga. Tidak kusangka dia memakai pantyhose berbahan transparan (ultra sheer) ditambah lagi sepatu talinya yang berwarna hitam membuat kakinya lebih indah dan seksi sekali. Terjadi peperangan batin yang sangat hebat di dalam diriku. Di satu pihak, hasrat penisku yang sangat berkobar-kobar untuk bercinta dengan kakinya kemudian menyetubuhinya berkali-kali. Di pihak lain, otakku mengatakan itu tidak baik, dan tidak mungkin aku melakukannya di saat ini. Sayang dia sudah punya pacar kalau tidak, pasti akan kujadikan miliku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika Angella sudah menghilang dari belakang pintu, dengan cepat aku naik ke lantai 2 dan mencoba untuk memasuki kamarnya. Beruntung sekali karena tidak dikunci. Aku segera menghampiri lemari pakaiannya dan mencari harta karun fantasi sex-ku. Tetapi aku mengalami kekecewaan karena dia hanya punya 3 pasang pantyhose, sehingga aku tidak mungkin mengambilnya. Untuk mengobati kekecewaanku, aku mencari keranjang cucian yang ada di kamar mandinya. Aku cari celana dalamnya. Aku menemukannya di antara pakaian tidurnya. Dengan cepat aku mengambil celana dalamnya yang terbuat dari bahan satin yang halus dan menempelkannya di hidung dan menarik nafas dalam-dalam. Pikiranku langsung melayang dan penisku semakin mengeras dan panjang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Celana dalamnya masih menyimpan aroma yang khas dari vagina seorang wanita. Tapi aku buru-buru menyimpannya ke dalam kantong celanaku dan meninggalkan kamarnya. Aku kembali ke lantai 1 dan masuk ke kamar mandi. Aku buka resleting celanaku dan membebaskan penisku dari kurungan celana dalamku dan segera aku balutkan celana dalam Angela ke batang penisku dan langsung masturbasi sambil membayangkan bercinta dengan seorang bidadari perawan yang cantik yang mengenakan pantyhose dengan sepatu tali yang seksi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kubayangkan penisku masuk dan keluar, memompa vaginanya dengan cepat dan keras. Hanya dalam hitungan beberapa detik kemudian, aku mengalami ejakulasi yang hebat. Dengan sisa-sisa tenaga aku arahkan penisku ke jambannya, dan 3 semprotan panjang mengawali puncak orgasme ku dan diakhiri dengan beberapa tetes spermaku. Nafasku memburu dan berkeringat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Indra! Kamu lagi di WC ya?" terdengar teriakan dari Adi.</div><div style="text-align: justify;">"Iya, bentar, gue lagi kencing nih." Dengan cepat aku keluarkan tissueku dan membersihkan kepala penisku yang tersayang, kemudian ku tarik flush yang ada di jamban dan hilanglah bukti dari hasrat ku yang membara. Ku simpan kembali harta karun ku dan keluar dari WC dan bertingkah seolah-olah tidak terjadi apa-apa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sepanjang hari aku selalu teringat akan Angela, setiap kali aku ke WC aku selalu mengeluarkan celana dalam Angela dan menghirupnya dalam-dalam. Ternyata aroma wangi dari vagina Angela sangat memikat dan merangsang. Malamnya aku kembali bermasturbasi sambil membayangkan Angela, adik dari teman baikku yang sekarang menjadi objek fantasi sexual-ku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tidak kusangka keberuntungan berpihak kepadaku. Tidak lama kemudian Adi keluar dari kantor karena mendapatkan tawaran yang lebih bagus. Angela, bidadariku, yang mengambil alih pekerjaannya. Indahnya lagi, Adi memintaku untuk mengantarnya pulang karena tidak ada yang menjemput.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hari pertama Angela masuk kerja merupakan surga dan neraka bagiku. Angela mengenakan terusan dengan model smart suit setinggi lutut yang berwarna coklat pastel muda dan ultra sheer pantyhose dan sepatu tali putih dengan hak sedang. Aku selalu mencari cara dan alasan untuk selalu berdekatan dengannya dan melahap kakinya yang menggiurkan dengan mataku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Memang aku mempunyai fetish terhadap pantyhose sejak masih kecil. Semua ini karena adik terkecil dari ibu ku. Secara tidak sengaja aku menyentuh kakinya yang sedang dibalut oleh stocking dan aku telah jatuh cinta terhadap perasaan itu sampai sekarang. Sekarang umurku 26 tahun. Aku mengoleksi berbagai macam pantyhose dan stocking, namun sayang sedikit sekali yang berkualitas bagus di Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Siang itu, aku bermasturbasi di WC kantor. Sorenya, aku dan Angela sedang dalam perjalanan pulang. Kami ngobrol tentang pekerjaan. Jalanan lumayan padat sehingga tidak bisa cepat-cepat dan sering berhenti. Aku memberanikan diri untuk bertanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Angela, boleh aku bertanya sesuatu?"</div><div style="text-align: justify;">"Apa?" jawabnya dengan ringan sambil melihatku.</div><div style="text-align: justify;">"Tapi jangan marah atau tersinggung ya." Angela mengangguk kecil.</div><div style="text-align: justify;">"Apakah kamu suka pakai pantyhose?"</div><div style="text-align: justify;">"Koq kamu tahu aku pake pantyhose?"</div><div style="text-align: justify;">"Cuma nebak-nebak aja."</div><div style="text-align: justify;">"Aku baru mulai pake sih, belum lama."</div><div style="text-align: justify;">"Apa kamu suka?"</div><div style="text-align: justify;">"Iya, rasanya gimana gitu."</div><div style="text-align: justify;">"Keliatannya halus."</div><div style="text-align: justify;">"Iya, rasanya halus juga."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku menelan ludah dan mengumpulkan segenap keberanian untuk bertanya, "Apakah aku boleh megang? Maksudku aku cuma ingin tahu gimana rasanya." padahal aku sudah punya beberapa koleksi dan sudah tahu.</div><div style="text-align: justify;">Tanpa ragu-ragu Angela menjawab, "Boleh."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan perlahan-lahan kutaruh jar-jari tangan kiri ku di atas lutut kanannya. Ku elus-elus lututnya pelan-pelan. Seluruh badanku dipenuhi oleh sensasi erotis yang ditimbulkan oleh kelembutan pantyhose dan kaki Angela.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Gimana rasanya?" tanya angela.</div><div style="text-align: justify;">"Benar-benar halus." aku senyum kecil sambil memandang wajahnya yang cantik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penisku sudah dalam keadaan siaga satu dan dari luar terlihat sedikit menonjol. Untung mobilku mempunyai transmisi automatis sehingga aku tidak perlu mengganti-ganti gigi dan melepaskan tangan kiriku dari lututnya. Karena jalanan sangat macet, tidak lama kemudian Angela tertidur. Kuberanikan diriku untuk menjelajah lebih dalam lagi ke pahanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela tidak memberikan reaksi penolakan atau keberatan atas tindakanku, atau mungkin dia tidak merasakannya karena sedang tertidur. Aku tidak perduli, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Pelan-pelan tangan kiriku makin ke atas dan telah sampai di tengah-tengah pahanya. Ku belai pahanya yang lembut dan halus. Kulihat wajahnya, Angela tertidur dengan sangat tenang. Saat ini, roknya sudah tersingkap setengah paha. Untung roknya tidak terlalu ketat, jika tidak, aku akan mengalami kesulitan untuk menjelajah lebih dalam. Kuteruskan aksiku sampai pada paha bagian atas. Akhirnya aku sampai pada pusat segala kenikmatan sexual.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jari tengahku menelusuri celah yang terbentuk dari ke dua pangkal pahanya. Jari tengah ku merasakan kehangatan dan kelembaban. Dengan perlahan kutelusuri garis cekungan yang terbentuk dari celah vaginanya. Tiba-tiba terasa basah dan licin. Penis ku bertambah keras dan kencang, ternyata Angela secara sadar atau pun tidak, terangsang dengan belaian tanganku yang nakal. Aku tidak tahu apakah dia sadar ataukah masih tertidur. Saat ini arus lalu lintas mulai lancar, aku langsung masuk ke pintu tol. Dengan cepat aku mengeluarkan uang pas dari asbak mobil dan dengan cepat pula memberikannya kepada petugas tol dan aku langsung tancap gas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah beberapa puluh meter, aku pelankan laju mobilku dan jari tengahku mulai memberikan tekanan-tekanan ringan pada selangkangannya. Bahan pantyhose yang halus bercampur dengan cairan manis yang di hasilkan oleh Angela membuat darahku makin mendidih dan sangat horny. Ku alihkan pandanganku dari jalan dan dengan cepat mengamati Angela. Rok nya sudah tersingkap sampai atas. Pahanya yang mulus terbungkus oleh pantyhose yang sexy. Wajahnya masih tidak menunjukan reaksi penolakan ataupun reaksi lainnya. Ku percepat gerakan jariku dengan tujuan membuatnya semakin terangsang dan orgasme. Kemudian kuselipkan jari manisku dan bersama-sama dengan jari tengahku, dan kumainkan vaginanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah beberapa saat, ku putuskan untuk fokus pada klitorisnya. Gerakan jariku kupercepat namun tetap lembut dan tidak kasar. Samar-samar aku mendengar desahan halus yang berasal dari nafas Angela. Expresinya sedikit berubah. Kelihatannya Angela sangat menikmatinya. Cairan halus dan licin itu semakin membasahi celana dalam dan pantyhose Angela. Demikian pula dengan penisku, sudah membasahi celana dalamku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah beberapa menit pikiranku melayangkan imaginasi nikmatnya bersetubuh dengan adik teman baikku yang masih perawan ini, tiba-tiba aku dikagetkan dengan sebuah mobil truck besar yang langsung memotong tepat di depanku. Dengan reflek kuinjak rem untuk menghindari tabrakan, dan tangan kiriku sempat terhenti sejenak karena kekagetan itu. Aku dikejutkan lagi oleh tangan Angela yang menekan tangan kiri ku dengan kencang ke selangkangannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku langsung melanjutkkan memberikan rangsangan kepada klitorisnya dengan cepat dan sedikit lebih kuat. Pinggangnya mulai bergerak, aku bisa merasakan kontraksi otot pada selangkangannya. Kemudian terdengar desahan kenikmatan yang tertahan di dalam vaginanya. Angelaku yang manis mengalami orgasme pertamanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah orgasmenya reda, ia membuka matanya dan menatapku dengan senyuman yang malu dan manis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Ko Indra nakal.." itulah kalimat pertama yang keluar dari mulutnya yang sexy.</div><div style="text-align: justify;">"Bagaimana rasanya?" tanyaku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tangan kirinya tetap menahan tangan kiriku di vaginanya, tangan kanannya membelai sayang pipiku. Tangannya yang halus dan lembut membuatku semakin terangsang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Enak sekali.. Aku tidak tahu akan begitu enak.. Apa itu orgasme?"</div><div style="text-align: justify;">"Itu belum seberapa, apa mau yang lebih enak lagi?" dengan berani aku menanyakan.</div><div style="text-align: justify;">"Sex langsung?"</div><div style="text-align: justify;">"Iya" jawabku.</div><div style="text-align: justify;">"Apakah benar akan lebih enak dari ini?"</div><div style="text-align: justify;">"Tentu saja."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Angela melihat jam pada dashboard.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">"Apakah masih sempat? Sudah terlalu malam nanti aku di cariin sama orang-orang rumah."</div><div style="text-align: justify;">"Bilang aja lagi ada acara ulang tahun teman."</div><div style="text-align: justify;">"Ide yang bagus."</div><div style="text-align: justify;">"Terus pacarnya gimana?"</div><div style="text-align: justify;">"Biarin aja, aku juga tidak begitu suka."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kesempatan emas yang tidak boleh kulewatkan. Tetap saja aku tidak menyangka akan semudah ini, dan Angela yang begitu berani. Apakah dia sudah pernah melakukannya?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kuparkir mobilku disebuah hotel yang terletak di tengah keramaian kota. Langsung saja aku memesan sebuah kamar yang VIP dengan ranjang yang besar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bersambung...</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2120468299703492111.post-48785270227770933672011-12-20T09:53:00.000-08:002011-12-20T09:53:10.898-08:00Kisah Mesum : Aku dan Teman Adikku<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pertama kali aku mengenal hubungan sexual yang sebenarnya terjadi pada saat adik perempuanku memperkenalkan kepadaku seorang teman wanitanya. Sejak pertama kali aku melihat, memang aku sangat tertarik pada wanita ini, sebut saja namanya Nuke. Suatu saat Nuke datang ke rumahku untuk bertemu dengan adikku yang kebetulan tidak berada di rumah. Karena sudah akrab dengan keluargaku, meskipun di rumah aku sedang seorang diri, kupersilakan Nuke masuk dan menunggu.</div><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><br />
<div style="text-align: justify;">Tapi tiba-tiba ada pikiran nakal di otakku untuk nekat mendekati Nuke, meskipun rasanya sangat tidak mungkin. Setelah berbasa-basi seperlunya, kutawarkan dia untuk kuputarkan Blue Film. Mulanya dia menolak karena malu, tapi penolakannya kupikir hanya basa-basi saja. Dengan sedikit ketakutan akan datangnya orang lain ke rumahku, aku putarkan sebuah blue film, lalu kutinggalkan dia menonton seorang diri dengan suatu harapan dia akan terangsang. Benar saja pada saat aku keluar dari kamar, kulihat wajah Nuke merah dan seperti menahan getaran. Aku mulai ikut duduk di lantai dan menonton blue film tersebut. Jantungku berdegup sangat keras, bukan karena menonton film tersebut, tapi karena aku sudah mulai nekat untuk melakukannya, apapun resikonya kalau ditolak.</div><div style="text-align: justify;">Kubilang pada Nuke, "Pegang dadaku.., rasanya deg-degan banget", sambil kutarik tangannya untuk memegang dadaku. Dalam hitungan detik, tanpa kami sadari, kami telah berciuman dengan penuh nafsu. Ini pengalaman pertamaku berciuman dengan seorang perempuan, meskipun adegan seks telah lama aku tahu (dan kuinginkan) dari berbagai film yang pernah kutonton. Mulutnya yang kecil kukulum dengan penuh nafsu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan penuh rasa takut, tanganku mulai merayap ke bagian dadanya. Ternyata Nuke tidak marah, malah kelihatan dia sangat menikmatinya. Akhirnya kuremas-remas buah dadanya dengan lembut dan sedikit menekan. Tanpa terasa kami sudah telanjang bulat berdua di tengah rumah. Setelah puas aku mengulum puting susu dan meremas-remas buah dadanya, mulutku kembali ke atas untuk mencium dan mengulum lidahnya. Sebentar kemudian malah Nuke yang turun menciumi leher kemudian dadaku. Tapi sesuatu yang tak pernah kubayangkan akan dilakukan seorang Nuke yang usianya relatif masih sangat muda, ia terus turun menciumi perut sambil mulai meremas-remas kemaluanku. Aku sudah sangat terangsang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kemudian mataku hampir saja keluar ketika mulutnya sampai pada batang kemaluanku. Rasanya nikmat sekali. Belum pernah aku merasakan kenikmatan yang sedemikian dahsyat. Ujung kemaluanku kemudian dikulum dengan penuh nafsu. Nampak luwes sekali dia menciumi kemaluanku, aku tidak berpikir lain selain terus menikmati hangatnya mulut Nuke di kemaluanku. Kupegang rambutnya mengikuti turun naik dan memutarnya kepala Nuke dengan poros batang kemaluanku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah sekian lama kemaluanku di lumatnya, aku merasakan sesuatu yang sangat mendesak keluar dari kemaluanku tanpa mampu kutakah lagi. Kutahan kepalanya agar tak diangkat pada saat spermaku keluar dan dengan menahan napas aku mengeluarkan spermaku di mulutnya. Sebagian langsung tertelan pada saat aku ejakulasi, selebihnya ditelan sebagian-sebagian seiring dengan keluarnya spermaku tetes demi tetes.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Aku tertidur pulas tanpa ingat lagi bumi alam. Kurang lebih sepuluh menit kemudian aku terbangun. Aku sangat kaget begitu kulihat tepat dimukaku ternyata kemaluan Nuke. Rupanya pada saat aku tertidur, Nuke terus menjilati kemaluanku sambil menggesek-gesekan kemaluannya pada mulutku. Meskipun awalnya aku takut untuk mencoba menjilati kemaluannya, tapi karena akupun terangsang lagi, maka kulumat kemaluannya dengan penuh nafsu. Aku segera terangsang kembali karena pada saat aku menciumi kemaluan Nuke, dia dengan ganas mencium dan menyedot kemaluanku dengan kerasnya. Aku juga kadang merasakan Nuke menggigit kemaluanku dengan keras sekali, sampai aku khawatir kemaluanku terpotong karenanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah puas aku menjilati kemaluannya, aku mulai mengubah posisiku untuk memasukkan kemaluanku pada kemaluannya. Tapi dia menolak dengan keras. Ternyata dia masih perawan dan minta tolong padaku untuk tidak membimbingnya supaya aku memasukkan kemaluanku pada kemaluannya. Terpaksa aku menjepitkan kemaluanku di payudaranya yang besar dan ranum. Sambil kugerakkan pantatku, ujung kemaluanku di kulum dan dilepas oleh Nuke. Aku tidak mampu menahan aliran spermaku dan menyemprot pada muka dan rambutnya. Aku melihat seberkas kekecewaan pada raut wajahnya. Saat itu aku berpikir bahwa dia takut tidak mencapai kepuasan dengan keluarnya spermaku yang kedua. Tanpa pikir panjang aku terus turun ke arah kemaluannya dan menjilati dengan cepatnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena aku sudah tidak bernafsu lagi, kujilati kemaluannya sambil berhitung untuk supaya aku terus mampu menjilati dalam keadaan tidak bernafsu sama sekali. Pada hitungan ke 143 lidahku menjilati kemaluannya (terakhir clitorisnya), dia mengerang dan menekan kepalaku dengan keras dan menjerit. Dia langsung tertidur sampai aku merasa ketakutan kalau-kalau ada orang datang. Kugendong Nuke ke tempat adikku dalam keadaan tertidur dan kupakaikan baju, lalu kututup selimut, lantas aku pergi ke rumah temanku untuk menghindari kecurigaan keluargaku. Inilah pengalaman pertamaku yang tak akan pernah aku lupakan. Aku tidak yakin apakah akan kualami kenikmatan ini lagi dalam hidupku.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">TAMAT</div>Unknownnoreply@blogger.com0